Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Soal Moratorium Gambut, Pemerintah Diminta Lakukan Kajian Matang

Oleh: ,

Warta Ekonomi, Jakarta -

Pemerintah diminta untuk melakukan kajian ilmiah secara menyeluruh (full sceintifiec rieview) dari semua sisi baik lingkungan maupun bisnis sebelum menyetop kegiatan budididaya di lahan gambut.

Pakar hukum lingkungan Universitas Parahiyangan Dr Daud Silalahi mengatakan kajian menyeluruh diperlukan karena penghentian kegiatan budididaya di lahan gambut berpotensi mengganggu kepastian usaha, termasuk bisa mempengaruhi minat penanaman modal asing ke Indonesia.

"Itu berarti, pemerintah tidak bisa langsung menetapkan bahwa keputusan untuk menghentikan kegiatan budidaya di lahan gambut sudah tepat dan bisa langsung dieksekusi jika belum melakukan kajian ilmiah yang menyeluruh," kata Daud di Jakarta, Selasa (28/6/2016).

Menurut Daud, perusahaan-perusahaan yang dirugikan juga bisa mengajukan keberatan terhadap pemerintah jika ternyata kajian-kajian itu tidak dilakukan oleh para pakar bereputasi internasional di bidangnya.

"Perlindungan mengatasnamakan lingkungan tidak boleh sepihak. Ada mekanisme yang harus dijalani karena keputusannya punya kemungkinan-kemungkinan dimensi antar-negara. Kita tidak bisa melihat dunia ini lagi secara sempit, tetapi harus memakai kacamata global," ujarnya.

Dalam kasus moratorium gambut, kata Daud, perusahaan sebenarnya bisa berargumentasi karena kondisi yang ada tidak seperti yang dikhawatirkan.

"Teknologi sebenarnya bisa mengatasi untuk membantu penyelesaiannya masalah itu. Hanya saja, pemerintah harus mempunyai rencana yang lebih baik. Perusahaan perlu dilindungi karena mendapatkan hak-hak untuk berusaha di Indonesia dengan prosedur yang benar," sebutnya.

Lebih jauh, Daud mengungkapkan konsep pembangunan berkelanjutan tidak hanya terfokus kepada lingkungan saja, namun harus mendukung pro-pertumbuhan ekonomi dan tenaga kerja. Menurutnya, ada banyak variabel yang harus diperhatikan sehingga jika bicara lingkungan saja akan jomplang.

"Risiko lingkungan pasti ada dalam pengelolaan apa saja, tetapi keseimbangan antara kebutuhan manusia haru diprioritaskan. Terpenting, ada toleransi miniminal dalam mencapai keseimbangan itu. Jangan kita terus takut. Saya juga sangat concern dengan lingkungan, tapi harus disadari kita tidak bisa hanya mengandalkan lingkungan, tetapi mengabaikan kemiskinan, pertumbuhan ekonomi," tegasnya.

Terpisah, Ketua Program Studi Pascasarjana Manajemen Ekowisata dan Jasa Lingkungan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor (IPB) Dr Ricky Avenzora mengingatkan moratorium tersebut merupakan wacana yang keliru.

"Moratorium justru merugikan Indonesia karena serapan tenaga kerja serta kontribusi besar bagi perolehan devisa akan berkurang," ujar Ricky.

Ricky mengatakan pihak yang paling diuntungkan apabila moratorium di kawasan budidaya diberlakukan adalah negara-negara barat serta lembaga swadaya masyarakat (LSM) baik yang berasal dari dalam dan luar negeri.

"Sudah saatnya, regulasi memberikan tempat kepada sektor swasta untuk ikut memberikan tanggung jawab terkait masalah lingkungan. Jangan menyerahkan persoalan lingkungan kepada kepentingan LSM asing," pungkasnya.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Cahyo Prayogo

Tag Terkait:

Advertisement

Bagikan Artikel: