Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Pemulihan Ekonomi AS, Manisnya Belum Terasa (II)

Warta Ekonomi -

WE Online, Jakarta - Dalam riset bertajuk Does Higher US Consumer Spending Still Translate into Higher Asian Growth? yang dirilis beberapa waktu lalu, Standard & Poor’s mengemukakan bahwa perbaikan ekonomi di AS tidak akan berpengaruh banyak terhadap ekonomi Asia. Menurut laporan ini, peningkatan belanja konsumen di AS belum akan berpengaruh pada peningkatan ekspor negara-negara berkembang di Asia. Faktanya, sejak 2011, demand terhadap durable goods di AS tampaknya telah terpenuhi oleh produsen di tingkat domestik.

Terkait kebijakan moneter, menurut HP Analytics, saat Federal Reserve AS (Fed) dan Bank of England (BOE) bersiap menaikkan suku bunga pada tahun depan, Bank of Japan (BOJ) dan European Central Bank (ECB) kemungkinan mengambil langkah-langkah inkonvensional lebih jauh untuk memperpanjang kebijakan moneternya. Tekanan terhadap Fed dan BOE untuk melakukan normalisasi terhadap kebijakan moneternya makin meningkat di tengah penurunan tingkat pengangguran dan akselerasi ekonomi di AS dan Inggris.

Kenaikan suku bunga oleh Fed, kapan pun itu terjadi, tentunya akan memengaruhi pertumbuhan, inflasi, dan nilai tukar di seluruh dunia. Nilai tukar dolar AS terhadap mata uang utama lainnya telah mengalami apresiasi yang cukup signifikan sejak pertengahan 2014. Apresiasi dolar AS tersebut tampaknya akan terus berlanjut seiring meningkatnya aliran dana dari kawasan dengan tingkat suku bunga rendah ke obligasi dan ekuitas AS.

AS akan memimpin pemulihan ekonomi global pada 2015, ditopang oleh kebijakan moneter yang akomodatif serta momentum pertumbuhan ekonomi AS yang masih cukup kuat dengan berlanjutnya perbaikan di berbagai sektor. Pertumbuhan GDP AS, menurut The Conference Board, akan mencapai 2,2% untuk 2014 dan tumbuh menjadi 2,6% pada 2015, sehingga memberikan kontribusi yang signifikan terhadap tingkat pertumbuhan ekonomi global yang diperkirakan sebesar 3,4% pada 2015.

Managing Director International Monetary Fund (IMF) Christine Lagarde, Kamis (15/1/2015), mengakui anjloknya harga minyak dan pertumbuhan ekonomi AS belum cukup ampuh untuk mengurangi dampak dari krisis ekonomi yang masih cukup terasa, seperti di Eropa dan Jepang.

"Enam tahun setelah resesi hebat, masih banyak orang yang belum merasakan dampak dari pemulihan ekonomi," ujar Lagarde, seperti dikutip dari Foxnews.

Menurut dia, hal itu disebabkan masih banyaknya negara yang belum benar-benar pulih dari krisis, yang diperparah oleh tingkat utang dan pengangguran yang tinggi.

Sumber: WE/02/XXVII/2015

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: https://wartaekonomi.co.id/author/jafei
Editor: Cahyo Prayogo

Tag Terkait:

Advertisement

Bagikan Artikel: