Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Bakamla: ITB Banyak Pakar Bangun Teknologi

Warta Ekonomi -

WE Online, Jakarta - Badan Keamanan Laut (Bakamla) tak meragukan terhadap peneliti Institut Teknologi Bandung dalam membangun enam unit pesawat amfibi dalam mendukung tugas Bakamla, dengan total biaya sebesar Rp45 miliar atau Rp7,5 miliar/unit.

"Secara keilmuan, ITB banyak pakarnya. Para pakar ini sudah banyak melakukan penelitian dalam membangun teknologi di industri dalam negeri," kata Kepala Bakamla Laksdya Maritim Desi Albert Mamahit di sela-sela acara family gathering dan halal bihalal Keluarga Besar Bakamla di Wiladatika Cibubur, Jakarta, Sabtu (1/8/2015).

Menurut dia, biaya pembuatan enam unit pesawat amfibi itu lebih murah dibandingkan produk luar negeri. Rusia dan Korea Selatan telah menawarkan pesawat jenis sama, namun harganya jauh lebih tinggi dibandingkan produksi ITB, yakni sekitar Rp45 miliar/unit.

Mamahit mengatakan, pesawat yang ditawarkan Rusia memang memiliki kelebihan teknologi pendukung penerjang salju maupun cara bertahan menghadapi badai. Kecepatannya juga di atas teknologi produksi ITB.

Namun jika disesuaikan dengan iklim dan geografis negara kepulauan Indonesia, Mamahit menegaskan, teknologi pesawat amfibi buatan ITB sudah cukup memadai untuk memenuhi pesawat yang dibutuhkan Bakamla.

"Memang banyak picture teknologi pesawat yang ditawarkan beberapa negara, tapi teknologi itu tak menjadi kebutuhan kita," jelas Mamahit.

Komponen teknologi pesawat amfibi yang akan dikerjakan putra-putri terbaik bangsa, untuk sekarang sudah cukup mumpuni untuk mengawasi maritim nasional hingga zona ekonomi eksklusif (ZEE).

Sekretaris Utama Bakamla, Laksamana Pertama Maritim Dicky R Munaf mengatakan, pesawat amfibi pesanan Bakamla bisa dinaiki tiga orang. Kokpit terdiri atas pilot, navigator, dan penyidik. Penyidik Bakamla menjadi awak terpenting dalam pesawat itu.

Kejahatan di laut harus ditangani pada saat itu juga oleh petugas Bakamla. Ketika satelit pusat Bakamla menemukan kejanggalan aktivitas kapal di laut, pesawat amfibi akan dikerahkan ke lokasi kapal itu. Pesawat akan mendarat di dekat kapal yang dicurigai. Penyidik selanjutnya menaiki rakit untuk menuju kapal guna melakukan pemeriksaan. "Jadi penyidikannya bisa dilakukan di laut langsung," katanya.

Bakamla sendiri sering memantau kapal-kapal asing pelaku tindakan ilegal sering berada di wilayah ZEE atau berjarak 200 mil laut dari garis pantai Indonesia. Kapal asing cenderung gampang melarikan diri ketika aparat keamanan Indonesia menyergap mereka.

"Cukup bergerak sedikit menuju laut internasional, sehingga tak bisa ditangkap petugas," ujarnya.

Dicky mengakui, untuk mengerahkan kapal patroli dari pantai ke ZEE bisa makan waktu delapan jam. Kalau pakai pesawat amfibi, waktu tempuh lebih singkat ujarnya. Pesawat amfibi, diyakininya, dapat menjadi solusi pemberantasan tindakan ilegal di laut Indonesia. Pesawat-pesawat itu akan disebar ke sejumlah pangkalan Bakamla di Batam, Manado, dan Ambon.

"Kami belum buka tender, tapi kami minta ITB segera menyelesaikan produknya," tuturnya. (Ant)

Baca Juga: Imigrasi Depak WN Turki dari Bali gegara Sembunyikan Buronan

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Achmad Fauzi

Advertisement

Bagikan Artikel: