Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Harga Karet Turun Lagi, Akibat Aksi Ambil Untung

Warta Ekonomi -

WE Online, Medan - Sebagai dampak dari skema pembatasan ekspor karet (AETS) yang diumumkan pada 28 Januari 2016, harga telah bergerak dari 108 sen AS per kg menjadi 145,6 pada tanggal 5 Mei.

Untuk pelaksanaan AETS, pemerintah melalui Surat Direktorat Jenderal Perdagangan Luar Negeri Nomor 156/DAGLU/SD/2/2016 menugaskan Gapkindo selaku NTRC (National Tripartite Rubber Council) untuk melaksanakan AETS sejak 1 Maret hingga 31 Agustus 2016.

Sekretaris Gapkindo Sumut, Edy Irwansyah mengatakan implementasi AETS Indonesia bulan ke-1 sukses dan memiliki deposit 3,6%.

"Gapkindo selaku NTRC Indonesia telah melaporkan implementasi AETS bulan ke-1 (Maret 2016) ke Kementerian Perdagangan bahwa kita memenuhi (comply) terhadap alokasi yang telah ditetapkan, bahkan Indonesia memiliki kelebihan alokasi (deposit). Total alokasi ekspor yang diperbolehkan pada Maret 2016 sebesar 200.556.783 kg dan realisasinya hanya 193.292.299 kg, berarti ada deposit sebesar 7.264.484 kg (3,6%)," katanya di Medan, Jumat (6/5/2016).

Melemahnya Yen dan aksi ambil untung menjatuhkan harga karet. Di perdagangan karet di bursa berjangka Singapura (SGX) pasca AETS diumumkan mencapai harga tertinggi pada 21 April sebesar 158,8 sen AS. Selanjutnya terus mengalami penurunan, terutama pada awal Mei harga terus menurun dipicu oleh pelemahan Yen, harga pada tanggal 4 dan 5 Mei adalah 147,1 dan 145,6.

"ada pelaku pasar yang menyebutkan bahwa melemahnya harga karet pada minggu ke-1 Mei ini karena produsen karet Indonesia tidak menjalankan AETS. Hal ini jelas keliru karena implementasi AETS Indonesia pada bulan Maret 2016 justru Indonesia memiliki deposit sebesar 3,6%, sebagaimana yang dijelaskan di atas," katanya.

Ditambahkannya, penyebab pelemahan harga karet diduga kuat adanya aksi ambil untung pelaku pada bursa berjangka untuk menekan harga karena pada April kecenderungan harga menaik.

"Tapi, perdagangan bursa berjangka bertolak belakang dengan pasar spot atau fisik, karena pembeli sulit mendapatkan karet dari produsen yang saat ini sulit memperoleh bahan baku dari rakyat," pungkasnya.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Khairunnisak Lubis
Editor: Cahyo Prayogo

Advertisement

Bagikan Artikel: