Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Kekompakan Bisa Hadang Radikalisme di Indonesia

Warta Ekonomi -

WE Online, Jakarta - Radikalisme yang bersaudara dengan ektremisme tak pernah surut dalam sejarah pergolakan ideologi, dari dulu hingga sekarang.

Paham yang bisa dianut oleh siapapun dengan latar idelogi dan keyakinan apapun itu memandang bahwa aksi kekerasan paling ekstrem alias dramatis merupakan jalan paling efektif untuk menggapai cita-cita ketika jalan politik damai sudah buntu.

Di masyarakat yang kultur dominannya adalah tenggang rasa alias toleransi, radikalisme dan ekstremisme didekap oleh hanya segelintir pengikut. Tampaknya, hal seperti itu juga terjadi di banyak komunitas global.

Itu sebabnya ancaman radikalisme dan ekstremisme di Tanah Air akan menemui banyak perlawanan dari berbagai arah. Ketika ancaman radikalisme mulai dirasakan belakangan ini, komunitas dari Nahdlatul Ulama (NU), ormas keagamaan terbesar di Indonesia, menjadi garda terdepan yang siap menghalaunya.

Antisipasi NU pada akhirnya juga mendapat gayung bersambut dari kalangan manapun entah dari kelompok sipil maupun dari kalangan birokrasi di daerah-daerah. Pemerintah Kabupaten Gorontalo menyatakan siap akan membendung paham-paham radikal yang bisa merusak tatanan kerukunan warga di daerah itu.

Kepala Bagian Humas Pemkab Gorontalo, Azis Nurhamidin, mengatakan, jajaran Pemkab Gorontalo beberapa kali melaksanakan pertemuan dengan Forum Antar Umat Beragama (FKUB) dan Forum Pimpinan Daerah (Forkompinda) terkait upaya pencegahan bentuk-bentuk radikalisme.

Menurut dia, hal-hal yang dibicarakan dalam pertemuan yang dipimpin lansung Bupati Gorontalo David Bobihoe Akib tersebut, terkait dengan tugas pokok dan fungsi serta kewenangan dari forum-forum tersebut dalam membendung masuknya paham radikal.

Tugas dan kewenangan FKUB dan Forkompinda antara lain memberikan pemahaman, minimal di tingkatan pemangku kepentingan, yaitu dari tingkat ketua RT, ketua RW, kepala dusun, kepala desa, serta ke tokoh-tokoh agama.

Pemkab dalam hal ini Badan Kesatuan Bangsa, Politik dan Perlindungan Masyarakat (Kesbangpol) juga telah mengeluarkan surat edaran yang menyatakan, apabila ada organisasi yang tidak terdaftar kemudian melakukan kegiatan, baik di tingkat desa maupun tingkat kecamatan, maka wajib melaporkan kepada desa. "Bentuk-bentuk pencegahan tersebut sangat penting, sehingga tidak ada masalah yang timbul nantinya," ujarnya.

Hanya saja sejauh ini maraknya isu gerakan radikal yang bercokol di sebagian wilayah Irak dan Syria dan paham-paham radikalisme tidak pernah terdengar di Gorontalo, tetapi warga tetap selalu mewaspadainya. "Jika ada tamu yang masuk ke setiap desa dan kelurahan juga wajib melaporkan ke pemerintah setempat dalam waktu satu kali 24 jam," tambahnya.

Antisipasi terhadap gerakan yang mengandalkan teror itu juga dilakukan di wilayah Pangkalpinang, Bangka Belitung. Kepolisian Resor Pangkalpinang, Kepulauan Bangka Belitung menyatakan kesiapannya memberantas keberadaan gerakan radikalisme dan ekstremisme di wilayah hukum Polres setempat.

Penegak hukum di Pangkalpinang telah melakukan berbagai antisipasi ke depan untuk menekan maraknya paham radikal tersebut dengan memperkuat fungsi kepolisian secara preventif. Maka dari itu, beban tanggung jawab tentunya akan diberikan pada Polsek-Polsek dan Babinkamtibmas yang ada di seluruh wilayah hukum Polres Pangkalpinang.

Untuk sekarang tekanan pada fungsi preventif lebih diprioritaskan. Peran Kapolsek dan Babinkamtibmas di wilayah sangat dikedepankan dalam mengantisipasi paham radikal ini. Upaya pendataan, pemantauan dan koordinasi dengan pemangku kepentingan terus dilakukan untuk mencegah paham radikal.

Selain itu, pemegang otoritas keamanan di Pangkalpinang juga meminta peran media untuk ikut bersinergi dalam meredam paham radikal agar tidak berkembang di Wilayah Hukum Polres Pangkalpinang.

Di Minahasa, antisipasi atas gerakan radikal juga dilakukan. Masyarakat Kabupaten Minahasa dengan tegas menolak paham radikal yang saat ini santer terdengar, karena akan merusak kesatuan bangsa. Penegasan itu disuarakan oleh sang bupati, Jantje Wowiling Sajow, di Tondano.

Melalui kemajuan teknologi informasi, maraknya aksi teror dan ekstrem yang dilakukan pengikut paham radikal dengan mudah disaksikan oleh publik di mana pun, termasuk di daerah-daerah Tanah Air.

Di samping para tokoh institusi resmi yang menyuarakan antipati terhadap gerakan radikal, kalangan intelektual pun berbicara atas nama individual.

Para pemikir muda di komunitas Nahdlatul Ulama seperti Ulil Abshar Abdallah, Ahmad Sahal dan Muhammad Guntur Romli tak jemu-jemunya menunjukkan bahwa Islam tak mengenal jalan ekstrem dan radikal untuk mencapai cita-cita masyarakat madani.

Ketiga tokoh harapan NU itu agaknya meneruskan esensi pemikiran Abdurrahman Wahid, yang dikenal sebagai kiai yang menunjung tinggi multikulturalisme dan penganjur gerakan lintasiman. Mereka adalah pencerah dalam menghayati laku iman yang merangkul semua aliran pemikiran dan keyakinan. Yang mereka dengungkan utamanya adalah Islam yang menebar rahmat alias kasih sayang kepada seluruh semesta.

Semesta di sini mencakup semua umat manusia, dan lingkungan alam. Dalam perspektif Islam yang demikian, menurut mereka, aksi brutal dan penuh horor yang diperlihatkan kelompok garis keras sangatlah bertolak belakang dengan ajaran Islam yang mengangungkan rahmat bagi semesta.

Suara-suara yang mementingkan toleransi dan bukan kekerasan itu tentu saja tak akan efektif ketika hal itu tak dibarengi dengan upaya riil meningkatkan harkat dan martabat umat dari sisi material.

Artinya, radikalisme dan ekstremisme serta militansi akan bercokol di wilayah-wilayah yang masih dilanda kemiskinan dan kebodohan. Jadi seruan serta antisipasi menangkis radikalime tak cukup hanya dengan verbalisme tapi juga harus diikuti dengan aksi nyata peningkatan kesejahteraan warga. (Ant)

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Achmad Fauzi

Advertisement

Bagikan Artikel: