Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Wapres Akan Selesaikan Masalah Maskapai Merpati

Warta Ekonomi -

WE Online, Jakarta - Pemerintah ingin menuntaskan permasalahan utang dalam bentuk "Subsidiary Loan Agreement"/SLA terkait pesawat maskapai penerbangan Merpati buatan Tiongkok dengan cara akan menegosiasikan hal tersebut.

"Kami akan selesaikan dengan pabrik pesawatnya," kata Wakil Presiden Jusuf Kalla di kantor Wapres, Jakarta, Senin (31/8/2015).

Menurut Wapres, pihaknya sedang mencari jalan jeluar yang terbaik karena pesawat itu sudah dipesan oleh pihak Merpati sebelum maskapai itu kolaps. Pasalnya, telah ada sejumlah mekanisme perjanjian seperti terkait aspek "maintanance" (perawatan) atau "sparepart" (suku cadang).

Sebagaimana diketahui, pada tahun 2011 pernah terjadi kekisruhan terkait pembelian 15 pesawat MA-60 buatan Tiongkok oleh Merpati.

Melalui penjelasan siaran pers Kementerian Keuangan ketika itu, perjanjian pinjaman tersebut ditandatangani oleh Direktur Jenderal Pengelolaan Utang a.n. Pemerintah Indonesia dengan The Export-Import Bank of China (CEXIM Bank) pada 5 Agustus 2008.

Penandatanganan perjanjian pinjamian lunak ini dinilai sesuai dengan ketentuan yang diatur di dalam Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2006 tentang Tata Cara Pengadaan Pinjaman Dan/Atau Penerimaan Hibah Serta Penerusan Pinjaman Dan/Atau Hibah Luar Negeri, serta peraturan pelaksanaannya.

Perjanjian pinjaman dinyatakan efektif pada saat pihak CEXIM Bank menyampaikan "Notice of Effectiveness of The Loan Agreement" pada 30 Juni 2010, setelah perjanjian penerusan pinjaman ("Subsidiary Loan Agreement"/SLA) antara Pemerintah Indonesia dengan PT MNA ditandatangani pada 11 Juni 2010.

Dengan adanya SLA itu, maka Merpati diposisikan sebagai penerima barang sedangkan pembelian itu bisa dikategorikan sebagai utang Indonesia terhadap Tiongkok. Sedangkan pada 10 Februari 2014, Direktur Utama Merpati ketika itu, Capt Asep Ekanugraha, dalam konferensi pers menjelaskan kala itu, lebih dari 50 persen utang Merpati adalah kepada pemerintah dan BUMN.

Kewajiban kepada Pemerintah dalam bentuk "Subsidiary Loan Agreement/SLA" atau yang lazim disebut utang luar negeri pemerintah yang diteruskan kepada Merpati, dan utang kepada BUMN lainnya. SLA pertama terjadi ketika Merpati membeli pesawat simulator jet, sedangkan SLA kedua pengadaan sebanyak 16 unit pesawat jenis MA-60. (Ant)

Baca Juga: Imigrasi Depak WN Turki dari Bali gegara Sembunyikan Buronan

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Achmad Fauzi

Advertisement

Bagikan Artikel: