Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Memetik Keberuntungan

Oleh: Ade Febransyah, Ketua Center for Innovation Opportunities & Development Prasetiya Mulya Business School

Memetik Keberuntungan Kredit Foto: Warta Ekonomi
Warta Ekonomi, Jakarta -

Keberuntungan berpihak pada mereka yang siap - Louis Pasteur-

 

Perusahaan dijalankan untuk menghasilkan keuntungan. Supaya untung, pemasukan harus lebih besar dari pengeluaran. Itulah hukum besi dalam bisnis. Sesederhana itu.

Namun, semua akan menjadi tidak sederhana lagi karena ulah pelaku bisnisnya sendiri. Yang ditawarkan terlalu mengada-ada; bukan yang dibutuhkan, diminta, atau dihasrati oleh penggunanya. Pemasukan jadi sulit diperoleh. Menjadi tidak sederhana, juga karena ketidakmampuan pelaku bisnis mengeksekusi bisnisnya secara tepat. Pemborosan terjadi, pengeluaran juga jadi tidak terkendali.

Menjadi lebih rumit lagi ketika berbagai gangguan eksternal terlibat dalam jalannya bisnis. Dalam dunia bisnis yang semakin terinterkoneksi ini, perusahaan tidak lagi leluasa menentukan nasibnya sendiri. Ketidakmampuan melihat problem yang ada di masyarakat, ketidakmampuan menyinergikan semua stakeholder dalam jejaring bisnisnya termasuk dalam internal perusahaan membuat sebagian perusahaan tinggal menunggu hari.

Beragam solusi pun coba ditawarkan. Untuk mengurangi biaya, pemikiran ramping coba dirangkul. Berbagai sumber pemborosan coba diperangi. Akankah membuat perusahaan menjadi kompetitif? Tergantung. Jika yang ditawarkan bisnis adalah produk yang sudah tidak tepat lagi buat masyarakat, seberapa rampingpun perusahaan, semua upaya akan sia-sia. Lain cerita jika perusahaan berada dalam "samudera merah". Menjadi semakin ramping untuk superefisien adalah efektif untuk bertahan atau memenangi persaingan.

Ketika menjadi ramping sudah tidak lagi efektif, perusahaan harus menemukan apa lagi solusi berikutnya. Di industri elektronik, pelakunya sudah tidak dapat mengandalkan kerampingan perusahaan untuk menghasilkan produk berkualitas. Kualitas sudah menjadi komoditas. Di sinilah strategi inovasi produk dapat menjadi pembeda perusahaan dari kerumunan. Mereka yang tidak berinovasi dalam produk (barang atau jasa) akan hilang dari bisnis.

Bahkan di industri bisnis pendidikan, MBA misalnya, Rich Lyons, Dekan Haas School di UC Berkeley, dengan yakin memprediksi 50% dari sekolah bisnis yang ada di seluruh dunia akan hilang dalam lima sampai 10 tahun ke depan. Apa pasal? Industri ini sudah memasuki tahapan maturity to decline. Kapasitas suplai mereka sudah jauh melebihi permintaanya. Masih ingat di era 80-an hingga awal 90-an di Tanah Air? Ketika itu penyedia pendidikan ini berada di puncak kejayaannya. Gelar MBA seperti jaminan menuju jenjang karir profesional yang lebih tinggi. Peringatan bagi yang tidak siap. Lalai berarti akan hilang dari peredaran.

Ketika menjadi ramping atau menjadi inovatif untuk urusan produk tidak juga efektif, perusahaan pun tidak boleh patah arang mencari solusi. Akademisi bisnis, konsultan manajemen pun berjualan solusi. Dalam perspektif yang lebih besar, kesuksesan finansial perusahaan tidak semata dari keunggulan proses yang dijalankan maupun produk yang ditawarkan. Model bisnis dilihat sebagai sumber oportunitas keunggulan perusahaan.

Dengan siapa dan bagaimana bermitra menjadi penentu kesuksesan. Perusahaan tidak lagi bisa hebat sendirian. Jejaring pasokan yang kuatlah yang menentukan kesuksesan perusahaan. Perlu orkestrasi jejaring pasokan yang rapi untuk menghindari segala pemborosan. Hubungan yang kokoh antara buyer-supplier menjadi penentu. Selain kemitraan dengan pemain dalam jejaring pasokan, perusahaan juga bisa meningkatkan kualitas relasinya dengan kastemer. Yang menjadi ukuran keberhasilan adalah peningkatan revenue per kastemer. Strategi pemasaran dan kampanye yang kreatif dan efektif dapat menjadi senjata utama. Ditambah lagi dengan pemilihan kanal-kanal komunikasi yang tepat, kesemuanya akan lebih cepat merangkul masyarakat pengguna mayoritas.

Jika berbagai solusi organik di atas tidak juga efektif meningkatkan performa perusahaan, solusi anorganik bisa jadi pilihan. Mengakusisi perusahaan terbaik sudah menjadi prioritas utama perusahaan untuk meningkatkan kemampuan sumber dayanya. Perusahaan tidak harus mulai dari nol untuk membangun kemampuan intelektualnya. Orang-orang dan perusahaan hebat banyak di luar sana. Perusahaan hanya perlu  meminangnya.

Solusi  X Implementasi

Satu dekade terakhir pemikiran desain banyak menyita waktu akademisi dan praktisi bisnis. Mengedapankan empati mendalam terhadap masyarakat yang ingin dilayani, pelaku bisnis kemudian membangun desain untuk kemudian diperbaiki terus (we build design to think). Desain yang berupa solusi cukup baik diperoleh lewat serangkaian proses ekseprimentasi (innovation by experimentation). Setiap desain yang keluar merupakan hipotesis yang harus diuji kebenarannya; diperbaiki jika belum terbukti benar oleh penggunanya. Pemikiran ini pun menjadi praktik yang direkomendasikan dalam mengembangkan produk (barang dan layanan) baru.

Dalam perjalanannya, kata "desain" itu menjadi begitu terinflasi. Kata "desain" sudah menjadi mantra sakti; yang akan membedakan perusahaan masa depan dengan masa lalu. Solusi yang tepat harus didesain. Bukan hanya dari sisi produknya saja, bisnis pun harus didesain. CEO dan direksi dituntut bukan hanya bisa mengelola segala sumber dayanya dan variabel terkontrol dalam perusahaan. Tapi lebih dari itu harus dapat menjadi arsitek bisnis perusahaan. Yang tahan banting (robust) terhadap segala faktor yang sulit dikontrol sekalipun.

Layaknya menjual obat, penjajanya mencoba meyakinkan khalayak bahwa solusinyalah yang paling tepat. Sementara itu, bagi pelaku bisnis, sebaik-baiknya solusi adalah yang tetap manusiawi dan tetap dapat diimplementasikan. Lantas bagaimana menilai ketepatan suatu tawaran solusi?

Di sinilah peran pemimpin perusahaan dalam memaradekan orang-orangnya menuju perubahan. Berangkat dari kondisi yang diinginkan bersama, pemimpin puncak perusahaan harus jujur mengidentifikasi segala problem besar yang akan merintangi pencapaian kondisi tersebut. Kemudian para stakeholder terkait di perusahaan maupun di luar diajak duduk bersama untuk menyiapkan strategi, solusi, dan implementasinya. Proses pertukaran ide dan gagasan dilakukan sebelum strategi, solusi, dan rencana implementasi yang tepat akhirnya dipilih. Prinsip-prinsip utama yang mengedepankan kemanfaatan (benefit & opportunity) dan menghindari  bencana (cost & risk) menjadi pegangan dalam berkeputusan.

Jika ini dipraktikkan dan menjadi kebiasaan di perusahaan, bersabarlah. Tinggal menunggu waktunya. Waktu untuk memetik keberuntungan!

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Arif Hatta

Tag Terkait:

Advertisement

Bagikan Artikel: