Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Bareskrim: Penyidikan Kasus Pilkada Tidak Gunakan KUHAP

Warta Ekonomi -

WE Online, Jakarta - Badan Reserse Kriminal Polri menyatakan mekanisme penyidikan tindak pidana dalam pemilihan kepala daerah oleh polisi menggunakan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015, bukan menggunakan KUHAP maupun KUHP.

"Kita harus ubah 'mindset' kita bahwa yang dipakai itu UU Nomor 8 Tahun 2015 tentang Perubahan atas UU Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Perpu Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Wali Kota dalam rangka penyidikan tindak pidana pemilihan gubernur, bupati dan wali kota 2015," kata Kepala Bareskrim Polri Komjen Polisi Anang Iskandar dalam Seminar Sekolah Sespimmen Dikreg Ke-55 T.A. 2015 bertajuk Pilkada Serentak, Permasalahan dan Pemecahannya, di Jakarta, Selasa (6/10/2015).

Anang menjelaskan bahwa UU tersebut merupakan UU khusus yang bisa mengesampingkan UU yang bersifat umum. Dengan demikian, mekanisme penyidikannya berbeda dengan hukum acara pidana secara umum.

"Dalam pelanggaran tindak pidana Pilkada, kita jangan lagi terlalu berorientasi pada Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) dan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)," ujarnya.

Dalam mekanisme penyidikan kasus tindak pidana pemilihan kepala daerah tahun 2015, kata dia, Polri menunjuk para penyidik yang berkompeten untuk bertugas di Sentra Penegakan Hukum Terpadu (Sentra Gakkumdu). Ia juga mengingatkan penyidik Polri dalam Sentra Gakkumdu tidak bisa langsung menyidik kasus tindak pidana pilkada, kecuali atas laporan dari Bawaslu.

"Penyidik Polri tidak menerima laporan dugaan tindak pidana pemilihan dari masyarakat, tetapi hanya menerima penerusan laporan dari pengawas pemilihan," ujarnya.

Ia mengatakan bahwa pelaporan kasus pilkada dilakukan oleh masyarakat ke Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dalam jangka waktu maksimal tujuh hari setelah terjadinya dugaan tindak pidana pilkada. Kemudian, temuan itu diklarifikasi oleh Bawaslu untuk menentukan jenis pelanggaran yang terjadi.

"Klarifikasi Bawaslu ini waktunya 1 X 24 jam," katanya.

Anang menyebut ada empat jenis pelanggaran pilkada yang ditentukan oleh Bawaslu, yakni pelanggaran administrasi (diproses di KPU), masalah pelanggaran kode etik (diproses di DKPP), sengketa hasil pemilu (diproses di Mahkamah Konstitusi), dan tindak pidana pemilihan gubernur, bupati, wali kota.

Lebih lanjut, dia menyebut bila Bawaslu menemukan adanya tindak pidana dalam kasus yang dilaporkan, kasus tersebut diserahkan ke Sentra Gakkumdu.

Kemudian, para penyidik Sentra Gakkumdu akan melakukan pembahasan untuk menemukan unsur tindak pidana dan menentukan pasal yang dilanggar.

"Di sini (Sentra Gakkumdu) saringannya supaya kasus-kasus (yang diduga mengandung tindak pidana) benar-benar bisa dibawa ke pengadilan," katanya.

Ia menambahkan bahwa jika unsur tindak pidana terpenuhi dalam kasus tersebut maka selanjutnya kasus akan diserahkan kepada penyidik Polri untuk diusut. (Ant)

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Achmad Fauzi

Advertisement

Bagikan Artikel: