Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

2019, Pemerintah Targetkan Tidak Ada Impor BBM

Oleh: ,

Warta Ekonomi -

WE Online Cilacap- Pemerintah menargetkan tidak akan ada lagi impor bahan bakar minyak (BBM) mulai 2019. Pemerintah optimistis target ini bisa terealisasi lantaran baik pemerintah dan PT Pertamina (Persero) agresif dalam meningkatkan kapasitas maupun membangun kilang baru.

Wakil Presiden Jusuf Kalla menuturkan, kebutuhan energi nasional terus meningkat seiring dengan pertambahan penduduk dan pertumbuhan ekonomi. Sehingga, Indonesia butuh terus menerus menambah fasilitas energi, apalagi saat ini masih impor BBM untuk memenuhi kebutuhan nasional.

Wapres optimistis, Indonesia bisa swasembada dan memenuhi kebutuhan energi dalam negeri dengan proyek-proyek yang telah dan sedang dikerjakan saat ini. Termasuk di dalamnya adalah Proyek Residual Fluid Catalytic Cracking (RFCC), Proyek Langit Biru Cilacap (PLBC), serta Proyek Upgrading yang dilakukan Pertamina di Kilang Cilacap.

"Setelah (proyek) beroperasi, dan ditambah kilang TPPI, bisa mengurangi impor. Diharapkan nanti tahun 2019-2020, kita tidak ada impor lagi," kata Wapres dalam Peresmian Proyek RFCC Kilang Cilacap, Kamis (26/11).

Direktur Utama Pertamina Dwi Soetjipto menuturkan, pihaknya akan terus meningkatkan kapasitas kilang yang dimilikinya. Perseroan baru saja mulai mengoperasikan Proyek RFCC Kilang Cilacap pada kapasitas penuh. Proyek ini mampu mendongkrak produksi Premium Kilang Cilacap dari 61 ribu barel per hari (bph) menjadi 91 ribu bph, LPG menjadi 1.066 ton per hari dan produk baru Propylene 430 ton per hari.

Sebelumnya, dari pengoperasian kilang PT Trans Pacific Petrochemical Indotama (TPPI), Pertamina juga mendapat tambahan produksi Premium 61 ribu bph. Sehingga, tambahan produksi Premium dari dua proyek kilang itu mencapai 91 ribu bph. "Dengan TPPI, impor Premium berkurang 35% dan impor solar berkurang 30%," ujarnya.

Sementara penghematan devisa dari dua proyek tersebut yakni US$ 10 juta. Pengurangan impor dan penghematan devisa itu akan semakin besar setelah Pertamina merampungkan PLBC dan Proyek Upgrading Kilang Cilacap pada 2018-2019. Dwi menjelaskan, PLBC bakal bisa membuat kilang mengubah seluruh produksi Premium di Kilang Cilacap sebesar 91 ribu bph menjadi Pertamax RON 92.

Sementara Proyek Upgrading akan menambab produksi Pertamax 40 ribu bph, Avtur 40 ribu bph, Solar 60 ribu bph, Aromatik 750 ton per hari, dan Poly Propylene 472 ton per hari. "Sehingga total tambahan penerimaan sekaligus penghematan impor dan devisa sebesar US$ 22 juta dolar per hari," tutur Dwi.

Gandeng Saudi Aramco
Bersamaan dengan peresmian RFCC, Pertamina juga memulai pembangunan PLBC. Pertamina telah menetapkan JGC Corporation sebagai kontraktor proyek senilai US$392 juta. Proyek ditargetkan seleaai dalam 34 bulan setelah kontrak diteken, sehingga bisa mulai beroperasi pada 2018.

Menurut Dwi, PLBC terdiri dari tiga kegiatan utama. Pertama adalah revamping dengan mengubah pola operasi Unit Platforming I dari fix bed catalyst menjadi continuous catalyst regeneration yang memungkinkan kadar oktan dari gasoline yang diproduksi lebih tinggi. Kedua, pembangunan unit baru berupa Light Naphtha Hydro treating dan Isomerization dengan kapasitas 21.500 bph. Terakhir, pembangunan unit baru berupa utilitas dan offisite.

Untuk Proyek Upgrading, Pertamina telah meneken head of agreement (HoA) dengan Saudi Aramco. Ekspansi yang dilakukan terdiri dari tiga bagian. Pertama, unit primary melalui revamping pada CDU II dan maksimalisasi CDU I.

Kedua, unit secondary dengan revamping RFCC dari kapasitas 62 ribu bph menjadi 81 ribu bph dan pemasangan hydro cracker unit baru berkapasitas 43 ribu bph. Terakhir, unit petrokimia dengan peningkatan menonjol pada produksi paraxylene dari 280 ribu bph menjadi 485 ribu bph, serta pembangunan pabrik produksi polypropylene baru untuk naikkan produksi polypropylene menjadi 153 ribu ton per tahun.

“Untuk seluruh kegiatan tersebut kami perkirakan akan menelan investasi sekitar US$5,5 miliar. Proyek ini, sesuai permintaan Pak Wapres akan diupayakan tuntas dalam empat tahun," kata Dwi.

Setelah penandatanganan HoA, Pertamina dan Saudi Aramco akan melaksanakan site preparation dan basic engineering design. Selanjutnya akan memasuki tahap desain rinci (front end engineering design/ FEED) dan rekayasa, pengadaan, dan konstruksi (engineering, procurement, and construction/EPC). Sehingga Proyek Upgrading bakal selesai pada 2019.

CEO Saudi Aramco Amin al-Nasser mengatakan, bersama Pertamina, pihaknya ingin berkontribusi pada pertumbuhan Indonesia. Selain itu, kerja sama ini juga merupakan kesempatan bagi Saudi Aramco untuk ikut bertumbuh.

"Ini merupakan kesempatan yang bagus untuk tumbuh di pasar global. Kami di sini untuk tumbuh," tutur dia.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Boyke P. Siregar

Tag Terkait:

Advertisement

Bagikan Artikel: