Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Percepatan Proyek Infrastruktur Mampu Topang Perekonomian

Warta Ekonomi -

WE Online, Jakarta - Pembangunan infrastruktur memiliki peranan penting dalam perekonomian suatu negara. Penelitian yang dilakukan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat  menyebutkan bahwa pembangunan infrastruktur  memiliki output  multiplier yang  besar  dalam perekonomian. Peringkat  kualitas  infrastruktur yang dirilis Global  Competitiveness  Index 2014-2015 juga memperlihatkan bahwa Indonesia mengalami peningkatan. Disebutkan,  kualitas infrastruktur Indonesia saat ini berada di peringkat ke-72  dari 144 negara, di bawah Singapura dan Malaysia.

Pemerintah  telah  berupaya  untuk  mempercepat pembangunan infrastruktur melalui MP3EI sejak 2011. Adapun kontribusi sumber pembiayaan MP3EI terbesar  berasal dari swasta yakni 37,9% dan  dari BUMN 26,2%.  Dalam   draf   Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019, kebutuhan infrastruktur  2015-2019  diperkirakan  sebesar  Rp5.452  triliun.  Jadi,  tiap  tahunnya  selama  2015-2019, Indonesia membutuhkan  investasi  infrastruktur  sekitar  Rp1.090,4  triliun  atau  12%  dari  produk domestik bruto (PDB).

Sementara itu, kemampuan pemerintah dalam pembiayaan infrastruktur masih sangat terbatas. Berdasarkan  proyeksi  alokasi pendanaan  infrastruktur  RPJMN  2015-2019, dana infrastruktur yang berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) sebesar Rp1.178  triliun  atau  sekitar  22%  dari  kebutuhan infrastruktur  2015-2019.  Masih  ada financing gap sebesar  Rp4.274  triliun  atau  78%  dari  kebutuhan infrastruktur   2015-2019.   Saat   ini   total   belanja   infrastruktur dalam APBN sebesar 2,3% dari PDB, lebih rendah  dari  rata-rata  negara  berkembang  (5,5%  PDB) dan  Tiongkok  (8,5%  PDB).  Peran  aktif  BUMN,  perbankan, dan  swasta   sangat   penting   dalam   pembiayaan infrastruktur karena keterbatasan pemerintah. 

Oleh  karena  pembiayaan  infrastruktur  yang  sangat besar, maka diperlukan alternatif pembiayaan. Masih ada  potensi  pendanaan yang  dapat  dioptimalkan oleh perbankan   dan   pemerintah   untuk   pembangunan infrastruktur.    Dari    sisi    perbankan,    alternatif pembiayaan infrastruktur dapat diperoleh dari financial inclusion untuk  penguatan  perbankan  dan  modal perbankan  melalui  konsolidasi.  Ada  120  juta penduduk  Indonesia  yang  belum  memiliki  akses keuangan. Apabila  30%  dari  jumlah  tersebut  dapat diberi  akses  keuangan,  maka  dapat  memberikan tambahan  dana pihak ketiga (DPK)  sekitar  30%  per  tahun.  Selain  itu, penguatan   modal   perbankan   melalui   konsolidasi perbankan   juga   diperlukan.   Tingkat   permodalan perbankan  nasional  masih  cukup  terbatas  dan  berada di bawah  perbankan  di  ASEAN.

Mekanisme Pembiayaan Sektor Infrastruktur 

Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi) menilai sudah saatnya Indonesia memiliki bank khusus infrastruktur dan industri. "Saat ini bank-bank tidak mau memberikan pinjaman perbankan yang lebih fleksibel. Hipmi mendukung segera direalisasikan ide bank infrastruktur dan industri," ujar Ketua Umum BPP Hipmi Bahlil Lahadalia.

Bahlil mengatakan, bank khusus infrastruktur sangat mendesak mengingat bank-bank pada umumnya kesulitan memberikan pinjaman dengan tenor yang lebih panjang sebab sumber-sumber pendanaannya berasal dari dana-dana murah jangka pendek. "Dengan adanya bank infrastruktur ini, pemerintah membantu bank khusus ini mencari sumber-sumber pendanaan jangka panjang kemudian dapat disalurkan ke pinjaman-pinjaman jangka panjang juga. Jadi, tidak terjadi mismatch," ungkap Bahlil.

Menurut dia, total anggaran yang dibutuhkan untuk pembangunan infrastruktur 2015-2019 mencapai Rp5.519 triliun. Jumlah ini termasuk APBN, APBD, anggaran untuk Badan Usaha Milik Negara (BUMN), dan dari swasta.

Dari total anggaran tersebut, khusus untuk infrastruktur pembangunan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat  (PUPR) sebesar Rp2.222 triliun. Dalam alokasi RPJMN, kemampuan negara indikatif hanya sebesar Rp1.300 triliun. Jika ditambah dengan cadangan, maka semuanya adalah Rp1.400 triliun. Apabila melihat kebutuhannya yang mencapai Rp2.200 triliun, maka terdapat selisih sebesar Rp800 triliun antara kebutuhan dan kemampuan pemerintah.

Ketua Bidang Ekonomi, Keuangan, dan Perbankan BPP Hipmi Irfan Anwar memberi contoh bagaimana bank raksasa China Development Bank (CDB) asal Tiongkok sangat berperan besar di balik kisah sukses  pembangunan infrastruktur di Negeri Tirai Bambu secara besar-besaran. Sejak didirikan pada 1994, sepuluh tahun kemudian, CDB sudah membiayai 4.000 proyek infrastruktur dan industri yang digagas pemerintah. CDB mampu beroperasi berdasarkan prinsip-prinsip pembiayaan jangka panjang dan mengakomodasi kebutuhan pembiayaan proyek-proyek infrastruktur pemerintah. "Bahkan CDB mampu mengemban tugas sebagai sumber pembiayaan pembangunan infrastruktur secara besar-besaran saat Olimpiade Beijing," papar Irfan.

Alternatif Pembiayaan

Dari  sisi  pemerintah, masih   terdapat   potensi   untuk   pembiayaan infrastruktur.  Salah  satunya  melalui  utang,  dengan asumsi  utang  tersebut  dialokasikan  untuk  belanja infrastruktur.  Pemerintahan Joko Widodo dalam hal ini sudah berani memangkas subsidi bahan bakar minyak (BBM) dan mengalihkan sebagian dananya untuk membangun infrastruktur. Hal ini akan membawa efek berantai ke sektor-sektor lain. Seiring dengan arah kebijakan pemerintah yang ingin mempercepat pembangunan infrastruktur Indonesia, begitu pula dengan strategi para manajer investasi (MI) di tahun 2015. Saham-saham sektor infrastruktur bakal menjadi pilihan para MI untuk meramu portofolio reksadana saham agar bisa menghasilkan return maksimal.

Presiden Direktur Schroder Investment Management Indonesia Michael Tjoajadi mengatakan, selain tren kinerja yang bagus, sektor-sektor seperti konstruksi dan perbankan akan menjadi menarik lantaran terimbas positif dari rencana pemerintah mempercepat proyek infrastruktur. Sejumlah saham dari sektor infrastruktur bakal masuk menjadi pilihan para MI.

Kinerja Sektor Infrastruktur

Sebagai contoh, berdasarkan rilis laporan keuangan PT Nusantara Infrastructure Tbk. (kode saham META), perusahaan investasi sekaligus operator infrastruktur swasta terintegrasi di Indonesia, kembali membukukan kinerja cemerlang. Sepanjang semester I-2015, perseroan mencatatkan kenaikan pendapatan usaha sebesar 9%, hal ini mendorong pertumbuhan laba usaha meningkat 10% dibandingkan pada 2014. Perseroan mencatat laba bersih sebesar Rp70,04 miliar atau naik 41% dibandingkan posisi semester I-2015. EBITDA perseroan juga meningkat menjadi Rp151,54 miliar. Kinerja positif perseroan meningkatkan earningsper share (EPS) sebesar 41% dari Rp3,26 pada 2014 menjadi Rp4,60 pada 2015.

Kinerja positif perseroan telah berhasil meningkatkan total aset dari Rp4,07 triliun menjadi Rp4,30 triliun. Debt to equity ratio meningkat menjadi 73,5% dan debt to EBITDA dapat diturunkan sebesar 173,1% menjadi 9,88. General Manager Corporate Affairs PT Nusantara Infrastructure Deden Rochmawaty mengatakan, manajemen strategi pengembangan bisnis melalui merger dan akuisisi telah memberikan hasil yang sangat signifikan bagi peningkatan kinerja perusahaan. "Kami terus bertumbuh dan melakukan penguatan fundamental bisnis perseroan. Kontribusi anak usaha terhadap kinerja perseroan menjadi bukti bahwa strategi yang kami lakukan sudah di jalur yang tepat," kata Deden.

Dalam memberikan pelayanan, lanjut Deden, pihaknya  patuh terhadap peraturan dan standarisasi pemerintah, sehingga salah satu tolnya pada Juni lalu mendapat persetujuan untuk kenaikan tarif. Saat ini, ungkap Deden, sektor tol memberikan kontribusi lebih dari 60% terhadap pendapatan perseroan. Di sektor tol, perseroan berhasil mendapatkan sertifikasi ISO 9001, ISO 14001, OHSAS 18001 untuk tol BSD, JTSE, dan BMN di Makassar, dan melaksanakan pelebaran jembatan Tallo di Makassar sebagai langkah untuk memperlancar lalu lintas di Makassar. Selain itu, sektor tol di Makassar pun telah berhasil menjalankan Traffic Information System (TIS) sebagai bentuk kontribusi perseroan kepada pengguna jalan di kota Makassar.

Selain sektor tol, perseroan terus meningkatkan kapasitas dan pelayanan di masing-masing portofolio anak usaha. Di sektor air, perseroan menambah kapasitas distribusi penyediaan air bersihnya di Serang Timur sebesar 69%.  Di sektor tower telekomunikasi, perseroan menambah lebih dari 180 unit tower sepanjang tahun 2015. Nusantara Infrastructure memasuki sektor pengelolaan menara telekomunikasi di awal tahun 2014, dan sejak itu kontribusi sektor telekomunikasi terhadap pendapatan perseroan terus meningkat. Sepanjang semester I-2015, sektor tower, yang mengoperasikan menara serta fasilitas pendukung lainnya di DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali, Dumai, dan Riau,  memberikan kontribusi sebesar 31% terhadap pendapatan perseroan.

Deden menambahkan, dalam mengembangkan infrastruktur di Tanah Air, perseroan selalu menjaga pertumbuhan bisnis yang sehat dan positif. Untuk itu, lanjut Deden, pihaknya selalu mencari peluang untuk ekspansi dan terbuka untuk menjalin kerja sama dengan mitra-mitra lokal dan multinasional. Kerja sama yang telah dijalankan dengan mitra asing, antara lain, adalah dengan Cap Asia, Providence Equity, serta Nexco dan Jexway, salah satu operator jalan bebas hambatan terbesar di Jepang.

Di sisi lain, Gabungan Pelaksana Konstruksi Indonesia (Gapensi) juga menyambut baik rencana Kementerian PUPR untuk  mempercepat proses lelang tender berbagai proyek. Untuk tahun anggaran 2016 akan dibuka sejak Agustus 2015, dari yang sebelumnya disebutkan akan dimulai Oktober. "Gapensi akan membantu menyukseskan percepatan ini. Lebih cepat lebih baik," ujar Sekjen BPP Gapensi H Andi Rukman Karumpa.

Andi menambahkan, dengan percepatan ini, pihaknya berharap pembangunan fisik berbagai proyek sudah dimulai pada Januari 2016. Perbaikan  sistem lelang tender pekerjaan infrastruktur ini, lanjut Andi, akan membuat waktu pengerjaan menjadi lebih panjang. "Jadi, kami juga kerjanya tidak terburu-buru yang berakibat pada kualitas proyek," ungkapnya.

Belajar dari jadwal tender sebelumnya, kata Andi, sangat banyak proyek yang belum tergarap memasuki semester kedua. Akibatnya, realisasi anggaran juga berlangsung lambat dan berakibat pada rendahnya serapan anggaran bagi pertumbuhan ekonomi.

Gapensi memperkirakan, dengan jadwal ini, dampak stimulus anggaran pemerintah akan segera terasa pada kuartal I-2016, sehingga siklus melambatnya pertumbuhan pada kuartal pertama yang kerap terjadi tiap tahun dapat dihentikan.

"Kalau awal Januari anggaran sudah turun, dampaknya langsung terasa, ada konsumsi meningkat, dan pertumbuhan bisa langsung digenjot. Tidak usah tunggu-tunggu ekonomi naik pada kuartal berikut," tutur Andi.

Menurut Andi, sektor yang secara pasti dapat segera digenjot lebih kencang pertumbuhannya adalah sektor konstruksi dari anggaran negara, sebab sektor ini tidak terpengaruh baik oleh kondisi global maupun konsumsi dalam negeri.

Sebagaimana diketahui, total Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) 2015 yang diserahkan kepada kementerian/lembaga sebesar Rp647,3 triliun yang terdiri atas 22.787 DIPA. DIPA di bawah kewenangan Satuan Kerja Pemerintah Pusat berjumlah 18.648 DIPA dengan nilai Rp627,4 triliun. Adapun untuk Satuan Kerja Pemerintah Daerah (terkait dengan dekonsentrasi, tugas pembantuan, dan urusan bersama) berjumlah 4.139 DIPA dengan nilai Rp19,9 triliun.

Sumber: Majalah Warta Ekonomi Edisi 17

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: https://wartaekonomi.co.id/author/iwan_supriatna
Editor: Cahyo Prayogo

Tag Terkait:

Advertisement

Bagikan Artikel: