Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Ekonom: Kebijakan Beras Jangan Korbankan Konsumen

Warta Ekonomi -

WE Online, Manado - Ekonom Universitas Sam Ratulangi Agus Tony Poputra mendesak pemerintah tidak mengorbankan konsumen dengan kebijakan beras. Saat ini, kebijakan pemerintah menghentikan impor beras pada dasarnya untuk mengurangi suplai beras sehingga mendongkrak harganya. Lewat harga beras yang lebih tinggi diharapkan petani akan sejahtera.

"Bila pola pikir pemerintah seperti ini berarti pemerintah mengorbankan kesejahteraan konsumen yang jumlahnya jauh lebih besar dari petani. Ini tentu saja sangat tidak adil," ujarnya dalam siaran persnya, di Manado, Rabu (6/5/2015).

Menurut dia, kebijakan mengorbankan konsumen seperti itu sering didasarkan pada argumen bahwa jumlah klas menengah di Indonesia meningkat pesat. Namun bila ditelisik lebih jauh, pertambahan klas menengah di Indonesia terutama disumbangkan oleh pekerja tetap bukan wirausaha. Kesejahteraan kelompok berpendapatan tetap ini sangat rentan terhadap kenaikan biaya hidup.

"Oleh sebab itu, pemerintah semestinya melindungi kesejahteraan mereka lewat menekan inflasi terutama untuk barang kebutuhan pokok seperti beras," katanya.

Ia menjelaskan, upaya pemerintah untuk mensejahterakan petani lewat harga tinggi juga tidak serta merta efektif sepanjang tidak ada upaya signifikan meningkatkan efisiensi. Inefisensi yang terjadi di sektor pertanian merupakan persoalan mendasar yang harus dicari solusi bukan sekedar membebankan pada konsumen.

Belajar dari Vietnam

Agus mengatakan, kemampuan Vietnam untuk menawarkan harga beras sebesar Rp 5.000 per kilogram sementara harga dalam negeri Indonesia berkisar Rp 8.000-12.000 per kilogram, merupakan salah satu bukti betapa tidak efisiennya produksi beras nasional.

"Berkaca pada kondisi ini, pemerintah seharusnya menerapkan kebijakan yang berfokus pada “laba petani.” Peningkatan laba petani tidak harus diperoleh dengan menaikan harga jual, Ini dapat diperoleh melalui efisiensi biaya
produksi. Kondisi inefisensi produksi beras Indonesia yang parah semestinya menjadi peluang untuk meningkatkan laba petani lewat efisiensi tanpa harus menyengsarakan konsumen," terang Agus.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Achmad Fauzi
Editor: Achmad Fauzi

Tag Terkait:

Advertisement

Bagikan Artikel: