Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

KSPI: Pemerintah Kebablasan Berpihak ke Pengusaha

Warta Ekonomi -

WE Online, Jakarta - Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal menilai pemerintah telah kebablasan dalam berpihak kepada pengusaha dengan adanya Rencana Peraturan Pemerintah (RPP) Pengupahan yang berbasis formula inflasi dan pertumbuhan ekonomi.

"Karena itu, KSPI akan merespon dengan harapan RPP Pengupahan diundur pengesahannnya sambil mencari formulasi yang tepat," kata Said Iqbal melalui siaran pers dari KSPI diterima di Jakarta, Selasa (13/10/2015).

Iqbal mengatakan perlambatan ekonomi dan penurunan nilai rupiah memang memberikan dampak pada pengusaha dan buruh, termasuk bagi pemerintah. Namun, masih ada pertumbuhan di beberapa sektor ekonomi Indonesia yang di atas rata-rata negara lain.

Menurut Iqbal, KSPI mendukung rencana pemerintah yang akan memberikan insentif dan proteksi termasuk kelonggaran bagi dunia usaha untuk mengatasi perlambatan ekonomi dan penurunan nilai rupiah.

"Namun, kalangan buruh cukup kaget ketika pemerintah berencana mengeluarkan RPP Pengupahan tanpa berdiskusi dan berdialog dengan serikat pekerja terlebih dahulu," tuturnya.

Iqbal mengatakan upah minimum penting bagi buruh sebagai standar hidup. Karena itu, setiap tahun buruh selalu memperjuangkan kenaikan upah minimum melalui perundingan di dewan pengupahan. Kenaikan upah minimum berarti kenaikan standar hidup.

"Kalau pemerintah menetapkan kenaikan upah minimum dengan formula inflasi dan pertumbuhan ekonomi, maka proses perundingan upah minimum sudah tidak ada lagi," ujarnya.

Menurut Iqbal, RPP Pengupahan yang dirancang pemerintah tidak menjawab persoalan dan harapan buruh yang menginginkan adanya perbaikan dan peningkatan upah.

Padahal, upah minimum Indonesia saat ini sudah tertinggal dari upah minimum negara-negara tetangga yang telah mencapai angka Rp4 jutaan.

"Tuntutan buruh agar komposisi komponen hidup layak (KHL) direvisi dari 60 butir menjadi 84 butir tidak pernah diakomodasi. Bahkan tuntutan agar kualitas komposisi KHL diperbaiki juga tidak pernah didengar," katanya. (Ant)

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Achmad Fauzi

Tag Terkait:

Advertisement

Bagikan Artikel: