Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Indonesia Seharusnya Menganut Sistem MPR bukan Presidensial

Warta Ekonomi -

WE Online, Jakarta - Mantan Wakil Presiden Try Sutrisno mengingatkan sistem pemerintahan di Indonesia seharusnya bukanlah parlementer maupun presidensial, namun sistem Majelis Permusyawaratan Rakyat.

"Di Indonesia tidak ada sistem presidensial, tidak ada parlementer, karena waktu negara ini akan membentuk suatu sistem pemerintahan negara, waktu itu Bung Karno mengingatkan jangan mengambil yang ada di luar, Presidensial seperti di AS, atau parlementer seperti Eropa, Inggris," katanya saat memberikan ceramah pada acara supermentor di Jakarta, Minggu (17/5/2015) malam.

Dalam acara tersebut, selain Try Sutrisno, juga turut memberikan ceramah mantan Presiden BJ Habibie, mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan mantan Perdana Menteri Timor Leste Xanana Gusmao. Ia menambahkan, para bapak pendiri bangsa menegaskan sistem pemerintahan khas Indonesia. "Kalau konsisten, sistem dikaji, menjadi sistem MPR (Majelis Permusyawaratan Rakyat)," katanya.

Ditambahkan, tidak perlu meniru total sistem pemerintahan di luar negeri. Try Sutrisno menyanyangkan setelah reformasi, terjadi perubahan-perubahan yang dinilainya kurang sesuai dengan pandangan tersebut. Ia salah satunya mengkiritisi terkait Dewan Perwakilan Daerah. Menurut dia, Indonesia bukanlah sistem pemerintahan federal seperti di Amerika Serikat, sehingga tidak mengenal senator.

"Saya ingatkan, kita tidak mengenal senator DPD, itu negara bagian di Amerika, kita tidak ada, kita negara kesatuan. Karena itu yang kita kenal utusan daerah," katanya.

Try memberikan usulan mengganti kata Dewan Perwakilan Daerah dengan utusan daerah. "Gampang ganti dewan, dengan utusan daerah," katanya. Selain itu ia juga mengkritisi tiadanya utusan golongan dalam komposisi keanggotaan di MPR.

Sementara itu, mantan Presiden BJ Habibie dalam kesempatan tersebut mengatakan, keberadaan Dewan Perwakilan Daerah (DPD) merupakan keniscayaan sejarah sebagai koreksi terhadap sistem sebelumnya. Menurut dia, posisi DPD berbeda dengan utusan daerah karena dipilih langsung oleh rakyat di daerah. Dengan demikian DPD diharapkan benar-benar memeperjuangkan rakyat di daerah.

"Sehingga nanti di DPD memikirkan daerahnya bersuara, itu untuk mengimbangi, bukan untuk ikut-ikut Amerika, no, ngapain kita ikut-ikut," katanya. (Ant)

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Achmad Fauzi

Tag Terkait:

Advertisement

Bagikan Artikel: