Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

RNI: Konsumsi Gula Rafinasi? Siap-siap Sakit

Warta Ekonomi -

WE Online, Jakarta - Direktur Utama PT Rajawali Nusantara Indonesia (RNI) Ismed Hasan Putro mengatakan kasus merembesnya gula rafinasi ke pasar konsumen memberi dampak negatif karena selain merugikan petani tebu, hal tersebut juga merugikan konsumen sebab gula rafinasi berbahaya jika dikonsumsi langsung.

"Begini gula rafinasi itu hanya boleh dikonsumsi dicampur dulu, dicampur terigu, dicampur apa untuk jadi bahan minuman dan bahan makanan. Tidak boleh langsung dikonsumsi dengan teh. Gula rafinasi yang di hotel itu yang banyak kita lihat harusnya tidak boleh dikonsumsi langsung karena berbahaya. Dia sangat putih karena pakai pemutih," katanya di Pasar Santa, Jakarta, akhir pekan kemarin.

Ismed mengimbau konsumen tidak membeli gula rafinasi yang tersedia di pasaran. Ia pun menyarankan bahwa apabila konsumen memang benar-benar butuh untuk mengonsumsi gula maka lebih baik mengonsumsi gula tebu dibandingkan gula rafinasi.

"Coba deh kakek-kakek di kampung itu minum kopi pakai gula lima sendok tidak kena diabet. Coba di kota pakai gula rafinasi kena diabet semua," katanya.

Ia pun menyayangkan perkembangan yang terjadi belakangan karena gula rafinasi yang berbahaya tersebut bisa merembes ke pasar konsumen. Ia menjelaskan hal tersebut terjadi karena pemerintah mengizinkan impor gula rafinasi melebihi kuota kebutuhan industri makanan dan minuman. Ia juga mengatakan pemerintah tidak tegas mengawasi peredaran gula rafinasi sehingga sampai merembes ke pasar konsumen.

"Harusnya Kemendag (Kementerian Perdagangan) memiliki keberanian dan ketegasan mengatur peredaran gula rafinasi itu. Selama ini Kemendag itu tumpul. Kebijakan yang dia buat, peraturan yang dia buat, ketetapan yang dia tetapkan itu tidak berjalan. Tidak ditakuti oleh industri rafinasi," tegasnya.

Ia mengatakan pelaku industri gula rafinasi juga bersalah karena telah melanggar komitmen awal saat pendirian pabrik pertama kali. Ia menjelaskan bahwa pelaku gula rafinasi wajib mendirikan kebun tebu terhitung tiga tahun sejak pendirian pabrik pertama kali. Akan tetapi, hingga saat ini tidak ada satu pun pabrik yang mewujudkan komitmen itu.

"Ada permendagnya sudah berlaku sejak tahun 2004 sudah wajib tiga tahun sejak mendirikan pabrik membuat kebun tebu kalau tidak ditutup, tapi sampai sekarang tidak satupun yang ditutup. Sudah sepuluh tahun lebih. Jadi, mereka sudah melanggar komitmen pabrik gula rafinasi ini," jelasnya.

Ismed menyayangkan sikap pemerintah yang tidak mengambil sikap tegas atas pelanggaran ini. Ia pun mengingatkan bahwa jika pemerintah tidak bersikap tegas maka pihak tidak bersalahlah yang akan terus jadi korban.

"Pemerintah tidak tegas mengambil tindakan di situ. Karena apa? Karena ada cincai tadi itu. Karena ada mafia skala besar yang mempengaruhi kebijakan. Tapi, yang jadi korban itu industri gula tebu dan petani. Petani selalu jadi korban, yang kasihan itu petani. Berarti pemerintah dalam konteks ini tidak membela petani," tukasnya.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Cahyo Prayogo
Editor: Cahyo Prayogo

Advertisement

Bagikan Artikel: