Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Populi Center: Upaya Presiden Majukan Papua Perlu Didukung

Warta Ekonomi -

WE Online, Jakarta - Pengamat politik Populi Center Nico Harjanto menyatakan, upaya Presiden Joko Widodo menyelesaikan berbagai persoalan termasuk konflik di Papua dan Papua Barat perlu didukung berbagai pihak termasuk DPR.

"Dalam masalah Papua ini ternyata bukan hanya tentang konflik tapi ada isu lebih besar dibalik itu yakni tentang ketimpangan yang sudah dibiarkan terlalu lama," ujarnya dalam seminar nasional bertajuk "Pembebasan Tapol-Napol, Resolusi Penyelesaian Masalah Papua" di Jakarta, Selasa (30/6/2015).

Menurut dia, komitmen Presiden Jokowi untuk membangun dan memajukan Papua telah ditunjukkan dengan beberapa tindakan nyata dan program kerja di antaranya aktif berdialog dengan tokoh adat Papua, menginisiasi pembangunan infrastruktur, dan merevitalisasi pasar tradisional.

Upaya lainnya adalah membenahi tata kelola pemerintahan, memperbaiki manajemen sumber daya alam melalui Keppres Nomor 16 Tahun 2015, menginisiasi pembangunan Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN), dan membangun gelanggang olahraga untuk Pekan Olahraga Nasional (PON).

"Presiden ingin menunjukkan bahwa Papua bisa menjadi titik balik kebanggaan olahraga Indonesia. Sedangkan pembangunan IPDN dalam jangka menengah-panjang bisa meningkatkan kapasitas aparatus negara di Papua," tutur Nico.

Untuk itu, kata dia, berbagai upaya Presiden demi membangun Papua yang lebih baik perlu mendapat dukungan penuh dari DPR sebagai lembaga legislatif.

"Presiden mungkin secara personal punya hubungan baik dengan DPR, tapi belum tentu dalam kebijakan politik. Misalnya saja, Presiden sudah bilang beliau tidak setuju dengan revisi UU KPK dan usulan dana aspirasi, tapi toh tetap saja kedua hal itu dibahas di DPR," katanya.

Dukungan penuh DPR untuk mendukung pendekatan kesejahteraan yang diterapkan Presiden Jokowi sangat diperlukan untuk mengatasi konflik "entrepreneur" yang berpotensi timbul di Papua karena kehadiran korporasi-korporasi besar di wilayah paling timur Indonesia itu.

"Konflik 'entrepreneur' selalu ada dan mereka (pihak korporasi) bisa menggunakan berbagai dalih atau justifikasi agar dapat menggunakan alasan politik di balik tujuan mereka sebenarnya," ujarnya.

Sependapat dengan Nico, wartawan senior Rikard Bagun juga memandang bahwa masalah utama di Papua bukanlah tentang konflik itu sendiri melainkan perkara pelanggaran hak asasi. Dan parahnya, kata dia, pemberitaan dan narasi di berbagai media telah menumbuhkan sebuah pemahaman negatif bahwa orang Papua adalah pemberontak bangsa.

"Ada segregasi secara politik, ekonomi, dan psikologis seakan-akan kita melihat orang Papua sebagai pemberontak, sebagai orang-orang makar. Papua di mata sebagian besar orang selalu berafiliasi dengan pemberontakan," katanya.

Penggunaan kata-kata seperti tahanan politik (tapol), narapidana politik (napol), dan Organisasi Papua Merdeka (OPM), berafiliasi dengan pemberontakan sehingga masyarakat Papua sering dianggap musuh negara.

"Sebagai negara kesatuan, belum tentu kita merasa punya ikatan batin dengan masyarakat Papua, pun terhadap berbagai masalah yang mereka hadapi," ujarnya.

Berkaitan dengan dibebaskannya lima orang tapol di Lapas Abepura, Jayapura, oleh Presiden Jokowi pada 9 Mei lalu, Rikard menilainya sebagai isyarat positif yang dilakukan pemerintah demi membangun Papua ke arah yang positif dengan menyelesaikan masalah ketimpangan ekonomi, sosial, pendidikan yang selama ini menjadi pemicu konflik.

"Masalah ketimpangan ini bermula di ujung timur Indonesia dimana matahari terbit. Matahari kita terbit dari timur dan kita harus mulai membangun dari timur," ujarnya.

Seperti dilansir laman resmi seskab.go.id, pada kunjungannya ke Papua, 9 Mei 2015, Presiden Joko Widodo memberikan grasi kepada lima tapol di Lapas Abepura, Jayapura.

Kelima tapol yang dibebaskan yaitu Apotnalogolik Lokobal (divonis 20 tahun penjara), Numbungga Telenggen (divonis penjara seumur hidup), Kimanus Wenda (divonis 19 tahun penjara), Linus Hiluka (divonis 19 tahun penjara) dan Jefrai Murib (divonis penjara seumur hidup).

"Pada hari ini telah kita bebaskan lima orang. Ini adalah upaya sepenuh hati pemerintah dalam rangka menghentikan stigma konflik yang ada di Papua," kata Presiden Jokowi dalam sambutannya.

Kelima tahanan politik itu divonis bersalah karena terlibat pembobolan gudang senjata Kodim 1710/Wamena pada 2003 lalu. Menurut Presiden, pemberian grasi ini merupakan langkah awal untuk membangun Papua tanpa ada konflik. Presiden menginginkan agar pemberian grasi ini dilihat sebagai bingkai reskonsiliasi untuk terwujudnya Papua damai.

"Ini adalah awal, nantinya setelah ini akan ditindaklanjuti pemberian grasi atau amnesti untuk wilayah yang lain karena ada kurang lebih 90 orang yang masih di dalam penjara. Sekali lagi ini adalah awal dimulainya pembebasan," ujar Presiden. (Ant)

Baca Juga: Imigrasi Depak WN Turki dari Bali gegara Sembunyikan Buronan

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Cahyo Prayogo

Advertisement

Bagikan Artikel: