Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

SBY Dukung Jokowi: Cara Halus Mendesak 'Reshuffle'?

Warta Ekonomi -

WE Online, Jakarta - Dukung-mendukung dalam jagat politik merupakan salah satu pilihan strategis bagi siapa pun untuk memperlihatkan sikapnya dan selalu mengandung makna di baliknya.

Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono di Jakarta Jumat (24/4/2015) menegaskan sikap dukungannya kepada Pemerintahan Presiden Joko Widodo dengan argumen bahwa Jokowi bisa mencetak prestasi selama lima tahun pemerintahannya jika tak mengalami banyak gangguan.

SBY juga berargumen bahwa jika Jokowi bisa berprestasi selama lima tahun pemerintahannya, maka rakyat akan senang. Ajakan SBY supaya Pemerintahan Jokowi tidak diganggu tentu dialamatkan bukan hanya kepada parpol yang mencoba menghadang sejumlah keputusan eksekutif dalam merealisasikan kebijakan yang prorakyat.

Ajakan itu bisa juga diarahkan kepada kekuatan-kekuatan politik di luar parpol, yang datang dari institusi negara atau dari rakyat sendiri, yang selama ini memilih pesaing Jokowi dalam pemilihan presiden 2014. Tentu tidak sederhana atau cukup kompleks untuk memberikan makna pada pernyataan SBY tentang dukungannya pada Jokowi.

Publik perlu menafsirkannya dalam kerangka politik demokratis agar tak terjebak pada pemahaman hitam putih. Ajakan untuk tidak mengganggu adalah ajakan yang batas-batas maknanya samar-samar, sebab kritik politik baik yang bersifat keras maupun lembut adalah sebuah masukan yang berharga bagi Jokowi. Orang-orang yang mendukung Jokowi tak selamanya setuju dengan kebijakan Jokowi, apalagi dalam rentang lima tahun pemerintahannya ke depan.

Tak sedikit, misalnya, kalangan yang merupakan relawan dari aktivis hak asasi manusia pendukung Jokowi dalam Pilpres 2014 yang kini sedang mencoba menyuarakan kritik atas hukuman mati terhadap pelanggar UU antinarkoba. Suara-suara kritik dari masyarakat yang disampaikan lewat media sosial tentang kebijakan Jokowi untuk menolak grasi bagi mereka yang dijatuhi vonis mati cukup melimpah. Tentu kritik yang disampaikan juga bervariasi: ada yang mengkritik dengan bahasa santun, ada yang mengejek, ada yang kasar dan ada yang memojokkan.

Profesor Iwan Pranoto dari Institut Teknologi Bandung (ITB) bahkan menyuarakan kritiknya dengan menggunakan bahasa ironi-parodi. Iwan, lewat akun twiternya, malah menyuruh hukuman mati itu tak perlu dihambat-hambat soalnya, stok masih banyak. Tentu ini merupakan cara mengkritik dengan bahasa bersayap.

Apakah suara-suara yang berserakan menentang kebijakan Jokowi ini merupakan sebuah gangguan, tentu hal itu masih harus dilihat lebih jauh. 

Bahkan penentangan di parlemen terhadap kebijakan Jokowi yang digolongkan pro-rakyatpun masih bisa diperdebatkan apakah bisa dianggap sebagai gangguan atau malah bantuan terhadap Jokowi agar tak terjebak pada kebijakan yang niatnya menolong rakyat tapi hasilnya menyengsarakan.

SBY sendiri pernah mengingatkan pemerintah agar dana yang melimpah jangan sampai diakolasikan untuk pembangunan infrastruktur yang kurang memberikan manfaat secara langsung kepada rakyat. Makna dukungan SBY terhadap Jokowi agaknya lebih pas jika dikaitkan dengan kelompok oligarki di seputar Jokowi yang mengemban kepentingan mereka masing-masing dan berseberangan dengan visi Jokowi dalam mengimplementasikan kebijakan-kebijakan prorakyatnya.

Publik telah menyimak bagaimana Jokowi dalam bulan-bulan awal pemerintahannya mengalami banyak blunder, entah terkait dengan penyusunan kabinet maupun penentuan sosok yang layak ditempatkan sebagai Kapolri. Gangguan dari kelompok oligarkis itulah, yang boleh jadi justru berada di lingkaran Jokowi yang berpotensi merusak jalannya pemerintahan.

Namun, terkait dengan kekuatan oligarkis yang memasang jerat dan gangguan bagi Jokowi, publik juga bisa mengambil kesimpulan bahwa semua tanggung jawab akhir keputusan eksekutif ada di tangan presiden. Jadi publik tak bisa menuduh kelompok oligarki yang mengusung kepentingan tersembunyi sebagai yang bertanggung jawab atas kebijakan yang diambil Jokowi.

Seruan lain yang dilontarkan oleh SBY yang kali ini pantas didengar Jokowi adalah melanjutkan apa yang sudah terbangun oleh pemerintahan sebelumnya. Di titik inilah barangkali Jokowi perlu berguru pada SBY. Yang unggul dalam pemerintahan SBY adalah ketegasannya untuk memberi jalan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melaju dalam menangkap dan mengadili para koruptor. Tampaknya, setelah menyatakan dukungannya secara verbal di media massa, SBY perlu memperlihatkan dukungan riil politiknya pada pemerintahan Jokowi.

Hal ini tidak sulit bagi SBY untuk mewujudkannya sebab prospek SBY untuk menjadi Ketua Umum Partai Demokrat sangat besar. Dengan demikian, SBY dapat melaksanakan niatnya untuk mendukung Jokowi sampai lima tahun pemerintahannya.

SBY dapat mengendalikan Fraksi Partai Demokrat yang dipimpinnya untuk memberikan dukungan politis di parlemen bagi Jokowi. Publik tentu akan memberikan apresiasi jika dukungan Partai Demokrat itu dilakukan dengan tulus tanpa pamrih. Jokowi tak perlu pusing untuk mencari kursi kekuasaan seperti jabatan menteri bagi balas jasa kepada Partai Demokrat.

Seruan SBY agar tidak mengganggu Pemerintahan Jokowi juga bermakna karena mungkin SBY pernah merasakan bagaimana getirnya jika presiden mendapat gangguan dalam melaksanakan tugasnya. Jika seruan itu muncul dari figur yang tak pernah menjadi presiden, publik akan menilainya tidak otentik.

Setelah menyatakan seruannya itu, SBY pun mulai saat ini menjadi bagian dari kekuatan yang akan ditagih terus sepak terjang politiknya. Artinya, SBY tentu tak mungkin mengingkari seruannya sendiri dengan menjadi penghalang bagi terwujudnya keberhasilan pemerintahan Jokowi dalam lima tahun mendatang. (Ant)

Baca Juga: Pujian untuk Ambisi Berkelanjutan, Warta Ekonomi Gelar Indonesia Most Visionary Companies Awards 2024

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Cahyo Prayogo

Advertisement

Bagikan Artikel: