Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Menteri Susi: 'Transshipment' Tetap Dilarang

Warta Ekonomi -

WE Online, Jakarta - Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti menegaskan "transshipment" atau alih muatan di tengah laut tetap dilarang karena berpotensi melarikan sumber daya ikan Indonesia ke luar negeri.

"Meski transhipment diizinkan dengan persyaratan dan prosedur yang sangat ketat, tidak menjamin masalah selesai," kata Susi Pudjiastuti dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Jumat (27/2/2015).

Menurut Susi, jika diizinkan maka para pelaku usaha pasti akan berpikir ulang dan menempuh berbagai cara agar ikan hasil tangkapan tersebut bisa dikirim langsung ke luar negeri tanpa harus didaratkan di pelabuhan Indonesia. Susi mengatakan kasus seperti itu kerap terjadi di perairan di hampir seluruh wilayah laut Indonesia.

"Misalnya di perairan Bitung, Sulawesi Utara, banyak ikan tuna asal Indonesia dibawa ke General Santos di Filiphina dengan modus transshipment di wilayah perairan daerah perbatasan," katanya.

Sebelumnya, Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara) menegaskan kebijakan Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti terkait dengan larangan "transshipment" atau alih muatan di tengah laut tidak boleh kendor atau dilonggarkan.

"Menteri Kelautan dan Perikanan tidak boleh kendor dengan memperbolehkan kembali alih muatan di tengah laut," kata Sekretaris Jenderal Kiara Abdul Halim.

Menurut Abdul Halim, "transshipment" bakal berakibat antara lain kepada menghilangnya pemasukan Negara akibat hilangnya pendapatan bukan pajak di Kementerian Kelautan dan Perikanan seperti diatur di dalam Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2006, misalnya jasa pelabuhan perikanan.

Dalam hal ini, ujar dia, masyarakat pelaku perikanan skala kecil dan industri dalam negeri kehilangan kesempatan untuk ikut mengolah bahan mentah.

"Kedua, pelabuhan pangkalan dalam negeri dianggap tidak berkualitas dibandingkan pelabuhan di negara lain untuk pendaratan hasil tangkapan ikan," katanya.

Ia menjelaskan, hal dapat dinilai merugikan negara akibat selisih harga jual dalam mata rantai perdagangan produk perikanan, khususnya upaya untuk meningkatkan nilai tambah produk perikanan sebelum komoditas itu diekspor.

Ketiga, lanjutnya, volume hasil tangkapan ikan yang dialihmuatkan di tengah laut tidak bisa terdata dengan pasti oleh otoritas sehingga menyulitkan pengambil kebijakan untuk mengevaluasi ketersediaan stok ikan.

"Pengalaman buruk inilah yang dialami oleh negara-negara di kepulauan Pasifik berkenaan dengan pengelolaan ikan tuna yang tidak didaratkan ke pelabuhan pangkalan sebagaimana diatur, di antaranya Kepulauan Solomon sebanyak 2,201 ton," kata Sekjen Kiara. (Ant)

Baca Juga: Imigrasi Depak WN Turki dari Bali gegara Sembunyikan Buronan

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Cahyo Prayogo

Advertisement

Bagikan Artikel: