Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Sebulan Brexit, Inggris Belum Keluar dari UE (2)

Warta Ekonomi, Jakarta -

Masih belum lekang dalam ingatan bahwa seorang legislator dari Partai Buruh, Jo Cox, yang berkampanye agar Inggris jangan keluar dari UE, ditusuk hingga tewas di daerah konstituennya di Inggris Utara oleh seseorang yang meneriakkan "Britain first!", perkataan yang kerap dilontarkan pendukung Brexit.

Ekonomi Memburuk Kepastian lainnya dari fenomena referendum yang memenangkan Brexit adalah kondisi ekonomi Inggris yang memburuk sehingga bank sentral Inggris terpaksa mengeluarkan sejumlah kebijakan pelonggaran moneter untuk meredam agar perekonomian negeri Ratu Elizabeth itu tidak makin terpuruk.

Selain itu, lembaga Dana Moneter Internasional (IMF) juga telah memotong perkiraan pertumbuhan Inggris pada tahun 2017 dari awalnya 1,7 persen, menjadi hanya 0.9 persen.

Para pebisnis di Inggris juga semakin cemas karena bila Inggris benar-benar keluar dari UE, akses mereka ke pasar tunggal di Eropa juga akan makin terhambat.

Belum lagi adanya potensi perang dagang antara Inggris dan Uni Eropa dengan masing-masing pihak menerapkan tarif bea masuk yang tinggi atas komoditasnya masing-masing.

Bagaimana dengan mata uang poundsterling? Sejak referendum sebulan lalu, nilai mata uang itu telah menurun sekitar 13 persen terhadap mata uang dolar AS, dan pelemahan juga bakal terjadi terhadap mata uang utama lainnya.

Laporan yang dikutip kantor berita AFP menyebutkan pada hari Jumat (22/7/2016) atau Sabtu (23/7/2016) pagi Waktu Indonesia Barat, poundsterling turun 0,9 persen terhadap dolar AS pada 1,3112 dolar AS dan turun 0,9 persen terhadap yen di 139,21, sementara euro naik 0,4 persen terhadap pound di 83,71 persen.

Dari pihak UE sendiri juga menurunkan prospek ekonomi untuk Inggris dan seluruh blok akibat Brexit mengantarkan ketidakpastian dan akan membebani pertumbuhan.

Pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) di 19 negara zona euro diperkirakan akan melambat mulai 1,3 persen hingga 1,5 persen pada tahun 2016 dari perkiraan sebelumnya 1,7 persen pada bulan Mei. Angka-angka pertumbuhan yang sama diperkirakan pada tahun berikutnya.

Ini berarti hilangnya PDB 0,25 persentase poin menjadi 0,5 persen pada tahun 2017, yang kurang daripada di Inggris (1,0 menjadi 2,75 persen), kata sebuah laporan yang diterbitkan oleh Komisi Eropa, badan eksekutif blok itu.

Laporan itu memperingatkan bahwa referendum Inggris telah menciptakan sebuah "situasi yang sangat tidak pasti" yang kemungkinan akan berlangsung untuk beberapa waktu, dan akan memengaruhi tidak hanya Inggris, tetapi juga seluruh ekonomi Uni Eropa melalui beberapa saluran transmisi, terutama ketidakpastian, investasi, perdagangan, dan migrasi.

Indonesia Brexit sebenarnya tidak terlalu mengganggu perekonomian Indonesia, seperti Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoroyang dalam sejumlah kesempatan menyatakan bahwa Brexit tidak berdampak serius pada ekonomi Indonesia secara keseluruhan.

Namun, Bambang menjelaskan hasil referendum yang mengejutkan publik Eropa tersebut sedikit di luar perkiraan pelaku pasar keuangan global sehingga bisa menimbulkan gejolak pada bursa saham di seluruh dunia.

Bambang juga memperkirakan, dalam waktu dekat, investor akan menempatkan dananya di negara yang relatif aman dari gejolak global seperti Amerika Serikat maupun Jepang.

Terkait dengan kerja sama perdagangan, Bambang ikut menilai tidak akan ada masalah berarti dengan Uni Eropa maupun Inggris karena hal terpenting adalah menjaga kemitraan ekonomi yang telah terjalin sejak lama.

Bank Indonesia (BI) juga menilai ketahanan ekonomi domestik cukup terjaga di tengah tekanan eksternal dari hasil referendum yang menyimpulkan mayoritas masyarakat Inggris menginginkan keluar dari UE.

Dampak Brexit terhadap kinerja perdagangan, dalam jangka menengah juga tidak signifikan karena pangsa ekspor Indonesia ke Inggris hanya sekitar 1 persen dari total ekspor Indonesia.

Guru Besar Ekonomi Internasional Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia Mari Elka Pangestu mengatakan bahwa dampak Brexit tidak akan mempengaruhi pertumbuhan ekonomi Indonesia secara langsung.

"Kalau secara langsung tidak. Dari sektor 'trade channel' tidak terlalu besar karena kita tidak banyak berdagang dengan Inggris. Di dalam IMF Outlook yang baru, 'gross' kita tidak terpengaruh," kata Mari di Jakarta, Kamis (21/7/2016).

Akan tetapi, Mari menekankan agar Indonesia harus mengantisipasi skenario terburuk apabila terjadi masalah kepekaan finansial yang diakibatkan oleh Brexit selepas 2017. "Jadi, masalah perbankan Eropa yang sebetulnya belum selesai, seperti di Italia, dan juga dampak pada sektor finansial, orang menjadi tambah berhati-hati. Itu akan memengaruhi arus dana, dan itu akan pengaruh ke Indonesia," kata mantan Menteri Perdagangan RI itu. (Ant)

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Fajar Sulaiman

Advertisement

Bagikan Artikel: