Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

DPR dan ESDM Ribut, Freeport Tertawa Paling Keras

Warta Ekonomi -

WE Online, Jakarta - Pengamat komunikasi politik dari Universitas Paramadina Hendri Satrio berpendapat bahwa kegaduhan yang terjadi pada sektor energi dan sumber daya mineral justru akan lebih menguntungkan PT Freeport Indonesia.

"Kalau dari sisi komunikasi politik, Freeport yang 'tertawa paling keras', karena semua orang justru terpusatkan pada dua oknum yang berseteru, bukan pada esensi-esensi kontrak perpanjangan tambangnya," kata Hendri di Jakarta, Selasa (24/11/2015).

Hendri mengingatkan bahwa bangsa Indonesia terlalu besar dibandingkan dengan hanya urusan Freeport, masih banyak hal yang seharusnya layak menjadi perhatian, seperti KTT G20, dan kebijakan-kebijakan yang belum terealisasi. Namun, Hendri tetap mengingatkan bahwa, sebaiknya kasus pencatutan nama presiden dan wakil presiden tersebut tetap dibawa ke ranah hukum, karena Indonesia adalah negara hukum.

"Kenapa faktanya hanya dibuka setengah-setengah? kalau ingin membuktikan ya harus dibuka semuanya dihadapan hukum, karena akan menghilang begitu saja jika terus dibawa pada isu politik," ucapnya.

Ia juga menyayangkan kalau kegaduhan tersebut justru membuat masyarakat sekitar dirugikan terkait kontrak Freeport yang menjadi polemik.

Sementara itu, Pemerintah Kabupaten Mimika, Papua, hingga Selasa (24/11/2015), belum pernah dilibatkan oleh pemerintah pusat untuk membicarakan kelanjutan izin operasi pertambangan PT Freeport Indonesia setelah berakhirnya kontrak karya tahap dua 2021.

Kepala Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi, dan Perumahan Rakyat Mimika Dionisius Mameyau mengatakan bahwa pemerintah pusat melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral selama ini hanya mengundang PT Freeport Indonesia.

"Pemerintah Kabupaten Mimika hingga sekarang belum pernah diundang oleh pemerintah pusat. Kami tidak tahu dengan Pemprov Papua apakah pernah diundang atau tidak?" ujar Dionisius.

Ia mendukung penegasan Presiden RI Joko Widodo bahwa pembicaraan menyangkut kelanjutan operasi pertambangan PT Freeport di Kabupaten Mimika baru akan dimulai pada tahun 2019 atau dua tahun sebelum berakhirnya masa kontrak karya Tahap II Freeport tahun 2021.

"Yang kami lihat selama ini tidak konsisten dengan UU Minerba (UU Nomor 4 Tahun 2009) sehingga menimbulkan polemik berkepanjangan. Seharusnya, hal ini baru dibicarakan pada tahun 2019. Akan tetapi, kita sudah mulai start sejak sekarang," kata Dionisius yang merupakan putra Suku Kamoro, salah satu dari dua suku asli di Kabupaten Mimika itu.

Dionisius mengingatkan pejabat-pejabat teras Jakarta untuk memperhatikan UU No. 21/2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua taatkala membahas kelanjutan kontrak pertambangan Freeport di Mimika. (Ant)

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Cahyo Prayogo

Advertisement

Bagikan Artikel: