Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Pengamat: Pajak Tetap Dijadikan Pendapatan Unggulan

Warta Ekonomi -

WE Online, Raskasbitung - Pengamat Ekonomi dari Kabupaten Lebak Encep Khaerudin mengatakan pajak daerah hingga kini masih dijadikan pendapatan unggulan untuk mendukung proses percepatan pembangunan daerah.

"Kami tidak setuju jika pemerintah menghapus pajak karena bisa menghambat pembangunan dan kesejahteraan masyarakat," kata Dosen Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI) Wasilatul Fallah Rangkasbitung, Jumat (6/3/2015).

Menurut dia, saat ini pemerintah berencana menghapus pajak Nilai Jual Objek Pajak (NJOP), Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), serta bea perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPTHTB) tentu dapat menimbulkan permasalahan. Penghapusan pajak tersebut tentu akan mendapat penolakan dari sejumlah pemerintah daerah di Tanah Air.

Apalagi, jika melihat kondisi yang ada khususnya di Provinsi Banten masih banyak daerah tertinggal. Misalnya, kata dia, Kabupaten Lebak yang masuk kategori daerah tertinggal di Indonesia dengan penghasilan pajak daerahnya relatif kecil tentu akan berdampak terhadap pembangunan dan kesejahteraan masyarakat.

"Kami yakin bila pajak itu dihapus oleh pemerintah maka akan menghambat pada pembangunan, seperti infrastuktur, pendidikan dan kesehatan," katanya.

Ia menyebutkan, saat ini diberbagai daerah di Tanah Air pemasukan pendapatan asli daerah (PAD) melalui pajak PBB, NJOP dan BPTHTB menjadikan pendapatan unggulan dan cukup diperlukan. Ia setuju jika pemerintah memberlakukan pajak lebih tinggi terhadap pemilik tanah yang terlantar atau tidak produktif.

Pemberlakukan ini diharapkan tanah yang telantar itu menjadi lahan produktif berdaya guna dan berhasil guna. Sedangkan, tanah-tanah yang produktif harus dikenakan pajak kecil agar si pengelola tanah tersebut menjadi stabil dan berhasil guna.

Sebab teori ekonomi pembangunan di negara berkembang dibiayai dari hasil PAD, diantaranya PBB. Pada prinsipnya rencana penghapusan PBB tersebut sangat baik bagi masyarakat kecil. Namun, penghapusan PBB harus berdasarkan pendataan yang riil misalnya, PBB dapat dihapuskan jika orang tersebut hanya mempunyai tanah 1.000 meter dan satu buah rumah.

Sebaliknya, jika mempunyai tanah di atas satu hektare maka harus dikenakan PBB sesuai dengan aturan yang telah ditentukan. "Kami berharap penghapusan PBB ini harus dikaji dengan baik dan seksama, agar semua daerah atau wilayah tidak merasa keberatan," katanya. (Ant)

Baca Juga: Imigrasi Depak WN Turki dari Bali gegara Sembunyikan Buronan

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Achmad Fauzi

Tag Terkait:

Advertisement

Bagikan Artikel: