Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Ujian di Tengah Mengejar Keutamaan di Mina

Warta Ekonomi -

WE Online, Jakarta - Jumlah jamaah Indonesia yang menjadi korban dalam peristiwa Mina terus bertambah, seiring dengan keberhasilan tim Panitia Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) mengidentifikasi jenazah di pemulasaran mayat, Al Mu'ashim, Mekkah.

Jumlah tersebut masih akan bertambah, mengingat masih ada jamaah yang hilang atau belum kembali ke pemondokan mereka masing-masing.

Meski situasi relatif telah bisa dikendalikan karena otoritas Arab Saudi semakin membuka akses untuk kerja sama mengidentifikasi korban, namun peristiwa itu menimbulkan galau dan duka mendalam, tidak hanya pada keluarga korban, tapi juga pemimpin delegasi haji Indonesia.

Kurang dari 12 jam setelah kejadian di Jalan 204, Mina itu, raut wajah Menteri Agama Lukman Saifuddin tidak lagi sama. Sorot matanya yang tajam tiba-tiba meredup. Ada kesedihan bercampur kegelisahan.

Sesekali Lukman yang juga Amirul Hajj atau pemimpin jamaah haji itu mengangkat telepon. Kemudian tidur-tiduran di atas karpet, namun akhirnya berjalan sendiri keluar tenda tanpa pengawalan.

Malam pertama mabit (menginap) di Mina pada 10 Zulhidjah atau 24 September 2014 dilaluinya dengan kegalauan yang tidak lagi bisa disembunyikan.

Apalagi sebelum musibah Mina terjadi, ia menyaksikan sendiri malam menjelang wukuf di Arafah, sejumlah tenda roboh di Maktab 8. Niatnya memberi pelayanan terbaik untuk jamaah sedikit ternoda.

Mantan Wakil Ketua MPR RI itu pun hampir tidak percaya, peristiwa Mina itu merengut banyak warga negara Indonesia (WNI), karena Jalan 204, Mina itu, bukan jalur yang biasa dilewati jamaah haji Indonesia.

"Jalur itu biasanya dilewati jamaah dari Timur Tengah dan Afrika," katanya.

Selain itu, pemerintah juga telah mengimbau agar jamaah menghindari waktu padat lontar jamrah Aqobah, 10 Zulhidjah (24/9) yaitu pada pukul 08.00-13.00 WAS.

Namun ternyata imbauan dan permintaan pemerintah tu tidak digubris oleh sebagian jamaah yang lebih mengutamakan waktu afdal dibandingkan mempertimbangkan keselamatan mereka.

Dialihkan "Kami sudah terbiasa mengambil lontar jamrah jam segini, kalau bisa ambil yang afdal kenapa tidak dilakukan. Selama ini tidak pernah terjadi musibah seperti ini," kata Aceng Saifuddin, jamaah dari Bandung, Jawa Barat.

Memang pagi itu, 10 Zulhidjah sekitar pukul 06.00 WAS, sejumlah rombongan dalam kelompok terbang (kloter) 61 embarkasi Jakarta-Bekasi (JKS 61) yang membawa jamaah dari Bandung, Jawa Barat, bersiap menuju Jamarat dengan harapan pukul 08.00 WAS sudah bisa melaksanakan salah satu wajib haji itu.

Jarak tenda penginapan yang relatif jauh dari Mina Jadid ke Jamarat, membuat beberapa kelompok jamaah di kloter tersebut bersiap lebih pagi.

Ada rombongan yang menunda makan pagi mereka, ada yang pula yang sarapan terlebih dahulu. Semua tergantung kebijakan kepala rombongan.

Salah satunya, rombongan Enok Sekarningsih dari Tasikmalaya, berangkat lebih pagi. "Rombongan kami berangkat pagi sekitar jam enam, tanpa makan lebih dulu," katanya.

Enok dan anggota rombongan lainnya yang berjumlah sekitar 40 orang termasuk jamaah kloter JKS 61 yang selamat dari musibah Mina tersebut.

"Saat kami berangkat, jalur ke arah Jamarat melalui Jalan King Fahd masih bisa dilalui," kata guru di Rajapolah itu Namun, tidak demikian untuk tiga rombongan terakhir (2, 8, dan 9) JKS 61. Ketika mereka akan menuju Jamarat, di pertigaan jalan mereka dipaksa Askar, petugas keamanan Arab Saudi, untuk berbelok ke kiri.

"Kami paham jalur yang harus dilalui jamaah Indonesia adalah lurus ke King Fahd, tapi askar menyuruh kami belok kiri dan menutup jalan yang lurus," kata Acep Saifudddin (48).

Akibatnya, Acep dan dua rombongan mereka mengikuti arus jamaah yang mengarah ke jalan 204. Ternyata jalan itu juga menjadi titik pertemuan jamaah dari jalan lainnya sehingga terjadi kepadatan yang luar biasa.

"Mungkin saat itu satu meter jalan bisa diisi sepuluh orang, padat sekali," kata saksi lain Fathah Maruf (51) dari JKS 61.

Menurut dia, pada saat yang bersamaan, jalur menuju Jamarat dari Jalan 204 itu ditutup oleh askar.

Jamaah di depan pun berhenti mendadak, sementara arus jamaah dari belakang terus melaju dan mendesak ke depan sehingga terjadi aksi dorong yang menyebabkan banyak jamaah jatuh dan terinjak-injak.

Korban Pada saat itulah banyak jamaah mulai bertumbangan, terutama orang tua dan perempuan. Mereka jatuh dan terinjak-injak jamaah yang terus merangsek dari belakang.

Bagi jamaah Indonesia yang tinggal di Mina Jadid, kondisi lelah sehabis berjalan cukup jauh dan panas yang terik mencapai 40 derajat, membuat semakin kehilangan tenaga untuk bertahan.

"Banyak di antara kami yang jatuh terinjak kemudian tidak bergerak lagi, ada yang mampu berjalan kemudian pingsan," kata Fathah.

Dalam situasi kalut, ia pun akhirnya bersama sang istri, Euis Rohaeti, terpaksa menginjak jamaah yang sudah jatuh untuk melompat melewati barikade askar yang menutup jalan menuju Jamarat.

"Situasinya sudah kacau, Askar masih tetap menutup jalan. Istri saya melompat melewati barikade, kemudian saya, dan sebagian teman-teman seregu, sehingga kami selamat," kata Fathah.

Sampai saat ini, pegawai Telkom itu mengaku juga tidak mengerti alasan Askar menutup jalan ke arah Jamarat, padahal jalan tersebut lengang. "Ini yang harus dijelaskan," ujarnya.

Hal yang sama juga menjadi pertanyaan jamaah dari kloter 10 embarkasi Makasar (UPG 10), Hasmawati binti Muhammad Kasim yang kehilangan kakak perempuannya dalam peristiwa itu.

Ibu dua anak itu merasa heran di tengah jalan yang penuh sesak jamaah dan korban berjatuhan, pintu maktab yang berisi tenda-tenda jamaah negara lain, tidak dibuka petugas maktab, meski melihat kejadian tragis tersebut.

"Padahal itu (pintu maktab) bisa menjadi salah satu upaya untuk mengurai kepadatan," katanya.

Istri kepala desa di Kabupaten Majene itu selamat karena pertolongan jamaah lain yang menyuruhnya naik melompati pagar maktab.

"Jamaah laki-laki itu menyorongkan tangannya untuk saya naiki agar bisa melompat pagar maktab," ujar Hasmawati.

Menurut korban selamat lainnya Muhammad Zuhdi Ibrahim dari kloter 14 embarkasi Batam (BTH 14), kondisi saling dorong, terdesak, dan terinjak tersebut berlangsung selama hampir dua jam, dalam cuaca yang sangat terik, sehingga banyak jamaah yang tumbang kelelahan, dehidrasi, dan lain-lain.

"Istri saya sampai berteriak histeris, ketika berhasil selamat dan duduk di pinggir jalan yang menjadi tempat penumpukan jenazah. Banyak yang meninggal, kebanyakan berwajah Timur Tengah dan Afrika," kata pensiunan PNS Kementerian Pekerjaan Umum dari Pontianak Kalimantan Barat itu.

Sampai Sabtu (3/10) jumlah foto jenazah yang dirilis otoritas Arab Saudi di pemulasaran mayat di Al Mu'ashim mencapai sekitar 2.000 foto.

Dari jumlah tersebut sebanyak 95 warga negara Indonesia teridentifikasi menjadi korban meninggal dalam peristiwa itu. Selain itu 34 jamaah haji Indonesia belum kembali ke pemondokan hingga Sabtu pukul 08.00 WAS.

Jumlah korban meninggal diperkirakan terus bertambah seiring dengan masih ada jenazah yang belum berhasil diidentifikasi karena sulit dikenali setelah melampaui tujuh hari.

"Ini sesuatu yang amat sangat mahal, sehingga ke depan harus dijadikan pelajaran dan diambil hikmahnya," ujar Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin yang mengaku sangat terpukul dengan kejadian itu. (Ant)

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Achmad Fauzi

Tag Terkait:

Advertisement

Bagikan Artikel: