Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Mencari Solusi yang Bukan Ilusi untuk KPK-Polri (I)

Warta Ekonomi -

WE Online, Jakarta - "Kita sepakat insitusi KPK dan Polri harus menjaga kewibawaan sebagai institusi penegak hukum, termasuk institusi penegak hukum lain seperti Kejaksaan dan MA, oleh sebab itu jangan ada kriminalisasi, saya ulang jangan ada kriminalisasi," kata Presiden Joko Widodo di Istana Merdeka, Minggu (25/1).

Pidato presiden itu disampaikan seusai menerima sejumlah tokoh yaitu mantan Komisioner Komisi Pemberantasan Korupsi Erry Riyana Hardjapamekas dan Tumpak Hatorangan Panggabean, mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Jimly Asshidiqie, dan Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia Hikmahanto Juwana.

Selain itu, mantan Wakil Kapolri Komisaris Jenderal (Purn) Oegroseno dan pengamat kepolisian Bambang Widodo Umar. Selanjutnya bergabung juga mantan Ketua Umum Pengurus Pusat Muhammadiyah Ahmad Syafii Maarif, mantan Kapolri Jenderal (Purn) Sutanto serta sosiolog UI Imam Prasodjo dalam Tim Konsultatif Independen kasus KPK-Polri.

Pernyataan yang hanya berlangsung selama 2 menit 40 detik itu dirasa belum memberikan kejelasan atas kelanjutan penangkapan Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto pada Jumat (23/1) pukul 07.30 WIB oleh tim penyidik Subdirektorat VI Direktorat Tindak Pidana ekonomi dan Kejahatan Khusus Bareskrim Polri.

Bambang baru dilepaskan sekitar 18 jam setelahnya yaitu pada Sabtu, pukul 01.30 WIB setelah permohoan dari banyak pihak.

Keganjilan kasus Bambang ditangkap karena menjadi tersangka kasus dugaan menyuruh saksi memberikan keterangan palsu dalam sengketa Pilkada Kotawaringin Barat di Mahkamah Konstitusi pada 2010.

Ia dilaporkan oleh anggota DPR periode 2009-2014 dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Sugianto Sabran pada 19 Januari 2015. Sugianto adalah calon bupati Kotawaringin Barat yang bersengketa di MK pada 2010.

Sugianto membuat pelaporan karena menilai ada saksi yang memberikan keterangan palsu di MK yaitu Ratna Mutiara yang sudah diadili di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dengan dakwaan memberikan keterangan palsu di MK dan pada 16 Maret 2011 sudah divonis 5 bulan penjara.

Menurut Sugianto, pelaporan tersebut juga tidak ada kaitannya dengan kasus Komjen Pol Budi Gunawan yang ditetapkan sebagai tersangka dugaan penerimaan suap terkait transaksi-transaksi mencurigakan di KPK yang diumumkan KPK pada 13 Januari 2015 "Pernah melaporkan pada 2010, pada saat itu Bareskrim tidak melanjutkan kasusnya. Saya hanya mencari kebenaran. Tidak ada motif apapun," kata Sugianto di Mabes Polri.

Padahal, berdasarkan risalah dalam sidang sengeketa pilada Kotawaringin Barat di MK yang dipimpin oleh hakim konstitusi AKil Mochtar (saat itu) selaku ketua majelis panel dengan Hamdan Zoelva dan Muhammad Alim, terungkap bahwa Ratna bersaksi ada praktik pembagian uang dan janji pemberian lahan seluas 2 hektar per orang yang dilakukan pasangan Sugianto-Eko Soemarno yang ditetapkan sebagai pemenang pilkada oleh KPUD Kotawaringin Barat.

Ratna menjadi satu dari 68 orang saksi yang diajukan oleh pasangan Ujang Iskandar dan Bambang Purwanto. Bambang Widjojanto menjadi pengacara pasangan Ujang dan Bambang. Ratna dalam satu wawancara juga menyatakan bahwa Bambang Widjojanto tidak mengarahkan dirinya untuk memberi kesaksian palsu.

Keganjilan lain juga tampak pada proses penangkapan Bambang, misalnya dengan perbedaan surat penangkapan.

"Saya mulai berasa ternyata surat penangkapan yang diberikan pada saya dengan yang ditunjukkan di Bareskrim beda. Bedanya itu mengenai alamatnya," kata Bambang pada Sabtu (24/1) dini hari.

Surat pertama yang dilihatnya menurut Bambang diberikan saat penangkapan di depan Ceria Mart, seusai mengantarkan anak bungsunya Yattaqi berangkat sekolah ke SD Nurul Fikri Cimanggis Depok dan akan kembali ke rumah di Kampung Bojong Lio, Cilodong Depok.

"Waktu diperlihatkan di Ceria Mart dengan yang saya baca itu beda, terutama mengenai wilayahnya kan ada kecamatannya, wah ini saya merasa ada yang tidak benar, jadi saya mulai mempersoalkan itu," tambah Bambang.

Selanjutnya saat mulai akan diperiksa sekitar pukul 15.30 WIB, Bambang juga kembali berdebat dengan tim penyidik agar dapat berkonsultasi dengan para kuasa hukumnya.

"Ketika awal diperiksa, perdebatan awal itu mau konsultasi tapi tidak dikasih. Lah ini kan bukan hanya urusan hukum, ini juga ada urusan kantor ada urusan keluarga. Ribet begitu. Akhirnya saya katakan 'Begini saja deh, setuju tidak bahwa klien ketemu dengan lawyer-nya itu adalah hak?' Mereka mengatakan setuju. 'Setuju tidak kalau saya minta konsultasi ini tidak didengarkan oleh penyidik?', tapi dia tidak setuju, lalu saya sampaikan 'Kalau begitu tidak usah ada pemeriksaan'," cerita Bambang. (Ant/Desca Lidya Natalia)

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor:

Advertisement

Bagikan Artikel: