Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Pemerintah Harus Terbuka Soal 'Dwelling Time'

Warta Ekonomi -

WE Online, Jakarta - Pengamat kelautan Reza Ginting menginginkan pemerintah terbuka terkait dengan persoalan "dwelling time" (bongkar muat) seperti apakah dengan pendekatan hukum yang diterapkan telah membawa keberhasilan dalam menurunkan waktu bongkar muat.

"Apakah sudah ada penurunan dweling time itu? Ini untuk melihat apakah langkah-langkah yang telah dilakukan pemerintah benar-benar langkah strategis atau hanya reaktif saja tanpa ada kejelasan hasil dan penyelesaiannya," kata Reza Ginting dalam siaran pers yang diterima di Jakarta, Selasa (13/10/2015).

Reza yang merupakan Wakil Sekretaris Bidang Maritim DPP Gerakan Angkatan Muda Kristen Indonesia itu juga mengingatkan bahwa ada beberapa langkah yang telah dilakukan pemerintah seperti melalui aparat hukum melakukan penangkapan pihak yang diduga tersangkut kasus perizinan impir, serta penggeledahan kantor Pelindo II.

Selain itu, ujar dia, terdapat pula dahulu wacana Menko Maritim Rizal Ramli yang ingin mengaktifkan rel kereta langsung ke dermaga.

Ia berpendapat mesti dengan beragam langkah itu, saat ini dinilai masih belum ada perubahan yang cukup dalam hal penanganan bongkar muat sehingga seharusnya pemerintah memberikan penjelasan yang seterang-terangnya kepada publik.

"Penanganan permasalahan pelabuhan harus ditangani dengan matang agar masalahnya tidak semakin meluas. Aktivitas di pelabuhan tidak terlepas dari kegiatan bongkar muat dari kapal ke lapangan, dan kegiatan keluar masuk barang dari luar pelabuhan ke lapangan penumpukan," katanya.

Menurut Reza, sejak kasus dugaan korupsi di Pelindo dipermasalahan, hal itu mengakibatkan dampak terhadap kecepatan aktivitas bongkar muat.

Hal tersebut, lanjutnya, khususnya terjadi di Pelindo II yang mengalami penurunan bongkar muat yang juga berdampak kepada antrean kapal.

"Kalau sudah kecepatannya menurun ya dampaknya antrian kapal itu. Jadwal kapal bisa kacau, dan makin tinggi saja biaya logistic itu. Kapal itu biayanya besar, apalagi kalau sampai delay," ucap Reza.

Untuk itu, ia juga mengutarakan harapannya agar penanganan permasalahan waktu bongkar muat dilakukan secara tepat dan jangan permasalahan yang ada malah semakin melebar.

Sebelumnya, Penyidik Polda Metro Jaya telah melimpahkan berkas dan tersangka Eryatie Kuwandy alias Lusi beserta barang bukti terkait dugaan kasus suap dan gratifikasi "dwelling time" di Pelabuhan Peti Kemas Tanjung Priok kepada Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta.

"Kejaksaan telah menyatakan P21 (lengkap) terhadap berkas tersangka L (Lusi)," kata Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya Komisaris Besar Polisi Mujiyono di Jakarta, Rabu (30/9) malam.

Penyidik kepolisian menyerahkan barang bukti berupa dokumen PT GSA yang dipimpin Lusi dan uang tunai 10.000 dolar Singapura, 25.000 dolar Singapura, dan beberapa unit telepon selular.

Mujiyono mengungkapkan Lusi berperan sebagai pemberi suap kepada Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan RI Partogi Pangaribuan yang telah ditetapkan menjadi tersangka penerima suap.

Tersangka Lusi, menurut Mujiyono menyerahkan sejumlah uang kepada Partogi sekitar Juni-Juli 2015 agar menerbitkan surat izin importir garam kepada PT GSA. Lusi dijerat Pasal 5 ayat (1) a, b, Pasal 13 Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 56 ayat 1 ke-1 KUHP dengan ancaman hukuman paling lama lima tahun penjara. (Ant)

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Achmad Fauzi

Advertisement

Bagikan Artikel: