Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Menkumham: Revisi UU KPK Masih Wacana

Warta Ekonomi -

WE Online, Jakarta - Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Hamonangan Laoly menilai bahwa revisi Undang-undang No 30 tahun 2004 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi masih sebatas wacana sehingga dirinya tidak ingin berkomentar lebih jauh mengenai hal tersebut.

"Ini masih tahap wacana di DPR, lah, jadi gak enak meneruskan komentar. Belum tahulah, nanti kalau sudah sampai sana kita lihat, kami mau berkomentar, bukan takut apa-apa, takut heboh sendiri, belum apa-apa sudah heboh sendiri," kata Yasonna seusai perayaan hari ulang tahun Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) di Jakarta, Jumat (9/10/2015).

Revisi UU KPK berisi 73 pasal yang diajukan oleh 35 anggota DPR dari 6 fraksi DPR yaitu fraksi PDI-Perjuangan, Partai Nasdem, Partai Golkar, PPP, Partai Hanura dan PKB ke Badan Legislasi (Baleg) DPR pada Selasa (6/10).

"Ini kan masih tahap wacana, kita lihat saja, pemerintah sudah jelas sikapnya, kita menunggu seperti apa revisi untuk melemahkan KPK, tentu gak mungkin kita lakukan. Tapi kalau dalam rangka penguatan, penyempurnaan, ya kita lihat dulu modelnya seperti apa," tambah Yasonna.

Menurut Yasonna, pemerintah melalui Kemenkumham juga berhak mengajukan Daftar Inventaris Masalah (DIM) dalam perubahan UU KPK ini.

"Kami juga berhak menyampaikan DIM, kalau usul DPR ya kita buat DIM-nya. DIM dibuat itu kalau diajukan ke presiden, baru kemudian baru presiden menunjuk siapa yang ditugaskan," ungkap Yasonna.

Sehingga Yasonna menilai untuk membiarkan lebih dulu anggota DPR menyerap aspirasi masyarakat sebelum pemerintah menyampaikan respon resmi.

"Kita biarkan saja lah temen-temen DPR mendengar apa yang disampaikan masyarakat, kita tunggu karena kita bereaksi terhadap sesuatu yang belum ada, belum resmi, tidak baik, jadi kita nanti mengomentari sesuatu yang belum pasti kan tidak enak juga," tambah Yasonna.

Yasonna pun membantah konsep revisi UU KPK yang sudah beredar di masyarakat merupakan konsep yang diajukan Kemenkumham pada Juni 2015 lalu namun sudah ditolak oleh Presiden Joko Widodo.

"Dari dulu kan revisi garis besarnya diusul DPR, karena kesepakatan mengenai perppu KPK yaitu Komisi III menginginkan kami menerima perppu KPK, tapi ada usulan revisi hanya seolah-olah datang dari kita," ungkap Yasonna.

Terdapat sejumlah kejanggalan dalam RUU KPK tersebut, misalnya pertama KPK diamanatkan untuk hanya fokus untuk melakukan upaya pencegahan dan menghilangkan frase pemberantasan korupsi (pasal 4); kedua KPK dibentuk untuk masa waktu 12 tahun sejak undang-undang ini diundangkan (pasal 5); ketiga penghilangan wewenang penuntutan oleh KPK maupun monitor terhadap penyelenggaraan pemerintah negara sebagaimana pasal 7 butir d yaitu melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap tindak pidana korupsi yang diatur dalam Undang-Undang ini dan/atau penanganannya di Kepolisian dan/atau kejaksaan mengalami hambatan karena campur tangan dari pemegang kekuasaan, baik eksekutif, yudikatif atau legislatif.

Keempat, penghilangan butir menyelenggarakan program pendidikan antikorupsi pada setiap jenjang pendidikan pada pasal 8; kelima batasan kerugian negara paling sedikit Rp50 miliar dan bila di bawah jumlah tersebut maka KPK wajib menyerahkan tersangka dan seluruh berkas erkara kepada kepolisian dan kejaksaan (pasal 13); keenam penyadapan hanya boleh dilakukan setelah ditemukan bukti permulaan yang cukup dengan izin dari Ketua Pengadilan Negeri (pasal 14); ketujuh penghilangan butir KPK dapat membentuk perwakilan di daerah provinsi (pasal 20).

Kedelapan, pembentukkan Dewan Eksekutif sebagai pengganti Tim Penasihat (pasal 22 huruf b); Kesembilan, Pengangkatan Dewan Esekutif yang disebut bekerja membantu KPK dalam melaksanakan tugas sehari-hari (pasal 23-24); Kesepuluh, anggota Dewan Eksekutif terdiri atas Pegawai Negeri pada Kepolisian Negara Republik Indonesia, Kejaksaan Republik Indonesia, Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan dan Kementrian yang membidangi komunikasi dan informasi (pasal 25); Kesebelas, pertambahan usia minimal pimpinan KPK menjadi 50 tahun (pasal 30).

Kedua belas, penambahan syarat berhalangan tetap atau secara terus-menerus selama lebih dari 3 bulan tidak dapat melaksanakan tugasnya untuk pimpinan KPK yang berhenti atau diberhentikan (pasal 33); Ketiga belas, penambahan fungsi Dewan Kehormatan untuk memeriksa dan memutuskan pelanggaran kewenangan yang dilakukan komisioner KPK dan pegawai KPK (pasal 39); Keempat belas, KPK berhak mengeluarkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) suatu perkara korupsi (pasal 42); Kelima belas KPK hanya dapat mengangkat penyelidik atas usulan dari kepolisian atau kejaksaan (pasal 45).

Keenam belas, penyitaan harus berdasarkan izin Ketua Pengadilan Negeri (pasal 49); Ketujuh belas, masih adanya pengaturan wewenang penuntutan dalam pasal 53; dan Ketujuh belas pembatasan UU hanya berlaku selama 12 tahun setelah UU diundangkan yang artinya juga masa berdiri KPK pun hanya 12 tahun (pasal 73). (Ant)

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Achmad Fauzi

Advertisement

Bagikan Artikel: