Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

BI: Surat Utang Jangka Pendek Harus Aktif

Warta Ekonomi, Jakarta -

Bank Indonesia (BI) mendorong agar surat utang negara berjangka waktu pendek sampai satu tahun (Surat Perbendaharaan Negara), maupun instrumen utang swasta bertenor pendek, dapat lebih aktif diperdagangkan di pasar uang. Hal ini guna menggemukkan porsi penerbitan instrumen tersebut di Indonesia.

Deputi Gubernur Senior BI Mirza Adityaswara di Jakarta, Selasa malam (28/6/2016), mengatakan nilai penerbitan instrumen utang di pasar uang masih sangat minim atau sekitar 1 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB), padahal idealnya dapat mencapai 20 hingga 30 persen dari PDB.

"Untuk memenuhi pembiayaan untuk target pertumbuhan ekonomi, pendanaan pemerintah, bank, atau korporasi tidak hanya bisa dari bank, namun juga obligasi, Maka itu, yang surat utang jangka pendek juga harus aktif," ujar dia.

Untuk mendongkrak aktivitas penerbitan dan perdagangan surat utang bertenor satu tahun itu, BI akan mengeluarkan Peraturan Bank Indonesia (PBI) Pasar Uang pada triwulan III 2016.

Mirza mencontohkan, salah satu instrumen pasar uang, Surat Perbendaharaan Negara (SPN) relatif minim diterbitkan pemerintah. Pemerintah lebih aktif menerbitkan obligasi bertenor jangka panjang.

Padahal, menurut Mirza, penerbitan SPN dan juga instrumen utang jangka pendek lainnya dapat lebih efektif memperdalam atau mendiversifikasi pasar keuangan domestik. Dia meyakini peminatnya pun masih cukup banyak.

"Maka dari itu, dari PBI ini akan kita atur bagaimana nanti SPN bisa diperdagangkan, yang membeli bisa bank, korporasi," ujarnya.

Begitu juga dengan instrumen utang jangka pendek lainnya, seperti sertifikat deposit (NCD), surat utang komersial (commercial paper), surat kontrak kewajiban bayar (promissoy note), atau juga kegiatan jual beli surat utang (repurchase agreement/Repo).

"Sementara untuk menjaga kepercayaan dan juga prinsip kehati-hatian, surat utang jangka pendek yang diterbitkan, termasuk juga oleh swasta, sebaiknya memiliki peringkat (rating) dari lembaga pemeringkat," papar Mirza.

Hal tersebut untuk menghindari risiko seperti yang terjadi saat krisis ekonomi 1998. Aturan mengenai peringkat itu akan masuk dalam PBI, selain mengenai perjanjian, infrastruktur, dan juga instrumen surat utang jangka pendek.

Baca Juga: Imigrasi Depak WN Turki dari Bali gegara Sembunyikan Buronan

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Fajar Sulaiman
Editor: Cahyo Prayogo

Advertisement

Bagikan Artikel: