Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Politisasi APBD dalam Pilkada 2015 Akan Kian Marak

Warta Ekonomi -

WE Online, Jakarta - Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) menilai adanya upaya politisasi APBD oleh calon petahana dalam pilkada serentak 2015.

Sekjen Fitra Yenny Sucipto menilai bahwa dari 810 pasangan calon dalam 269 daerah pelaksana pilkada serentak, terdapat sebanyak 122 petahana. Artinya, lanjut Yenny, sekitar 45 persen dari total daerah yang menyelenggarakan pilkada.

"Petahana dalam pilkada selalu memiliki nilai khusus, yaitu mempunyai 'sumber daya' anggaran dan birokrasi untuk memenangi persaingan untuk terpilih kembali dan mempertahankan kekuasaan," kata Yenny kepada Warta Ekonomi, Senin (3/7/2015).

Dia menambahkan menjelang pilkada, petahana biasanya melakukan upaya politisasi APBD demi kepentingan politiknya dalam pilkada.

"Biasanya, celahnya bisa melalui dana bantuan sosial dan dana hibah. Dana bansos dan hibah merupakan sumber daya anggaran yang paling sering diduga digunakan oleh petahana untuk kampanye agar terpilih kembali. Distribusi dana bansos dan hibah biasanya dialokasikan kepada basis-basis pemilih yang lebih condong kepada petahana," ujarnya.

"Di Banten tahun 2011 dana bansos dialirkan ke keluarga dan organisasi pendukung petahana. Selain itu, dalam pilkada di Sumatra Selatan 2012 bahkan Mahkamah Konstitusi memerintahkan pilkada ulang karena petahana terbukti menggunakan dana bansos dan hibah untuk kepentingan mempengaruhi pemilih dengan pembagian barang dan jasa," imbuhnya.

Selain itu, petahana juga biasanya menggunakan program populis seperti kesehatan dan pendidikan dengan kartu ataupun asuransi jenis lain. Celah berikutnya adalah melalui bantuan keuangan daerah provinsi.

"Adapula, lewat penambahan tunjangan gaji birokrasi. Lalu bisa lewat program infrastruktur dadakan, kalau ini pembangunan jalan sering ditemui dalam fenomena menjelang pilkada, terus biasanya petahana juga melakukan penyelewengan dana desa. Ada pula 'menjual' APBD P 2015 dan APBD 2016. Selain itu, masalah yang sangat penting adalah momentum pilkada serentak tidak sejalan dengan momentum penganggaran daerah. Dampaknya, pembiayaan pilkada di daerah terbatas karena tidak bersamaan dengan pembahasan anggaran," pungkasnya.

"Sehingga, dari masalah masalah tersebut, Fitra menilai potensi politisasi APBD dalam pilkada serentak 2015 akan sangat marak," paparnya.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Ferry Hidayat
Editor: Cahyo Prayogo

Advertisement

Bagikan Artikel: