Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

CITA: Kinerja Dirjen Pajak Perlu Dievaluasi

Warta Ekonomi -

WE Online, Jakarta - Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo mengatakan kinerja Direktur Jenderal Pajak perlu dievaluasi karena performa yang kurang efektif dalam menjaga penerimaan pajak.

"Saya kira kinerja Dirjen Pajak perlu dievaluasi, karena ini juga menyangkut 'leadership' yang tidak efektif. Ia kurang bisa membangun koordinasi, komunikasi, dan 'teamwork'," katanya di Jakarta, Jumat (27/11/2015).

Yustinus mengatakan idealnya jabatan tertinggi di otoritas pajak diemban oleh seorang yang memiliki pemahaman terkait persoalan di lapangan, mempunyai kepempimpinan serta matang di internal agar mudah berkoordinasi serta bersinergi dengan pihak lain.

"Dirjen Pajak yang sekarang orang baik, tapi itu ternyata tidak cukup. Perlu 'leadership' kuat, komunikatif, dan 'risk taker', karena saat ini SDM yang ada sudah bagus dan bekerja profesional," ujarnya.

Yustinus memperkirakan peneriman pajak meleset jauh dari target yang ditetapkan, apalagi saat ini realisasi baru mencapai 64 persen, sehingga penerimaan pajak diproyeksikan hanya bisa mencapai di bawah 80 persen.

"Sisa waktu sampai akhir tahun paling hanya bisa berharap dari tambahan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) di kisaran lima persen atau paling maksimal 10 persen. Ditambah dengan 'reinventing policy, dan revaluasi aset, paling finish di 77 persen," ucapnya.

Namun, ia mengakui hal tersebut juga terjadi karena tidak maksimalnya berbagai program pajak yang telah direncanakan, seperti penghapusan sanksi administrasi, karena baru dilaksanakan secara efektif pada April atau Mei.

Sebelumnya, sejumlah imbauan muncul agar Presiden mau mengevaluasi kinerja Direktorat Jenderal Pajak yang gagal mengamankan penerimaan pajak tahun 2015, akibat buruknya manajemen dalam tubuh institusi pajak.

Penerimaan pajak yang di bawah potensinya tersebut bisa menimbulkan berbagai risiko dan implikasi mulai dari ekonomi hingga politik, di antaranya defisit anggaran yang berpotensi melebar, hingga kemungkinan penggantian jabatan Direktur Jenderal Pajak.

Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro mengatakan ada dua faktor yang bisa menghambat target penerimaan pajak pada 2015 yaitu lemahnya administrasi pajak dan rendahnya kepatuhan Wajib Pajak.

"Harus ada kolaborasi atau perbaikan dari dua faktor itu, agar pajak benar-benar bisa menjadi pendukung APBN. Karena kalau mau belanja yang besar, harus ada penerimaan yang besar juga, agar kita bisa menjaga pertumbuhan dan kesejahteraan masyarakat," katanya.

Menkeu memproyeksikan penerimaan perpajakan pada 2015 hanya bisa mencapai kisaran 85 persen-87 persen, dengan "shortfall" dari pajak dan bea cukai paling tinggi diperkirakan Rp180 triliun. (Ant)

Baca Juga: Imigrasi Depak WN Turki dari Bali gegara Sembunyikan Buronan

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Achmad Fauzi

Advertisement

Bagikan Artikel: