Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Investor Properti Asia Tunggu Kelanjutan Inggris

Warta Ekonomi, Jakarta -

Perusahaan konsultan properti internasional Knight Frank menyatakan investor dari sejumlah negara Asia yang memiliki aset properti di Inggris diperkirakan masih akan menunggu hasil kondisi kelanjutan dari fenomena Brexit.

"Inggris Raya telah lama menjadi sasaran investor real estate Asia, antara lain karena aspek likuiditas yang kuat, pemerintahan yang stabil dan transparansi," kata Kepala Riset Asia-Pasifik Frank Knight, Nicholas Holt dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Senin (27/6/2016).

Namun, dengan adanya referendum yang memutuskan Inggris Raya akan keluar dari Uni Eropa, jatuhnya nilai mata uang poundsterling juga akan mempengaruhi nilai properti yang mereka miliki di negara tersebut.

Menurut Nicholas Holt, meski akan ada volatilitas (ketidakstabilan) dalam pergerakan pasar bursa, namun pada akhirnya investor biasanya akan mencari kepastian jangka panjang.

Untuk itu, ujar dia, diperkirakan para investor Asia masih akan terus memegang aset properti mereka sambil mengharapkan ketidakstabilan itu hanya berlaku jangka pendek.

Kemudian, lanjutnya, diharapkan pada masa mendatang kondisi akan semakin lebih jelas mengenai peran Inggris Raya yang akan diambil dalam hubungannya dengan Eropa ke depan.

Ia berpendapat keputusan itu juga bisa saja membuat semakin adanya ketertarikan dari investor Asia untuk membeli properti di sana mengingat jatuhnya nilai mata uang pound.

Sebelumnya, Ketua Umum Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi) Bahlil Lahadalia mengingatkan bahwa meski dampaknya kepada perekonomian Indonesia tidak seberapa, tetapi fenomena Brexit dapat memicu meningkatnya dukungan terhadap proteksionisme perdagangan.

"Dampak langsung terhadap perdagangan dengan Inggris tidak terlalu mengganggu. Meski demikian, semangat Brexit ini dapat mempengaruhi suasana kebatinan negara-negara yang tergabung dalam Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)," kata Bahlil Lahadalia.

Menurut Bahlil, kasus Brexit atau keluarnya Inggris dari Uni Eropa bisa saja menjadi inspirasi bagi beberapa negara ASEAN untuk keluar dari MEA, bila fakta perdagangan bebas ini ternyata malah merugikan negara tersebut.

Selain itu, ujar dia, dalam jangka pendek dampak Brexit bisa saja mengakibatkan terpicunya proteksionisme di antara negara-negara MEA, padahal maksud MEA adalah mendorong deregulasi dan mempercepat arus barang, jasa, investasi, dan manusia di antara anggota-anggota MEA. "Namun adanya Brexit ini, anggotanya malah akan memicu proteksi di negara-negara masing-masing. Ini yang harus kita cermati," katanya.

Ketum Hipmi menyatakan sejak awal memang terlihat adanya paradoks pada era globalisasi di mana saat perdagangan bebas dicanangkan tetapi di lain pihak proteksionisme menguat.

Sementara itu, Ketua Bidang Luar Negeri Hipmi Alexander Tio mengingatkan agar pemerintah memperkuat MEA, terlebih mengingat peran historis Republik Indonesia sebagai salah satu inisiator.

Selain itu, masing-masing negara MEA juga diharapkan tidak termotivasi guna mendorong proteksionisme tetapi lebih mendorong peningkatan persaingan secara adil melalui peningkatan daya saing.

Alex mengatakan, pihaknya akan memasukkan isu Brexit dalam beberapa pertemuan dengan asosiasi pengusaha-pengusaha muda ASEAN di Kuala Lumpur, Malaysia, dalam waktu dekat ini. (Ant)

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Vicky Fadil

Advertisement

Bagikan Artikel: