Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Peluncuran BBM Pertalite Dinilai Tidak Prorakyat

Warta Ekonomi -

WE Online, Pontianak - Direktur Puskepi Sofyano Zakaria menyatakan mengganti BBM jenis premium dengan dengan diluncurkannya pertalite adalah kebijakan pemerintah yang tidak prorakyat, karena pada dasarnya rakyat sudah membeli premium yang sudah tidak disubsidi.

"Jika alasan pemerintah bahwa premium tidak ramah lingkungan sehingga diganti dengan pertalite, maka harus bisa dibuktikan premium telah merusak lingkungan, karena BBM itu sudah digunakan sejak puluhan tahun oleh rakyat di NKRI," kata Sofyano Zakaria saat dihubungi di Jakarta, Sabtu (18/4/2015).

Sofyano menjelaskan pertalite adalah BBM dengan RON 90 yang harganya akan di atas premium RON 88 dan dibawah harga Pertamax RON 92, artinya dari sisi harga maka pertalite akan lebih mahal dari premium.

"Jika peluncuran pertalite dimaksudkan pemerintah untuk menggantikan BBM jenis premium, maka itu dapat dinilai publik sebagai 'akal-akalannya' pemerintah untuk menaikan harga jual BBM sejenis premium, dan akan kembali memberatkan beban keuangan rakyat," ungkap Sofyano.

Dalam kesempatan itu, Sofyano menambahkan sejak zaman Orde Baru, negeri ini juga sudah menggunakan premium, malah dibawah RON 88, namun hingga saat ini belum terdengar adanya penelitian tentang dampak penggunaan premium itu. Selain itu, pemerintah juga belum pernah menjelaskan dan tidak bisa membuktikan ke publik adanya masalah lingkungan karena digunakannya premium yang RON-nya 88 apalagi di bawah RON 88.

"Amerika Serikat, Rusia, Mesir dan beberapa negara lain hingga saat ini juga masih menggunakan BBM sejenis premium RON di bawah 88. Jadi jika premium dinyatakan sebagai BBM yang tidak ramah lingkungan, kenapa negara besar itu, masih menggunakan premium," ujarnya.

Dia menambahkan Jika alasan mengganti premium dengan pertalite karena alasan importasi dan mencurigai hanya pihak tertentu saja yang bisa memasok RON 88, maka hal itu seharusnya dikesampingkan karena pemerintah tidak lagi menanggung beban pembelian premium, karena sudah tidak disubsidi lagi.

"Tetapi kenyataannya baik premium pertalite, dan pertamax tetap saja masih mengandalkan impor sehingga tetap saja ada peluang bagi 'pengusaha hitam' untuk bermain dalam pasokan BBM tersebut, dan tetap bergantung kepada pemasok luar negeri," ujarnya.

Harusnya, menurut Sofyano pemerintah melakukan pengawasan yang ketat terhadap tender pembelian atau pengadaan premium RON 88 itu, seperti dengan menangani secara langsung pembelian BBM tersebut, serta tidak menyerahkannya ke Pertamina, guna menghilangkan kecurian tersebut.

Sebelumnyan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said menyatakan pihaknya telah memberi lampu hijau kepada PT Pertamina (Persero) untuk meluncurkan varian baru BBM pengganti premium bernama pertalite.

Menurut Sudirman peluncuran pertalite untuk menghapus secara bertahap peredaran premium di masyarakat, produk premium memiliki fitur yang tidak ramah lingkungan dan kerap menimbulkan kecurigaan lantaran spesifikasinya yang sudah tidak ada di pasar internasional. (Ant)

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Sucipto

Advertisement

Bagikan Artikel: