Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

BI: Krisis Ekonomi Sekarang Berbeda dengan Krisis 1998

Warta Ekonomi -

WE Online, Jakarta - Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia (BI) Malang Dudi Herawadi mengemukakan Indonesia sekarang ini bukan krisis valuta asing, melainkan krisis pangan karena struktur ekonomi di Tanah Air akibat tingginya angka impor bahan pangan.

"Insya Allah kondisi ekonomi sekarang ini berbeda dengan 1998 yang menjadikan Indonesia benar-benar krisis. Yang menjadikan kurs rupiah terhadap dolar AS terus melemah, bukan karena valutanya, tapi masalah utamanya adalah krisis pangan karena banyak bahan pangan yang impor," kata Dudi ketika menanggapi melemahnya rupiah terhadap dolar yang berimbas pada infalsi Agustus 2015 di Malang, Selasa (1/9/2015).

Ia mengatakan cadangan devisa saat ini cukup melimpah, yakni sekitar 107,6 miliar dolar AS atau ekuivalen dengan tujuh bulan impor atau 6,8 bulan impor plus membayar utang. Padahal, standar bawah minimal adalah tiga bulan impor.

Kondisi saat ini, lanjutnya, berbeda dengan tahun 1998, cadangan devisa hanya sebesar 38 miliar dolar AS, pertumbuhan ekonomi minus 13,5 persen, sedangkan sekarang ekonomi tumbuh plus minus 4 persen.

"Sebenarnya kondisi valuta kita cukup aman, hanya karena banyak bahan pangan yang impor, akhirya seolah-olah krisis valuta," ujarnya.

Sebenarnya, kata Dudi, tidak hanya Indonesia yang mengalami pelemahan mata uang, tetapi ada beberapa negara yang terimbas, seperti dolar Auastralia, dolar Selandia Baru, dolar Kanada, dan Ringgit Malaysia.

"Yang pasti kondisi sekarang ini berbeda dengan krisis ekonomi 1998 dan Insya Allah tidak akan terjadi seperti tahun itu. Kita harus yakin dengan berbagai kebijakan yang diambil pemerintah, kondisi rupiah dan perekonomian kita akan kembali normal, stabil dan rupiah menguat kembali terhadap dolar," harapnya.

Menurut dia, salah satu upaya yang mampu menekan laju depresiasi rupiah terhadap dolar adalah mengurangi impor bahan pangan, termasuk kedelai dan bahan pangan pokok lainnya yang dampaknya cukup besar.

"Harapan kita kan bisa swasembada pangan, tidak hanya beras, tapi juga daging agar angka impor bahan pangan bisa dikurangi. Kalau menghapus sama sekali memang belum mampu, tapi paling tidak bisa ditekan," ujarnya. (Ant)

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Achmad Fauzi

Advertisement

Bagikan Artikel: