Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Ini Penyebab Batik Sering Diklaim Negara Lain

Warta Ekonomi -

WE Online, Jakarta - Mantan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Rahardi Ramelan mengatakan belum adanya kesepakatan mengenai definisi batik menjadi salah satu penyebab produk batik Indonesia kerap diklaim negara lain.

Menurutnya, yang dimaksud dengan batik ialah sebuah proses kerajinan dengan mencelupkan tinta warna pada kain. Namun, dalam Undang-Undang (UU) Hak Cipta justru definisi batik adalah motif.

"Yang perlu dicermati itu apa yang diartikan dengan batik. Saya baru baca di UU Hak Cipta yang baru itu agak lain. Definisi batik itu hanya motifnya saja, yakni motif tradisional dan baru atau kontemporer. Jadi, di kita belum ada kesepakatan batik itu apa," ujar Rahardi Ramelan dalam sebuah diskusi di Kantor Kementerian Perdagangan (Kemendag), Jakarta, Kamis (30/7/2015).

Oleh sebab itu, lanjut dia, untuk menghadapi negara yang mengklaim batik sebagai produk buatannya maka Indonesia perlu mengembalikan terlebih dahulu definisi tentang batik. Sebab, yang diklaim negara lain terhadap batik sebenarnya produk tekstil yang bermotif seperti batik.

"Kita kembali pada diri kita sendiri bahwa yang mereka ciptakan itu tekstil yang bermotif seperti batik. Jadi batik hanya boleh disebut batik kalau mengikuti proses celup seperti yang kita kenal batik tulis, batik cap, dan batik kombinasi keduanya," jelasnya.

Sementara terkait peraturan teranyar Menteri Perdagangan yaitu Permendag Nomor 53/M-DAG/PER/7/2015 tentang Ketentuan Impor Tekstil dan Produk Tekstil Batik dan Motif Batik, dirinya mengapresiasi upaya Kemendag dalam memperketat impor tekstil batik dan melindungi para perajin batik di tanah air. 

"Saya sudah dengar kalau Mendag sudah berupaya membatasi tekstil yang bermotif seperti batik. Menurut saya, itu bagus. Saya apresiasi," tukasnya.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Fajar Sulaiman
Editor: Cahyo Prayogo

Advertisement

Bagikan Artikel: