Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Revitalisasi Koperasi Perikanan Jadi Lembaga Ekonomi Berbasis Komunitas

Warta Ekonomi -

WE Online, Jakarta - Induk Koperasi Perikanan Indonesia (IKPI) mendorong revitalisasi koperasi perikanan menjadi lembaga ekonomi berbasis komunitas guna mengembangkan kesejahteraan nelayan, termasuk petani ikan, yang mandiri. Mayoritas mereka tergolong kelompok masyarakat miskin yang skala usahanya kecil. Pembangunan perikanan melalui koperasi perikanan memungkinkan mengingat Indonesia sebagai negara kepulauan (archipelagic state) terluas di dunia yang produksi perikanan tangkapnya terbesar ketiga di dunia dan produksi perikanan budidanya terbesar keempat di dunia. Potensi perikanan tersebut merupakan peluang dan tantangan dalam mengimplementasikan sistem pengelolaan sumberdaya perikanan berbasis komunitas.

Di hadapan Ketua Komite II Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) Parlindungan Purba (senator asal Sumatera Utara), Ketua Umum Induk Koperasi Perikanan Indonesia (IKPI) Wibisono Wiyono memaparkan tujuan revitalisasi koperasi perikanan tersebut. Sebagai organisasi ekonomi milik masyarakat nelayan, juga pembudidaya ikan, IKPI berkepentingan untuk mewujudkan maksud tersebut, sehingga bersama Komite II DPD mendorong revitalisasi koperasi perikanan berbasis komunitas dalam pengelolaan sumberdaya perikanan, sekaligus memajukan usaha pengelolaan sumberdaya perikanan.

Revitalisasi koperasi perikanan tidak muluk-muluk. Apalagi, Indonesia pernah sebagai tuan rumah peringatan Hari Koperasi Perikanan Dunia yang ketiga, berbarengan dengan peringatan hari ulang tahun ke-66 koperasi, yang mengeluarkan Deklarasi Koperasi Perikanan sekaligus pijakan revitalisasi koperasi perikanan di Indonesia. Ketua Dewan Koperasi Indonesia (Dekopin) yang menyerahkan deklarasi tersebut kepada Presiden. Kemudian, Menteri Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (Menkop UKM) Syariefuddin Hasan atau Syarief Hasan pernah mengeluarkan kebijakan menghidupkan kembali koperasi unit desa (KUD) yang banyak kolaps (collapse), termasuk koperasi perikanan.

"Perikanan maju karena koperasi perikanan yang maju. Koperasi perikanan di Indonesia pernah berjaya. Begitu era Orde Baru berakhir, berakhir pula cerita sukses itu," ujarnya di Gedung DPD Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (20/4/2015). "Mengapa namanya koperasi perikanan, bukan koperasi nelayan? Terminologinya adalah fisheries co-operative, bukan fishermen co-operative. Kalau koperasinya nelayan, yes. Koperasi nelayan tanpa teritorial, tapi koperasi perikanan ada teritorialnya," tambahnya.

Wibisono Wiyono menandaskan, pembangunan perikanan melalui sejumlah program peningkatan produksi perikanan tetap saja memosisikan nelayan sebagai kelompok masyarakat yang miskin, karena gagal melindungi nelayan dari permainan harga yang dilakukan oleh tengkulak/pengijon, gagal membantu nelayan mendapatkan harga yang layak, dan juga gagal membantu nelayan dalam mengembangkan usahanya. "Hingga kini, masyarakat nelayan termasuk kelompok masyarakat yang miskin di Indonesia," ujarnya.

Contohnya program peningkatan produksi perikanan yang gagal seperti Keputusan Presiden Nomor 39 Tahun 1980 tentang Penghapusan Jaring Trawl yang bertujuan menjaga kelestarian sumberdaya perikanan dalam rangka mendorong peningkatan produksi yang dihasilkan oleh nelayan. Faktanya, kapal-kapal perikanan yang menggunakan jaring trawl tidak terkena penghapusan/pengurangan dan mereka terus saja melakukan kegiatan penangkapan ikan kendati tidak mengganti alat/perlengkapan penangkapannya menjadi bukan jaring trawl.

Berarti, program peningkatan produksi perikanan Pemerintah gagal mencapai sasarannya. Makanya, tahun 1985 IKPI menetapkan pembangunan perikanan sebagai pembangunan nelayan melalui koperasi perikanan. "Jika saja tahun 1980-an penyelenggaraan kegiatan perikanan dikelola koperasi perikanan, Bu Susi [Menteri Kelautan dan Perikanan (MKP) Susi Pudjiastuti] nggap harus sibuk menenggelamkan kapal-kapal asing, karena pemiliknya orang Indonesia, krunya orang kita," katanya.

Dia juga menyinggung Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 1984 tentang Pengelolaan Sumber Daya Alam Hayati di Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia yang mengatur kesempatan menggunakan kapal perikanan berbendera asing yang disewa atau dibeli sewa dari orang atau badan hukum asing menurut syarat-syarat yang ditetapkan oleh Menteri Pertanian seperti jangka waktu sewa atau beli sewa dan umur kapal. Kemudian, Menteri Pertanian mengeluarkan surat keputusan yang mengizinkan kapal asing, termasuk krunya orang asing, menangkap ikan di wilayah perairan Indonesia. Tapi, syarat-syarat yang ditetapkan oleh Menteri Pertanian itu tidak kunjung terlaksana.

Belakangan, revitalisasi koperasi perikanan untuk mendukung program seribu kampung nelayan mandiri, tangguh, indah, dan maju (sekaya maritim) sekaligus menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (ASEAN Economic Community/AEC). Dalam rangka revitalisasi koperasi perikanan, langkahnya antara lain pendataan koperasi perikanan, baik kelembagaan maupun usahanya. Kemudian, Menteri Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (Menkop UKM) menyurati Menteri Kelautan dan Perikanan (MKP) serta Menteri Dalam Negeri (Mendagri) yang tembusannya kepada Presiden dan Wakil Presiden agar program peningkatan produksi perikanan Pemerintah menyertakan koperasi perikanan.   

Pengelolaan pelelangan ikan

Sebagai bagian revitalisasi koperasi perikanan menjadi lembaga ekonomi, untuk memberdayakan koperasi, IKPI mengusulkan agar Pemerintah ‘menyerahkan’ pengelolaan pelelangan ikan di tempat pelelangan ikan kepada koperasi sebagai unit usahanya, karena koperasi merupakan lembaga yang gerakannya berasal dari kalangan bawah (masyarakat). Dalam sejarahnya, tempat pelelangan ikan (TPI) didirikan dan diselenggarakan oleh koperasi perikanan terutama di Jawa. Tujuannya, melindungi nelayan dari permainan harga yang dilakukan oleh tengkulak/pengijon, membantu nelayan memperoleh harga yang layak, dan membantu nelayan mengembangkan usahanya.

Penyerahan pengelolaan pelelangan ikan bukan tanpa alasan. Tahun 1997 Menteri Pertanian serta Menteri Koperasi dan Pemberdayaan Industri Kecil mengeluarkan surat keputusan bersama (SKB) yang menyatakan koperasi, termasuk Koperasi Unit Desa Mina (KUD Mina), sebagai penyelenggara pelelangan ikan. Setelahnya, hampir semua tempat pelelangan ikan, termasuk pelabuhan perikanan nusantara (PPN), dikelola oleh koperasi perikanan seperti KUD Mina. Sebagian pemerintah daerah masih memberlakukan keputusan bersama tersebut sebagai dasar peraturan daerah (perda) tentang penyelenggaraan pelelangan ikan yang penyelenggaranya diberikan kepada KUD Mina seperti Pemerintah Provinsi Jawa Barat, tapi sebagian tidak lagi memberlakukannya seperti Pemerintah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta.

"Zaman Orde Baru, seluruh koperasi di Jawa mengelola pelelangan ikan di tempat pelelangan ikan. Nelayannya sejahtera karena asuransi koperasi perikanan, juga simpanan paceklik, simpanan kematian. Bukan karena anggaran negara dan daerah, murni dana nelayan. Fund rising para nelayan terkumpul setelah pemotongan pendapatan di tempat pelelangan ikan yang jumlahnya merupakan kesepakatan bersama," ujarnya.   

Tidak lupa Wibisono Wiyono mengisahkan success story KUD Mina Misoyo Sari di Pemalang (Jawa Tengah) yang meraih penghargaan International Coalition of Fisheries  Associations (ICFA) sebagai salah koperasi perikanan yang bertahan bahkan perkembangannya maju karena mampu mengelola tempat pelelangan ikan. Koperasi yang menetapkan iuran hasil lelang yang dananya untuk membeli jaring, mesin, dan sebagainya. Bahkan, ketua koperasinya, Ahmad Bustomi, tanggal 16 Juni 2013 memperoleh penghargaan International Co-operative Alliance (ICA) atas pengabdiannya menjadi praktisi koperasi selama lebih 25 tahun sebagai pengelola koperasi perikanan terbaik di dunia. Dia mengalahkan lima kandidat dari negara lain.

Ketua Komite II DPD RI Parlindungan Purba (senator asal Sumatera Utara) mendukung revitalisasi koperasi perikanan menjadi lembaga ekonomi yang modern. "Kami ingin menghidupkan kembali koperasi perikanan, termasuk induk koperasinya. Zaman Orde Baru, induk koperasi ini terbukti bisa menyejahterakan nelayan, karena waktu itu mereka mengelola penyelenggaraan pelelangan ikan di tempat pelelangan ikan," katanya.

Dia menjelaskan tiga syarat untuk menyejahterakan nelayan, yakni kelembagaan, pendampingan, dan pendanaan. Gayung pun bersambut, sebab Komite II DPD mengusung upaya pengembangan kesejahteraan nelayan melalui tiga syarat tersebut dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2014 tentang Kelautan sebagai usul inisiatif Komite II DPD dan Rancangan Undang-Undang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan versi Komite II DPD. "Salah satu wujud kelembagaan itu adalah koperasi perikanan," katanya.

Upaya menyejahterakan nelayan melalui koperasi perikanan yang mengelola mengelola penyelenggaraan pelelangan ikan di tempat pelelangan ikan memang memungkinkan, mengingat tercatat 1.350 tempat pelelangan ikan di seluruh Indonesia, yang persentase persebarannya 20% di Indonesia timur, selebihnya di Indonesia barat. Sayangnya, sebagian tidak lagi beroperasi. "Bayangkan. Potensi sumberdaya perikanan kita sangat besar, terutama di Indonesia timur," Ujarnya.

Dalam kesempatan tersebut, Asisten Deputi Bidang Produksi Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (Kop UKM) Devi Rimayanti menambahkan, pihaknya juga mendukung revitalisasi koperasi perikanan. Caranya antara lain koperasi perikanan mengelola penyelenggaraan pelelangan ikan. Sayangnya, setelah pemberlakuan otonomi daerah (desentralisasi) melalui Undang-Undang Pemerintahan Daerah, unit pelaksana teknis (UPT) pemerintah daerah yang mengelola penyelenggaraan pelelangan ikan di tempat pelelangan ikan. "Pengelolaan tempat pelelangan ikan silakan oleh dinas terkait, tapi semestinya penyelenggaraan pelelangannya oleh koperasi perikanan," katanya.

Setelah penandatanganan keputusan bersama dua menteri tahun 1997 tersebut, tempat pelelangan ikan yang penyelenggaraan pelelangannya dikelola oleh koperasi perikanan di Jawa berjumlah 144, namun semakin berkurang menjadi hanya 47 koperasi perikanan. "Sisanya tidak lagi penyelenggaraan pelelangan ikan karena terbentur peraturan daerahnya masing-masing. Yang kami herankan, di lapangan penyelenggaraan pelelangan ikan adalah karyawan koperasi perikanan yang dulunya penyelenggara seperti juru lelang dan kasirnya. Jadi, kontraknya dengan perorangan, tidak lembaga," ujarnya. 

Wibisono Wiyono juga menceritakan rencana sarasehan koperasi perikanan se-Indonesia di Semarang yang tertunda, juga rencana kongres nelayan yang kedua. Indonesia tercatat pernah menyelenggarakan kongres nelayan yang kesatu di Tasikmalaya tanggal 6 April 1947. Salah satu keputusan kongres nelayan yang kesatu tersebut adalah membentuk koperasi untuk melindungi nelayan dari permainan harga yang dilakukan oleh tengkulak/pengijon, membantu nelayan mendapatkan harga yang layak, dan juga membantu nelayan dalam mengembangkan usahanya. Berikutnya, terbentuklah IKPI tanggal 11 April 1947.

IKPI beranggotakan Pusat Koperasi Unit Desa (PUSKUD) Mina (tingkat sekunder) yang tersebar di 13 provinsi dan 2 kabupaten/kota, dan KUD Mina atau koperasi perikanan (tingkat primer) berjumlah 960. Induk koperasi ini tergabung dalam The International Co-operative Alliance (ICA).

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Achmad Fauzi

Advertisement

Bagikan Artikel: