Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Front Nahdliyin: NU Tidak Boleh Longgar dari Kapitalisme Ekstraktif

Warta Ekonomi -

WE Online, Jombang - Front Nahdliyin untuk Kedaulatan Sumberdaya Alam mengharapkan Ketua Umum NU dan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) yang akan terpilih dalam Muktamarnya yang ke-33 di Jombang, Jawa Timur ini peduli terhadap persoalan agraria.

Hal tersebut terkait banyaknya konflik agraria di pedesaan yang biasanya menjadi basis warga NU organisasi massa Islam tersebut, dinilai masih belum peka melakukan advokasi terhadap kelompoknya di pedesaan yang mengalami konflik.

"Jujur, kami belum lihat NU punya rekam jejak yang solid dan serius terhadap kerusakan dan perusakan lingkungan di Indonesia. NU tidak boleh longgar dari kapitalisme ekstraktif yang masuk ke desa-desa," kata Roy Murtadho dari Front Nahdliyin untuk Kedaulatan Sumberdaya Alam saat Konferensi Pers di Jombang, Selasa (4/8/2015).

Dalam kesempatan tersebut, Front Nahdliyin untuk Kedaulatan Sumberdaya Alam bersama Sayogya Institue, Walhi, Kontrs, Desantara dan lembaga-lembaga nonpemerintah lainnya menilai penting bahasan agraria di kalangan NU.

Hal senada juga disampaikan oleh Fathkul Khoir dari KontraS Surabaya. Ia berharap siapapun yang terpilih menjadi Ketum PBNU nantinya bisa berkontribusi besar mengayomi warga Nahdliyin di desa yang dekat dengan konflik agraria.

Fatkhul mengaku mendapat laporan ada dua petani di Lumajang yang ditahan di kantor polisi setempat karena mereka mengalami konflik agraria dengan satu perusahaan.

"Namun, belum ada tindakan pendampingan kepada mereka, padahal mereka warga NU juga," ujar Fatkhul.

Sementara itu, Eko Cahyono mengatakan dalam data yang disampikan dari Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA), sepanjang tahun 2014 ada 472 konflik agraria seluas 860.977,07 hektare yang melibatkan 105.887 Kepala Keluarga.

"Sektor infrastruktur menjadi sumber konflik tertinggi dengan prosentase 45,55 persen," ungkap Eko.

Oleh karenanya dia menekankan pentingnya pengurus NU melek persoalan agraria kerena hubungan manusia dengan tanah bukan hanya hubungan ekonomi tapi juga sosial, budaya sampai religi.

"Saat ini agenda penataan agraria belum tuntas karena rezim memaksa isu agraria timbul tenggelam menggantungkan pada kemauan segelintir orang. Konflik agraria harus dibaca secara historis sebagai bagian endapan dan akumulasi persoalan dasar bangsa akibat belum tuntasnya reforma agraria," tukasnya.

Roy Murtadho menambahkan dalam empat hari ini pihaknya mengumpulkan banyak ahli dalam bidang ilmu baik yang berasal dari lembaga pemerintah, non pemerintah, akademisi, santri sampai para korban untuk bersama mendiskusikan kondisi agraria saat ini yang juga dialami warga NU.

"Kami akan terus berkonsolidasi mengawal poin-poin penting diskusi kami selama di Muktamar ke 33 NU ini. Poin-poin itu akan kami bawa pada Ketum PBNU dan jajarannya yang baru terpilih nanti," kata Roy, menambahkan. (Ant)

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Achmad Fauzi

Tag Terkait:

Advertisement

Bagikan Artikel: