Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Ini Respons Menaker Terkait Petisi JHT

Warta Ekonomi -

WE Online, Jakarta - Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Hanif Dhakiri hari ini merespon petisi untuk membatalkan pencarian dana jaminan hari tua minimal 10 tahun di BPJS Ketenagakerjaan yang dilontarkan oleh Gilang Mahardika.

"Ini penjelasan saya mengenai petisi JHT yang dibuat oleh Saudara Gilang Mahardika. Semoga menjawab sejumlah komplain yang ada dan bisa memperjelas duduk perkara JHT," katanya di Jakarta, Jumat (3/7/2015).

Melalui situs Change.org Menakertrans menyatakan, JHT (jaminan hari tua) itu fungsinya adalah perlindungan untuk pekerja saat mereka tidak lagi produktif, baik karena cacat tetap, meninggal dunia maupun memasuki usia tua. Dana JHT tersebut (secara konsep kebijakan) nantinya diterimakan kepada para peserta secara gelondongan saat mereka tidak lagi produktif.

"Sehingga masa tua peserta terlindungi dengan skema perlindungan JHT itu," katanya.

Selanjutnya dia menuliskan, dalam ketentuan UU 40/2004 tentang SJSN (Sistem Jaminan Sosial Nasional) pada Pasal 37 ayat 3 ditegaskan bahwa pembayaran manfaat JHT dapat diberikan sebagian sampai batas tertentu setelah kepesertaan mencapai minimal 10 tahun.

Pengaturan lebih lanjut tertuang dalam Peraturan Pemerintah JHT yang baru hanya menjabarkan kata "sebagian" yaitu dana bisa diambil 30 persen untuk uang perumahan dan 10 persen untuk lainnya. Selebihnya bisa diambil pada saat peserta tidak lagi produktif sebagaimana penjelasan di atas. PP JHT tentu saja tidak mungkin menabrak UU SJSN itu.

Jika pekerja di-PHK maka dapat pesangon, dan apabila yang bersangkutan dapat bekerja kembali maka kepesertaan JHT dapat berlanjut.  Jika pekerja meninggal sebelum usia 55 tahun maka ahli waris berhak atas manfaat JHT, itu ketentuan UU SJSN.

Menurut dia, aturan sebelumnya tertuang dalam UU 3/1992 tentang Jamsostek yang lebih lanjut dijabarkan dalam PP 1/2009 bahwa manfaat JHT dapat dicairkan setelah usia mencapai 55 tahun atau meninggal dunia atau pekerja di-PHK dengan ketentuan masa kepesertaan 5 tahun dan waktu tunggu 1 bulan.

"Jadi kalau ada peserta yang sudah mengiur 5 tahun dan di-PHK, maka yang bersangkutan bisa mencairkan dana JHT itu setelah ada masa tunggu satu bulan," ujar dia.

Dia mencontohkan jika pekerja di PHK masa kerja baru tiga tahun maka pencairanya menunggu sampai lima tahun, jikaa pekerja tersebut mendapat pekerjaan lagi maka kepesertaanya berlanjut meskipun di perusahaan lain.

"Pertanyaannya mengapa aturan baru berbeda? pertama, tentu karena itu mandat UU SJSN yang menegaskan klaim JHT setelah kepesertaan 10 tahun," katanya.

Kemudian, dalam UU SJSN tidak ada 'excuse' kalau terjadi PHK, yang berbeda dengan UU Jamsostek, selain itu, karena secara substansi UU SJSN dan PP JHT yang baru sebagai turunannya mengembalikan spirit JHT sebagai skema perlindungan hari tua pada saat pekerja tidak lagi produktif.

Menurut dia, kalau peserta di-PHK lalu dana JHT bisa dicairkan semua (sebelum memenuhi syarat pencairan) hal itu selain bertentangan dengan UU SJSN, juga keluar dari spirit perlindungan masa tua. Kalau masalahnya PHK kan sudah ada skema pesangon sebagai instrumen perlindungan.

JHT selama ini dikesankan seolah-olah seperti tabungan biasa, itu yang dipahami peserta selama berlakunya Jamsostek dulu. Begitu dikembalikan ke dalam semangat perlindungan hari tua sebagaimana dalam UU SJSN, maka timbullah kerisauan, walaupun dana JHT tidak akan hilang.

Sesungguhnya skema jamsos dangan empat program (Jaminan Kecelakaan Kerja, Jaminan Kematian, Jaminan Hari Tua dan Jaminan Pensiun) itu mencakup seluruh resiko para pekerja. Dia menjelaskan saat kecelakaan kerja, kematian, hari tua dan pensiun ada yang meliputi semuanya, masing-masing ada fungsi dasar dan mekanisme tersendiri, sesuai peruntukannya.

Bahkan dalam regulasi yang baru ada peningkatan manfaat bagi peserta yang lebih baik dari semua program jamsos yang ada selama ini. Menurut dia, hal ini sebenarnya terobosan baru dari pemerintah saat ini yang sangat berpihak pada peningkatan perlindungan sosial dan kesejahteraan pekerja.

"Itu kira-kira penjelasan saya. Selaku Pemerintah, saya tetap terbuka dan mendengarkan aspirasi publik terkait hal ini karena mungkin memang perlu sosialisasi lebih lanjut atau diperlukan masa transisi dari regulasi lama ke regulasi baru. Pemerintah juga membuka kemungkinan bagi adanya solusi-solusi tertentu sebagai bentuk respon terhadap realitas yang berkembang di masyarakat. Tentunya soal ini akan dikaji lebih lanjut dengan BPJS ketenagakerjaan serta instansi-instansi terkait," kata dia.

Dia menggaris bawahi dalam hal ini pemerintah melakukan pengaturan pelaksanaan mengenai jamsos dengan tidak keluar dari substansi UU SJSN dan spirit untuk mengembalikan program JHT sebagai program perlindungan masa tua. Dan penting digarisbawahi juga bahwa secara keseluruhan skema perlindungan sosial bagi tenaga kerja kita saat ini jauh lebih baik manfaatnya dibanding sebelumnya.

 Petisi tersebut telah ditandatangi sekitar 96 ribu pendukung sejak dikeluarkan pada Kamis (2/7) lalu.  Selain dialamatkan ke akun @hanifdakhiri, petisi itu juga dialamatkan ke @BPJSTKinfo, @humasnaker dan ke akun resmi Presiden @jokowi. (Ant)

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Achmad Fauzi

Advertisement

Bagikan Artikel: