Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Pilkada Serentak Dinilai Rawan Manipulasi

Warta Ekonomi -

WE Online, Jakarta - Pengamat Politik dari Universitas Indonesia Chusnul Mar'iyah mengungkapkan masih ada potensi manipulasi dalam hasil Pemilihan Umum Kepala Daerah (Pilkada) yang dilaksanakan serentak 9 Desember 2015 .

"Isu yang berkembang saat ini ada alat penyedot data KPU, sebetulnya manipulasi hasil pemilu yang dilakukan oleh penyelenggara pemilu dan berkoalisi dengan peserta pemilu bisa dalam bentuk beberapa cara," kata Chusnul saat dihubungi di Jakarta, Jumat (17/4/2015).

Pertama, Chusnul menjelaskan dari permainan dalam data pemilih yang bisa diciutkan dan digelembungkan untuk kepentingan kelompok tertentu.

"Dengan data pemilih yang salah, maka ada ruang untuk memanipulasi hasil pemilu," ujar mantan Komisioner KPU itu.

Lebih lanjut, dia mengatakan sebaiknya untuk melakukan pendataan pemilih adalah demografer dari BPS karena lingkup kerjanya memang ranah badan tersebut, agar data yang dihasilkan tidak timbul kerancuan dan polemik seperti yang sudah-sudah.

"Data e-KTP pada tahun 2012 dengan melihat data sensus penduduk 2010 agak aneh coba anda lihat data yang diupload dalam web KPU. Pertumbuhan penduduk yang terjadi di atas 6 persen, padahal pertumbuhan penduduk di Indonesia hanya sekitar 1,5 hingga 2 persen, artinya ada kesalahan data di banyak kabupaten dan kota di seluruh Indonesia," paparnya.

Selain itu, pemilu juga bisa dimanipulasi karena Korupsi penyelenggara, pemerintah dan pesertanya dengan mengganti hasil yang didapat mulai dari mulai TPS, PPS, PPK, KPU Kabupaten/Kota, KPU Provinsi dan KPU Nasional.

"Dalam hal ini adanya 'vote buying and votes selling'. Dalam hal ini peran pengawas pemilu (Bawaslu) tidak berfungsi dengan baik, paling tidak kenapa dalam sidang di Mahkamah Konstitusi tentang sengketa Hasil Pemilu Bawaslu tidak dihadirkan oleh MK menjadi saksi. Padahal secara UU Bawaslu adalah lembaga resmi untuk mengawasi pemilu," ucap Presiden Direktur Centre for Election and Political Party (CEPP) Universitas Indonesia itu.

Selain itu, kata Chusnul, media, pengamat, LSM dan lembaga survey juga bisa melakukan manipulasi dengan mengumumkan data yang salah secara terus menerus.

Dia menambahkan, untuk mengatasi hal tersebut pihak yang berwenang bisa melakukan pemendekkan proses perhitungan hasil pemilu dan menggunakan sumber daya di daerah agar mengurangi kesempatan manipulasi dilakukan oleh penyelenggara pemilu atau peserta yang melakukan transaksi dan juga siapapun yang akan mengganti hasil pemilu.

"Misalnya, KPU membangun jaringan di 34 Provinsi dilengkapi dengan 'Data Center' dan 'Desaster Recovery Center'. Lalu KPU menggunakan sumberdaya dari mahasiswa, guru SMK dan para siswanya untuk mengisi formulir C1 dan diambil atau dikirim dari TPS langsung ke kecamatan, sehingga maksimal sekitar satu jam setelah TPS ditutup data hasil pemilu sudah bisa dilihat melalui laman KPU," ucapnya. (Ant)

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Cahyo Prayogo

Advertisement

Bagikan Artikel: