Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Menebar Benih Infrastruktur

Warta Ekonomi -

WE Online, Jakarta - Kondisi ekonomi Indonesia melambat, yang diindikasikan dengan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada triwulan II-2015 sebesar 4,67%. Nilai tersebut juga menunjukkan penurunan ­­jika dibandingkan pada triwulan II-2014 yang tumbuhnya sebesar 5,03%. Selain itu, ekonomi Indonesia juga diperparah dengan terus melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar AS hingga  sempat menyentuh Rp14.371 per dolar AS pada 15 September 2015.

Dengan kondisi ekonomi yang cenderung lesu, salah satu tindakan pemerintah untuk tetap menstabilkan perekonomian ialah meningkatkan belanja pemerintah. Hal ini diungkapkan oleh Gubernur Bank Indonesia Agus Martowardojo, yang meminta pemerintah mengenjot belanja pada semester II-2015 untuk mengejar pertumbuhan ekonomi di atas 5%.

Terkait dengan belanja pemerintah, Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro mengungkapkan serapan anggaran kementerian-kementerian pada sektor ekonomi mencapai 34,7% dari total pagu anggaran pada APBN-P 2015 hingga 31 Agustus 2015. Nilai tersebut hanya terlihat pada kementerian di bawah koordinasi Kementerian Koordinator (Kemenko) Bidang Perekonomian.

Bambang menjelaskan, serapan anggaran untuk kementerian di bawah Kemenko  Perekonomian sekitar Rp78,3 triliun dari anggaran sebesar Rp225,43 triliun. Namun, setidaknya terdapat 13 kementerian/lembaga yang tercatat memiliki serapan anggaran tertinggi hingga 31 Agustus 2015.

"Kementerian Keuangan merupakan kementerian yang memiliki serapan anggaran tertinggi, sebesar 59,6% atau Rp15,3 triliun dari pagu APBN-P 2015 (sebesar Rp25,6 triliun)," kata Bambang dalam paparannya belum lama ini di Gedung DPR.

Sementara itu, serapan anggaran untuk Kementerian PPN/Bappenas sebesar 47,5% dari total pagu anggaran APBN-P 2015. Disusul Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) sebesar 46,9%, Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah sebesar 39,4%, Kementerian Pertanian 37,9%, Kementerian Agraria dan Tata Ruang 32,3%, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan 30,8%, Kementerian Badan Usaha Milik Negara 29,2%, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian 28,7%, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan 28,3%, Kementerian Perindustrian 20,9%, Kementerian Perdagangan 23,5%, dan Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi yang hanya menyerap 18%  atau Rp22,3 triliun dari pagu APBN-P 2015.

Serapan anggaran tersebut memperlihatkan bahwa masih banyak belanja kementerian di bawah Kemenko Perekonomian yang masih kecil penyerapannya atau di bawah 50% dari total pagu anggaran APBN-P 2015. Namun, pemerintah juga terus berupaya mengembangkan belanja modal dan barang yang menjadi pengembangan proyek infrastruktur. Pembangunan proyek infrastruktur menjadi salah satu syarat dalam meningkatkan aktivitas ekonomi saat ini.

Infrastruktur Bisa Dongkrak Ekonomi

Pembangunan infrastruktur yang layak memang menjadi salah satu modal utama dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Bahkan ia termasuk kunci utama dalam meningkatkan daya saing produk Indonesia. Banyak pengusaha yang masih mengeluhkan sarana dan prasarana infrastruktur yang masih belum memadai. Salah satu dampaknya adalah distribusi produk barang dan jasa menjadi terhambat. Ketua Tim Ahli Wakil Presiden Sofjan Wanandi mengatakan kebutuhan infrastruktur di Indonesia masih sangat tinggi sehingga pemerintah harus selalu meningkatkan pengeluaran anggaran infrastruktur.

Sofjan yang mantan ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) itu juga menilai para pengusaha terdampak karena pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS. Para pengusaha masih mengimpor bahan baku dari luar negeri. Kondisi ini menyebabkan high cost production. Apabila pembangunan infrastruktur seperti sarana dan prasarana yang layak di Indonesia berjalan, maka distribusi barang dan jasa akan teringankan. “Sehingga  biaya transportasi untuk para pengusaha tidak begitu besar di saat perekonomian nilai tukar melemah,” jelasnya.

Saat ini pemerintah terus berupaya meningkatkan pembangunan infrastruktur yang memadai bagi masyarakat. Kepala BKPM Franky Sibarani mengatakan bahwa secara umum BKPM melihat tren realisasi sektor infrastruktur mengalami peningkatan. Sepanjang semester I-2015, BKPM mencatat total nilai realisasi investasi infrastruktur sebesar Rp72,2 triliun. Nilai ini sudah mencapai 63% dari realisasi  tahun lalu.

Sementara itu, BKPM juga mencatat pertumbuhan nilai rencana investasi cukup memuaskan di sektor ini. Selama semester I-2015, BKPM menerbitkan Izin Prinsip Investasi senilai Rp314 triliun atau meningkat lebih dari lima kali lipat dibandingkan periode yang sama tahun lalu.

Franky menambahkan, BKPM juga bekerja keras dalam menarik minat investor untuk menanamkan modal di sektor infrastruktur. Menurut dia, hal tersebut  dilakukan mengingat pemerintah masih membutuhkan lebih dari  Rp5.500 triliun untuk  membiayai seluruh  proyek infrastruktur yang akan dibangun hingga tahun 2019.

"Dari jumlah tersebut, anggaran negara hanya mampu membiayai kurang dari seperempatnya saja," katanya.

Delapan bulan terakhir, Tim Pemasaran Penanaman Modal BKPM juga telah mengidentifikasi dan sedang menindaklanjuti minat investasi di sektor infrastruktur bidang kelistrikan senilai US$47,1 miliar dan US$23,8 miliar di sektor infrastruktur lainnya. Dalam waktu dekat, tujuh proyek senilai  US$3,6 miliar akan mengajukan Izin Prinsip Investasi. Dengan makin banyaknya investor di bidang infrastruktur, BKPM yakin pembangunan infrastruktur yang  layak dan tepat  dapat segera terlaksana di Indonesia.

Deputi Bidang Perencanaan Penanaman Modal Tamba Hutapea mengatakan bahwa kebutuhan investasi di bidang infrastruktur masih cukup tinggi pada 2011-2019. Oleh karena itu,  perlu peran swasta dalam membangun infrastruktur melalui program Public Private Partnership (PPP) yakni sebesar US$141 miliar atau setara dengan Rp1.692 triliun. Apalagi indikator konsumsi  listrik per kapita Indonesia dibandingkan negara Asia lainnya masih tergolong rendah pada tahun lalu.

Menurut data BKPM, konsumsi listrik per kapita Indonesia masih 0,8 MWh per kapita,  jauh dibandingkan Singapura dan Malaysia yang konsumsi listrik per kapitanya masing-masing sebesar 8,1 MWh dan 4,4 MWh. Data tersebut sekaligus menggambarkan  Indonesia juga tertinggal dari Thailand dan Vietnam yang konsumsi listriknya sebesar 2,3 MWh dan 1,3 MWh per kapita.

Sementara itu, PT Perusahaan Listrik  Negara (PLN) juga merilis kapasitas pembangkit listrik terpasang sebesar 43,670 megawatt dengan rasio elektrifikasi hanya sebesar 84,4% pada tahun lalu.  Kondisi ini masih jauh dari target RPJMN 2014-2019 yakni rasio elektrifikasi 97,4%. Menurut Tamba, kebutuhan investasi di bidang kelistrikan masih cukup besar sehingga BKPM terus mendukung investasi pada bidang infrastruktur, sebagai Clearing House Agent, dengan membantu penyelesaian masalah yang dihadapi para investor di bidang infrastruktur.

BKPM merilis, sepanjang semester I-2015, terdapat  226  proyek  listrik  yang  sedang melakukan konstruksi dengan nilai investasi Rp18,4 triliun. Jumlah tersebut merupakan  yang terbesar dalam  realisasi investasi bidang infrastruktur dibandingkan sub-sektor lainnya,  seperti proyek investasi gas, air, transportasi, telekomunikasi, dan pergudangan. Pembangunan infrastruktur yang lengkap dan memadai memang menjadi target pemerintah Indonesia.

Salah satu upaya yang dilakukan BKPM bersama kementerian lainnya  untuk menarik minat investasi adalah dengan melakukan penyederhanaan perizinan dan pemberian fasilitas insentif  fiskal  bagi  investasi  sektor  infrastruktur.  Ia mencontohkan perizinan kelistrikan telah disederhanakan dari 49 izin yang memakan waktu 923 hari menjadi 25  izin  dalam  256  hari. Sebab, nantinya, pembangunan di bidang infrastruktur akan mendukung target pertumbuhan ekonomi Indonesia pada APBN-P 2015 sebesar 5,7%.

Angin Segar bagi Investor Bidang Infrastruktur

Publik mengidam-idamkan pembangunan infrastruktur yang layak dan memadai. Kepala Badan Kebijakan Fiskal Suahasil Nazara mengatakan anggaran di bidang infrastruktur juga mengalami kenaikan pada tahun depan. Terlihat dalam Nota Keuangan RAPBN 2016, anggaran infrastruktur sebesar Rp290,3 triliun pada 2015 menjadi Rp313,5 triliun pada 2016. Anggaran yang besar ini sejalan pula dengan minat investasi yang makin meningkat pada proyek infrastruktur.

Lebih menarik, pemerintah juga memberikan kemudahan kepada pelaku industri di sektor infrastruktur ekonomi dengan skema kerja sama pemerintah dan badan usaha atau PPP. Suahasil menegaskan, pihak swasta yang membangun infrastruktur murni tanpa dana pemerintah akan dapat memperoleh tax holiday untuk Pajak Penghasilan (PPh) Badan yang dibebaskan selama kisaran 10 hingga 20 tahun. Tax holiday ini ditawarkan kepada pihak swasta dengan nilai investasi lebih fleksibel (dimulai dari Rp500 miliar).

Menurut Suahasil, revisi peraturan ini ditujukan untuk meningkatkan investor di bidang strategis yang memberikan dampak bagi perekonomian, terutama infrastruktur. Apabila infrastruktur belum memadai, kata Suahasil, maka perlambatan pertumbuhan ekonomi juga bisa menjadi panjang. Pada akhirnya, hal itu akan melahirkan kenaikan ketidakmerataan di setiap wilayah. Oleh karena itu, pemerintah gencar meningkatkan proyek-proyek infrastruktur,  misalnya pelabuhan. Pasalnya, adanya infrastruktur akan meningkatkan iklim investasi melalui peningkatan produktivitas dan kapasitas produksi dari  hulu ke hilir yang akan meningkatkan daya saing perekonomian Indonesia.

Sumber: Majalah Warta Ekonomi Edisi 19

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Alnisa Septya Ratu
Editor: Cahyo Prayogo

Advertisement

Bagikan Artikel: