Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Indonesia Harus Lakukan Langkah Strategis Hadapi FTA Abad 21

Warta Ekonomi -

WE Online, Jakarta - Pemerintah Indonesia harus melakukan langkah-langkah strategis pasca- pengesahan perpanjangan regulasi tentang Trade Promotion Authority (TPA) oleh Kongres Amerika Serikat (AS). TPA merupakan Undang-Undang (UU) yang memberikan lebih banyak keleluasaan kepada Pemerintah AS dalam melakukan perundingan perdagangan internasional.

Direktur Jenderal Kerja Sama Perdagangan Internasional Kementerian Perdagangan Bachrul Chairi menyatakan ke depan Indonesia akan menghadapi sejumlah tantangan pasca-pengesahan TPA ini.

"Indonesia akan menghadapi banyak tantangan pasca-pengesahan ini, khususnya persaingan di era free trade agreement (FTA), yang bisa menggerus ekspor nasional sehingga pemerintah perlu membuat langkah-langkah strategis," kata Bachrul di Jakarta, hari ini, Selasa (30/6/2015).

Dengan UU tersebut, Pemerintahan Barrack Obama mampu mempercepat pencapaian agenda-agenda perdagangan luar negerinya, karena juru runding AS akan mendapatkan dukungan Kongres dalam perundingan-perundingan perdagangan yang komprehensif dan berstandar tinggi.

Di masa lalu, TPA telah banyak membantu pemerintah AS dalam mempercepat penyelesaian agenda-agenda perundingan perdagangan internasionalnya. Melalui TPA, para perunding AS memperoleh kejelasan tentang lingkup sasaran perundingan dan langkah konsultasi yang harus dilakukan. Kongres tidak dibolehkan melakukan amandemen terhadap persetujuan internasional yang disepakati dan kewenangannya dibatasi hanya untuk menyatakan ya atau tidak terhadap hasil akhir perundingan.

Agenda besar kebijakan perdagangan luar negeri Presiden Obama saat ini termasuk dalam rangka penyelesaian perundingan free trade agreement (FTA, seperti Trans-Pacific Partnership (TPP) dan Transatlantic Trade and Investment Partnership (TTIP). Sedangkan untuk perundingan WTO dalam rangka penyelesaian Putaran Doha Development Agenda (DDA), AS juga harus memperhitungkan diundangkannya Farm Bill 2014 yang berisi ketentuan mengenai subsidi.
Bagi Indonesia, di satu sisi, ada prospek percepatan penyelesaian beberapa perundingan perdagangan yang berkontribusi pada peningkatan kepercayaan bisnis terhadap sistem perdagangan internasional.

"Pemerintah AS akan makin percaya diri dalam merundingkan agenda-agenda perdagangan luar negerinya. Ini bermanfaat untuk mempercepat proses penyelesaian perundingan di berbagai fora, termasuk WTO. TPA akan memperbesar fleksibilitas juru runding AS dalam menawarkan solusi menghadapi pending issues yang menghambat kemajuan perundingan," ujar Bachrul.

Di sisi lain, perundingan pada beberapa FTA yang diikuti oleh AS tanpa partisipasi Indonesia. "Risikonya akan terjadi diverting atau perdagangan beralih dari Indonesia ke negara-negara pesaing yang berpartisipasi di dalam FTA. TPP dan TTIP termasuk yang berpotensi memberikan dampak pengalihan perdagangan dari Indonesia," tambah Bachrul.

Pekerjaan Kolektif

Bachrul menyatakan Indonesia harus meningkatkan kesiapannya dalam menghadapi persaingan pada era FTA yang akan makin menggejala di masa depan.

"Tugas ini menyangkut berbagai aspek yang luas terkait birokrasi dan korporasi, logistik dan infrastruktur, keuangan dan perbankan, tenaga kerja, sumber daya manusia dan pendidikan, dan lain-lain, sehingga merupakan pekerjaan rumah kolektif seluruh unsur bangsa," tutur Bachrul.

Masyarakat dunia juga perlu didorong untuk lebih mengedepankan sistem perdagangan multilateral WTO agar manfaat liberalisasi dapat dirasakan secara merata oleh semua negara. Penyelesaian perundingan Putaran Doha diharapkan akan mengurangi dampak diskriminasi dan kerumitan (spaghetti bowl) yang ditimbulkan oleh FTA.

AS bersama dengan 11 negara lainnya di Asia Pasifik (Jepang, Kanada, Australia, Selandia Baru, Chile, Peru, Meksiko, Malaysia, Brunei Darussalam, Singapura, dan Vietnam) sedang melakukan perundingan TPP yang memiliki ambisi tinggi sebagai contoh "FTA abad ke-21".

Persetujuan perdagangan tersebut dirancang untuk mencakup berbagai isu secara komprehensif. Tidak hanya perdagangan barang dan jasa serta investasi, namun juga persaingan usaha, pembelian pemerintah, HKI, investor-state dispute settlement (ISDS) dan e-commerce.

Bachrul menjelaskan bahwa untuk menarik minat partisipasi negara-negara berkembang di Asia Pasifik pada perundingan TPP, AS bisa saja membuka pasarnya untuk produk seperti tekstil, garmen, dan sepatu bagi Vietnam; dan hasil pertanian, dan perkebunan untuk Malaysia dan negara-negara Amerika Latin.

"Bila itu terjadi, maka ekspor Indonesia berisiko makin tergerus. Selain itu, proses produksi dalam rangka hilirisasi yang dibutuhkan Indonesia melalui bantuan kerja sama dengan perusahaan-perusahaan negara maju bisa saja dialihkan ke negara-negara berkembang lain peserta TPP, karena dipandang lebih terhubung ke pasar," pungkas Bachrul.

Strategi Regional

Menyangkut strategi kerja sama perdagangan regional, Bachrul melihat pentingnya Indonesia segera mendorong penyelesaian perundingan Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP) yang melibatkan sepuluh negara anggota ASEAN dengan enam mitra FTA, yaitu RRT, Jepang, India, Korea, Australia, dan Selandia Baru. RCEP dipandang akan menjadi kerangka kerja sama perdagangan yang memberikan stabilitas perkembangan

Baca Juga: Imigrasi Depak WN Turki dari Bali gegara Sembunyikan Buronan

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Achmad Fauzi
Editor: Achmad Fauzi

Advertisement

Bagikan Artikel: