Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

GPBSI: Anjloknya Penonton Karena Film Tidak Bermutu

Warta Ekonomi -

WE Online, Jakarta - Gabungan Pengusaha Bioskup Seluruh Indonesia (GPBSI) menegaskan semua film baik film asing maupun film nasional diberikan kesempatan tayang di bioskup-bioskup di bawah asosiasi tersebut.

Ketua GPBSI Djonny Syafruddin di Jakarta, Jumat (31/7/2015) menyatakan, oleh karena itu tidak benar jika ada tudingan bahwa produser film nasional merugi karena GPBSI kurang memberikan kesempatan tayang terhadap film dalam negeri.

Menurut Djonny dalam keterangan tertulisnya, yang menjadi penyebab minimnya penonton adalah merosotnya kualitas produksi film tersebut bukan karena film nasional kurang diberi kesempatan tayang.

"Semua orang boleh mengeluarkan pendapat. Namun data statistik menunjukkan bahwa anjloknya penonton pada umumnya bukan karena tidak diberi kesempatan tayang, namun karena film yang ada memang tidak bermutu," katanya.

Film-film nasional yang ditayangkan selama Lebaran, Djonny mengungkapkan, pengusaha bioskop sudah memberikan jumlah layar dengan optimal dan proporsional.

"Dari sana penonton diberi pilihan film yang ingin ditonton. Setelah itu semuanya kembali ke keputusan penonton untuk menonton film yang mana," katanya.

Terbukti, lanjutnya, saat ini "Comic8" sudah melewati batas psikologis 1 juta penonton dan "Surga Yang Tak Dirindukan" mengejar dekat di belakangnya.

Melihat minat penonton yang sangat bagus, tambahnya, bioskop juga tidak tinggal diam tetapi menambah jumlah layar dan jam pertunjukan untuk melayani minat masyarakat.

"Dari sana jelas, bahwa bioskop telah memberi kesempatan bagi film berkualitas yang diminati penonton," katanya.

Sebelumnya Ketua Persatuan Produser Fim Indonesia (PPFI) Firman Bintang mengungkapkan produser film merugi karena film nasional kurang diberi kesempatan tayang di bioskup-bioskup.

Firman Bintang mengatasnamakan Sat Tunggal, yang merupakan gabungan dari enam organisasi. Keenamnya adalah PPFI, Gabungan Pengusaha Bioskop Seluruh Indonesia (GPBSI), Karyawan Film Televisi (KFT), Persatuan Artis Film Indonesia (Parfi), Gabungan Studio Film Indonesia (GSFI), dan Persatuan Bioskop Keliling menggugat jumlah penayangan dan tata edar film nasional.

Selain itu dia mengancam akan melakukan class action kepada pemerintah.

Sementara itu terkait Pasal 32 UU Nomor UU Nomor 33 Tahun 2009 tentang Perfilman, yang juga dipersoalkan Firman Bintang, Ketua Badan Perfilman Indonesia, Kemala Atmodjo menyatakan, banyak orang hanya menyampaikan pasal tersebut sepotong demi sepotong, tanpa mengupas penjelasan pasalnya akibatnya, banyak yang akhirnya salah menafsirkan.

Salah satunya, penjelasan pasal tersebut yang mengatakan bahwa aturan pada Pasal 32 tidak berarti memperbolehkan pertunjukan film yang tidak bermutu.

"Dari sana jelas, kalau bioskop tidak menayangkan film yang tidak bermutu, itu bukan salah bioskop," kata Kemala.

Selain itu, tambahnya, yang juga banyak tidak dimengerti, bahwa dasar dari penayangan tersebut adalah screen time quota, artinya yang menjadi patokan adalah waktu penayangan, bukan jumlah judul film.

"Dengan demikian, karena juga keterbatasan layar, maka akan ada film yang memiliki waktu tayang lebih lama dibandingkan film lain. Sedangkan film yang tidak bermutu, ya memang harus menunggu," katanya.

Sementara terkait tata edar yang dipersoalkan, Djonny mengatakan, bahwa saat ini sebenarnya tata edar film sudah berjalan, bahkan tidak sedikit di antara produser yang merasakan senang dengan kondisi saat ini.

"Saat ini, produser sudah melakukan pembicaraan langsung dengan bioskop secara business to business, gak perlu lagi (peredaran film) diatur," katanya. (Ant)

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Achmad Fauzi

Tag Terkait:

Advertisement

Bagikan Artikel: