Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Mencari Solusi yang Bukan Ilusi untuk KPK-Polri (III)

Warta Ekonomi -

WE Online, Jakarta - Direktur Eksekutif Migrant Care Anis Hidayah yang bertugas untuk membacakan pernyataan bersama Koalisi dalam konferensi pers mengungkapkan bahwa Jokowi seharusnya berani memerintahkan Wakapolri untuk membebaskan Bambang Widjojanto, bukan justru membiarkan proses kriminalisasi berjalan terus.

"Jokowi tidak berani mengambil sikap tegas beridiri paling depan dalam pemberantasan korupsi. Jokowi sengaja membiarkan pelemahan KPK. Jokowi juga sengaja membiarkan perseteruan antara KPK dan Polri terus tak berkesudahan. Pemberantasan korupsi akan terhambat karena saling sandera. Jokowi, benar-benar mengecewakan seluruh rakyat Indonesia," kata Anis.

Sementara, guru besar tata negara Universitas Andalas Saldi Isra meminta agar Presiden Jokowi segera mengeluarkan pernyataan agar tidak membolehkan seorang pun menggunakan kepolisian untuk merusak hubungan antarlembaga.

"Presiden harus segera mengeluarkan pernyataan agar tidak boleh seorang pun menggunkan kepolisian untuk merusak hubungan antarlembaga. Kedua agar tidak ada lagi upaya mengkriminalisasi semua petugas di KPK mulai pimpinan sampai yang rendah," kata Saldi.

Dalam konferensi pers tersebut hadir antara lain mantan pimpinan KPK M Jassin, Mas Achmad Santosa, mantan Ketua Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan Yunus Hussein, mantan Wakil Menteri Hukum dan HAM Denny Indrayana, Kordinator Komisi Untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan (Kontras), Haris Azhar, koordinatot ICW Ade Irawan, Direktur Pukat Korupsi Universitas Gadjah Mada Zainal Arifin Mochtar, Ketua Komnas HAM Haridz Abbas, rohaniwan Romo Benny Susetyo, sosiolog Imam Prasodjo, putri Abdurrahman Wahid, Anita Wahid, Ketua Badan Pengurus Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Alvon Kurnia Palma dan berbagai tokoh lain.

Mereka adalah sejumlah kecil perwakilan dari ratusan orang yang bertahan di KPK hingga Sabtu dini hari dan bahkan ribuan orang yang mendukung kPK dari berbagai wilayah di Indonesia.

Dukungan kepada KPK bahkan masih mengalir hingga Sabtu (31/1) dengan pelaksanaan 'Panggung Rakyat, Save KPK, Save Indonesia' yang merupakan acara solidaritas dari masyarakat sipil bagi KPK.

Solusi sesungguhnya Namun solusi sesungguhnya tetap berada di tangan pemimpin tertinggi yaitu Presiden Joko Widodo.

Kelanjutan dari pidato Jokowi pada Minggu (25/1) adalah memienta agar proses hukum dibuat terang-benderang.

"Proses hukum yang terjadi pada personil KPK maupun polri harus dibuat terang benderang, harus dibuat transparan, dan agar porses hukum bisa berjalan dengan baik, jangan ada intervensi dari siapapun. Saya akan tetap mengawasi dan mengawal," ungkap Jokowi.

Jokowi juga melarang kedua lembaga penegak hukum itu merasa sok.

"KPK dan polri harus bahu membahu bekerja sama memberantas korupsi. Biarkan KPK bekerja. Biarkan Polri bekerja dan semuanya tidak boleh merasa sok di atas hukum. Keduanya harus membuktikan bahwa mereka bertindak benar sesuai dengan peraturan dan perundang-undangan yang berlaku, sekali lagi proses hukum harus transparan, terang-benderang dan jangan sampai ada kriminalisasi," kata Jokowi menutup pidatonya.

Sayang sekali pidato itu pun tidak terang-benderang, misalnya dibanding dengan pidato mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono saat menghadapi peristiwa yang mirip yaitu upaya penangkapan penyidik KPK Novel Baswedan pada 5 Oktober 2012 karena disangkakan pernah melakukan penembakan yang menyebabkan tewasnya seseorang pada 2004 saat masih bertugas sebagai Kepala Satuan Reserse Kriminal Polda Bengkulu.

Novel Baswedan saat itu adalah penyidik dalam perkara korupsi pengadaan alat simulasi roda dua dan roda empat di Korps Lalu Lintas (Korlantas) dengan tersangka mantan Kakorlantas Irjen Pol Djoko Susilo. Saat itu KPK pun mendapatkan dukungan luas dari masyarakat sipil sehingga Presiden SBY mengeluarkan pernyataan yang terang-benderang.

"Pertama, penanganan simulator SIM ditangani oleh KPK, pihak polri menangani kasus-kasus lain yang tidak terkait langsung. Kedua, penanganan kasus Novel Baswedan dianggap tidak tepat. Ketiga, waktu penugasan penyidik Polri perlu diatur kembali dalam PP (Peraturan Pemerintah). Keempat, pemikiran dan rencana revisi UU KPK sepanjang untuk memperkuat dan tidak memperlemah dimungkinkan tapi tidak tepat saat ini. Kelima, KPK dan Polri agar memperbaharui MoU dan meningkatkan sinergi dan koordinasi," kata Presiden SBY pada 8 Oktober 2012.

Dengan pernyataan tersebut, maka penyidik Polri langsung menghentikan pengusutan kasus Novel sehingga KPK dapat fokus menyidik perkara simulator SIM.

Namun bila pernyataan Presiden Joko Widodo hanya permintaan agar tidak ada kriminalisasi, hasilnya adalah ketidakjelasan pengusutan dua perkara baik di KPK maupun di Polri.

Faktanya, dari 13 saksi yang dipanggil KPK dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi terkait transaksi-transaksi mencurigakan dengan tersangka Kepala Lembaga Pendidikan Polri (Lemdikpol) Komjen Pol Budi Gunawan, hanya satu orang yang memenuhi panggilan yaitu Widyaiswara Utama Sekolah Pimpinan Lemdikpol Polri Irjen (Purn) Syahtria Sitepu pada 19 dan 29 Januari 2015.

Selebihnya, yaitu berbagai perwira tinggi dan anggota Polri lainnya tidak memenuhi panggilan karena berbagai alasan atau bahkan tanpa keterangan. Budi Gunawan yang seyogyanya diperiksa sebagai tersangka pada Jumat (30/1) pun tidak datang karena beralasan masihh mengajukan praperadilan.

Padahal praperadilan tidak dapat dibenarkan.

"Penyidik tadi bilang, kalau alasan itu (praperadilan) diterima, maka akan jadi preseden buruk karena tidak ada dasar hukum seseorang menolak pemeriksaan karena kasusnya sedang diproses di praperadilan," kata Kepala Bagian Pemberitaan dan Publikasi KPK Priharsa Nugraha.

Artinya kisruh KPK vs Polri masih akan panjang dan membutuhkan solusi nyata agar jangan sampai kedua lembaga penegak hukum tersebut saling mematikan. (Ant/Desca Lidya Natalia)

Baca Juga: Imigrasi Depak WN Turki dari Bali gegara Sembunyikan Buronan

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor:

Advertisement

Bagikan Artikel: