Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Jokowi Didesak Tunda Eksekusi Terpidana Brasil

Warta Ekonomi -

WE Online, Jakarta - Presiden Joko Widodo (Jokowi) didesak untuk menunda pelaksanaan eksekusi atas terpidana mati kasus narkoba asal Brasil, Rodrigo Gularte, demi menunggu upaya permohonan Peninjauan Kembali (PK) kedua yang akan diajukan kuasa hukumnya.

"Upaya PK kedua akan diajukan pada Senin (27/4/2015), akan ada 22 bukti baru (novum) terkait dengan keterangan kondisi Rodrigo yang mengalami gangguan jiwa sejak 1982," ujar staf Divisi Pemantauan Hak-Hak Sipil dan Politik KontraS Alex Argo Hernowo kepada awak media di Jakarta, Minggu (26/4/2015).

Berdasarkan hasil pemeriksaan RSUD Cilacap tertanggal 11 Februari 2015, diketahui bahwa Rodrigo didiagnosis dengan skizofrenia paranoid dan gangguan bipoler dengan ciri psikotik. Menurut Alex, kondisi kejiwaan Rodrigo tersebut tidak pernah dijadikan pertimbangan oleh majelis hakim dalam PK pertama sehingga kualifikasi novum seperti yang diatur dalam Pasal 263 Ayat 2 huruf a KUHAP sudah terpenuhi.

"Kalau eksekusi saja bisa ditunda untuk Peringatan ke-60 Tahun Konferensi Asia Afrika (KAA) yang sebenarnya tidak ada hubungannya dengan kepentingan hukum terpidana, seharusnya Jaksa Agung Prasetyo juga bisa menunda eksekusi sampai ada hasil dari PK kedua yang jelas-jelas merupakan upaya pembelaan hukum bagi Rodrigo," tuturnya.

Ia menjelaskan bahwa berdasarkan Pasal 8 dari "the United Nations Safeguards Guaranteeing Protection of the Rights of Those Facing the Death Penalty (1984)", hukuman mati tidak boleh dilakukan apabila prosedur hukum masih berjalan baik di pengadilan maupun pengajuan grasi. Maka dengan adanya novum yang akan diajukan oleh kuasa hukum Rodrigo, pihak kejaksaan tidak diperkenankan melakukan eksekusi.

Ketentuan tersebut juga sejalan dengan penafsiran Pasal 6 Ayat 4 Kovenan Internasional Hak-Hak Sipil dan Politik (1966) yang menegaskan bahwa pengampunan dan penggantian hukuman mati harus dapat diberikan pada semua kasus.

"Dalam situasi kesehatan Rodrigo Gularte, instrumen HAM internasional tersebut turut menegaskan bahwa hukuman mati tidak boleh dilakukan kepada individu terpidana yang mengalami gangguan mental (yang tercantum dalam Pasal 3 Kovenan Internasional)," kata Alex.

Selain itu, katanya, dengan adanya novum yang akan diajukan tersebut maka besar kemungkinan Rodrigo tidak dapat dikenakan sanksi pidana. Ketentuan itu diatur dalam Pasal 44 KUHP yang menyebutkan barang siapa melakukan perbuatan yang tidak dapat dipertanggungjawabkan kepadanya karena jiwanya cacat dalam pertumbuhan atau terganggu karena penyakit, tidak dipidana.

Sependapat dengan Alex, Kepala Biro Riset KontraS Puri Kencana Putri menuturkan bahwa jika eksekusi terhadap Rodrigo benar-benar dilakukan maka pemerintah Indonesia telah melakukan pelanggaran HAM yang sangat brutal.

"Rodrigo itu punya penyakit delusional dan skizofrenia. Kalau (pemerintah) kita mengeksekusi orang yang kesehatannya tidak sempurna berarti pemerintah melakukan kejahatan yang sangat brutal," ujarnya.

Kejaksaan Agung beberapa waktu lalu merilis 10 nama terpidana mati yang masuk dalam daftar eksekusi tahap kedua yang akan dilaksanakan serentak di Pulau Nusakambangan.

Ke-10 terpidana kasus narkoba yang akan segera dieksekusi terdiri atas Andrew Chan (warga negara Australia), Myuran Sukumaran (Australia), Raheem Agbaje Salami (Nigeria), Zainal Abidin (Indonesia), Serge Areski Atlaoui (Prancis), Rodrigo Gularte (Brasil), Silvester Obiekwe Nwaolise alias Mustofa (Nigeria), Martin Anderson alias Belo (Ghana), Okwudili Oyatanze (Nigeria), dan Mary Jane Fiesta Veloso (Filipina).

Akan tetapi, berdasarkan informasi salah seorang anggota tim penasihat hukum terpidana mati Rodrigo Gularte, Christina Windiarti, saat ditemui wartawan di Cilacap, Sabtu (25/4) malam, hanya ada sembilan terpidana mati yang menerima notifikasi pelaksanaan eksekusi.

"Hanya sembilan yang menerima notifikasi, Rodrigo yang terakhir terima," katanya.

Sementara dalam sejumlah pemberitaan, Kepala Pusat Penerangan Umum Kejaksaan Agung Tony Tribagus Spontana mengatakan bahwa terpidana mati asal Prancis Serge Areski Atlaoui ditarik dari daftar eksekusi tahap kedua karena yang bersangkutan menggugat penolakan grasi oleh Presiden Joko Widodo ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).

Menurut dia, eksekusi terhadap Serge Areski Atlaoui akan dilakukan tersendiri setelah adanya putusan dari PTUN. Dengan demikian, eksekusi tahap kedua hanya dilakukan terhadap sembilan terpidana mati kasus narkoba. (Ant)

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Cahyo Prayogo

Advertisement

Bagikan Artikel: