Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Menghapus Jejak Proyek Statistik yang Sporadis

Warta Ekonomi -

WE Online, Jakarta - Ketika masing-masing instansi memiliki data mandiri terkait bidang yang diwenanginya maka proyek pengumpulan data dan statistik pun menjadi lazim.

Sayangnya, data dan informasi yang terkumpul di masing-masing instansi yang ada menjadi tidak seragam dengan tingkat perbedaan yang sangat tinggi.

Sementara Badan Pusat Statistik (BPS) yang menjadi rujukan pun memiliki data yang berbeda.

Akibatnya pengambil kebijakan menjadi semakin ragu ketika akan mengambil keputusan.

Menyadari hal itu Presiden Joko Widodo menyatakan akan menghentikan proyek-proyek pengumpulan data atau statistik yang sporadis tanpa koordinasi yang tegas.

Menurut dia, selama ini pengambilan keputusan yang sulit kerap kali disebabkan karena tidak adanya data dan informasi yang detil dan akurat.

Hal itu, kata Presiden, salah satunya karena banyaknya program statistik yang berorientasi proyek yang sudah saatnya diakhiri.

Ia pun segera menghentikan atau menyetop program atau proyek survei, pencarian data, dan informasi di berbagai kementerian/lembaga karena fungsi tersebut akan sepenuhnya dijalankan oleh BPS.

"Cukup hal-hal yang seperti itu, orientasinya tidak lagi orientasi proyek, kementerian ini ada proyek survei, kementerian ini ada proyek cari data, kementerian ini ada proyek cari informasi. Enggak. Stop! Stop! Stop!" Kata Presiden Jokowi dalam Pencanangan Sensus Ekonomi 2016 (SE2016) dan Peresmian Pembukaan Rapat Koordinasi Teknis Sensus Ekonomi 2016 di Istana Negara Jakarta, Selasa.

Optimalisasi BPS Mengutip tulisan Dosen Sekolah Tinggi Ilmu Statistik Kadir Ruslan bahwa dalam suatu organisasi, setiap kegiatan evaluasi dan perencanaan pasti memerlukan data sebagai alat pendukung.

"Data dapat menjawab sejauh mana tingkat keberhasilan dari setiap program yang telah dijalankan. Dengan data pula, perencanaan yang baik dapat disusun," sebutnya.

Menurut dia, perencanaan yang tidak berlandaskan pada data adalah pekerjaan meraba-raba dengan risiko kegagalan yang sangat tinggi dan tidak jarang, kegagalan tersebut harus dibayar dengan sangat mahal.

"Begitu pula dalam membangun negera ini, ketersediaan data (statistik) yang berkualitas sebagai bahan evaluasi dan perencanaan bagi para pengambil kebijakan adalah hal yang amat penting," sebutnya.

Dan berdasarkan Undang-Undang Statistik No. 16 tahun 1997, Badan Pusat Statistik (BPS) adalah satu-satunya lembaga resmi yang diberikan tanggung jawab oleh pemerintah untuk itu.

Oleh karena itulah kemudian Presiden Joko Widodo menegaskan bahwa satu data yang sekarang akan dipakai yakni data BPS.

Namun ia menekankan bahwa BPS yang dipercaya sebagai pengelola data juga harus berhati-hati dalam menyajikan data dan informasi.

"Cros cek, cros cek, entah ambil sampelnya, entah pencarian di lapangannya, bila tidak serius akan ada keputusan yang lain," katanya.

Ia menilai di Indonesia saat ini memang terlalu banyak versi data dan informasi di berbagai kementerian/lembaga yang tidak seragam sehingga justru menyulitkan pengambil kebijakan.

Presiden mencontohkan angka produksi beras, angka produksi jagung, angka tenaga kerja yang seluruhnya berbeda versi.

"Enggak ada yang sama. Peta potensi usaha versinya banyak, inilah yang mungkin sering kita memutuskan itu tidak firm. Ragu-ragu. Era seperti itu harus kita akhiri," katanya.

Ia menegaskan peran strategis BPS sebab dari data badan tersebut akan lahir kebijakan yang betul-betul tepat dan tidak meleset.

"Karena memang datanya betul-betul akurat, detil," katanya.

Siapkan Instrumen Menyambut optimalisasi peran tersebut, Kepala BPS Suryamin mengatakan pihaknya telah menyiapkan instrumen khusus untuk menjaring pengumpulan data di lapangan.

Menanggapi bahwa data BPS akan semakin menjadi satu-satunya acuan di Indonesia pihaknya merasa mendapat tantangan.

"Ini suatu kebanggaan dan tantangan bagi kami. BPS itu lembaga pemerintah yang ditunjuk untuk mengadakan perstatistikan nasional, dalam mengumpulkan data apapun, sosial, ekonomi, kita itu selalu memperhatikan metodologinya, size-nya, dan harus ada keterwakilan antara, bukan hanya nasional saja tapi juga provinsi, keterwakilan kabupaten/kota sehingga volume pekerjaan BPS itu besar-besar," katanya.

Ia mengatakan data BPS tidak bisa dibandingkan dengan data-data yang diperoleh instansi lain.

Menurut dia, ukuran sampel yang besar membuat data BPS tidak bisa dibandingkan dengan data yang dimiliki oleh instansi lain.

"Ini akan berbeda dengan lembaga yang sampelnya hanya satu dua. Jadi kami optimistis, apa yang dilakuan BPS itu, kita punya tenaga ahli statistik bisa tujuh ribu sampai delapan ribu orang," katanya.

Pihaknya membentuk basis data terpadu yang sistematis dan spesifik sehingga data yang ada diharapkan bisa menjadi acuan bagi pengambil kebijakan dalam memutuskan sesuatu.

Suryamin optimistis masa depan BPS tetaplah sesuai garis amanahnya sebagai pusat data dan informasi yang menjadi rujukan bagi semua pihak. (Ant)

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Sucipto

Advertisement

Bagikan Artikel: