Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Ini Penjelasan Menaker Soal Pencairan JHT 10 Tahun

Warta Ekonomi -

WE Online, Jakarta - Menteri Tenaga Kerja (Menaker) Hanif Dakhiri meluruskan polemik terkait pencairan Jaminan Hari Tua (JHT) yang menjadi program Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan. Ia menjelaskan, program Jaminan Hari Tua (JHT) fungsi dasarnya sebenarnya perlindungan bagi para pekerja yang tidak lagi produktif, baik karena cacat tetap, meninggal dunia, atau karena memasuki usia tua.

"Itu fungsi dasar dari JHT, tujuannya di situ," kata Hanif kepada wartawan seusai mengikuti Sidang Kabinet Paripurna, di kantor Kepresidenan, Jakarta, Kamis (2/7).

Jadi kalau misalnya ada orang kena pemutusan hubungan kerja (PHK), kata Hanif, dia tidak masuk skema di JHT, skemanya pasti di pesangon.

"Jadi beda-beda namanya jaminan sosial, ada program yang memang ditujukan untuk perlindungan sosial, ada juga program yang bertujuan untuk meng-cover pada saat mereka tidak produktif," terang Hanif.

Menurut Menaker, sebenarnya itu yang harus disosialisasikan. Ia tidak mengetahui masalah yang menyebabkan masalah JHT itu jadi polemik masyarakat. Namun kalau memang faktornya sosialisasi, Menaker berjanji akan coba lapor ke Presiden dulu, misalnya kemungkinan diberikan semacam masa transisi untuk sosialisasi.

“Semua keputusan harus terus-menerus disosialisasikan. Kalau jumlah penduduk kita ya pastilah semakin banyak sosialisasi akan semakin baik,” tutur Hanif.

Dulu Krisis Ekonomi

Menaker Hanif Dakhiri menjelaskan, JHT bisa dicairkan penuh kalau seseorang yang mengikuti program tersebut sudah memasuki usia pensiun itu (56 tahun).

Dalam undang-undang, lanjut Hanif, memang JHT bisa dicairkan kalau masa iuran sudah 10 tahun. "Jadi kalau orang sudah memenuhi masa iuran 10 tahun, dia bisa mengambil 10% untuk keperluan apa saja. Dia bisa mengambil 30% untuk keperluan perumahan, karena ini merupakan bagian dari upaya mendorong agar kesejahteraan pekerja, terutama soal perumahan, teratasi," kata Hanif seraya mengingatkan, pengambilan JHT tidak boleh dobel, harus salah satunya. "Kalau full berarti pada saat dia berumur 56 tahun,"tegasnya

Sebelumnya 5 tahun kan?

"Lima tahun itu sebenarnya titik tolaknya karena krisis ekonomi dulu. Itukan peraturan Menaker.  Kalau dalam UU Tahun 92 yang mengantur soal itu sebelumnya, malah tidak ada skema untuk bisa mengambil pada masa iuran tertentu," jelas Hanif.

Tapi dengan lahirnya UU dan PP yang baru, menurut Menaker, ketentuan  itu sudah tidak berlaku lagi.

Dijelaskan Hanif, kalau dulu pecairan JHT tidak pakai masa iuran, malah langsung 56 tahun. Kalau sekarang ini malah pakai masa iuran yang 10 tahun. "Jadi sebenarnya dari segi mekanisme ini lebih mudah, dari segi manfaat ini jauh lebih baik dan besar daripada regulasi sebelumnya," ujarnya.

Menaker meyakini, program JHT BPJS Ketenagakerjaan itu lebih baik dari Jamsostek karena manfaatnya jauh lebih besar. Ia mengambil cotoh, kalau bicara soal kecelakaan kerja, kalau dulu ada batas tertentu secara nominal. Tapi sekarang sampai sembuh. Setelah sembuh kemudian dibuatkan lagi manfaat tambahan namanya return to work.

"Jadi kalau ada orang sakit disembuhkan sampai sembuh kemudian dikembalikan lagi untuk bekerja. Jadi ini komitmen konkret dari pemerintahan Jokowi-JK," pungkas Menaker.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Achmad Fauzi
Editor: Achmad Fauzi

Advertisement

Bagikan Artikel: