Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

BPK Dorong Penataan Ulang Sistem Pendanaan Politik

Warta Ekonomi, Jakarta -

Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mendorong adanya penataan ulang sistem pendanaan politik yang dinilai saat ini sudah tidak lagi memadai.

Anggota IV BPK Rizal Djalil mengatakan Indonesia masih tertinggal dalam pengelolaan dana politik di mana anggaran yang diterima kecil dan biaya yang dikeluarkan besar, baik oleh partai sendiri maupun anggota-anggotanya yang dicalonkan sebagai anggota legislatif atau kepala dan wakil kepala daerah.

"Tadi saya sampaikan data yang terkait kontribusi negara terhadap partai Rp108 per suara. Kemudian kita lihat juga berapa porsi dana bansos (bantuan sosial) yang diselewengkan oleh petahana. Apakah kita mau berpura-pura seperti itu terus? Negara sudah membiayai beberapa kegiatan politik tapi tidak secara akuntabel dan hanya digunakan oleh pihak-pihak tertentu?" ujar Rizal di Jakarta, Senin (25/7/2016).

Jumlah bantuan APBN untuk partai politik berdasarkan PP No.5/2009 jo PP No.83/2012 tentang Bantuan Kepada Partai Politik sebesar Rp108 per suara. Adapun total bantuan keuangan kepada partai politik pada 2014 mencapai sekitar Rp13,17 miliar atau kurang dari 0,001 persen dari APBN-P 2014.

Dari sisi tersebut, Rizal menilai kurang tepat kalau partai politik menjadi pihak yang disudutkan sebagai penyebab kekurang-berhasilan mencapai tujuan kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

"Negara perlu mengambil peran dalam mendanai kegiatan partai-partai politik, bukan hanya terbatas kepada keseharian partai-partai politik, melainkan juga dalam proses kampanye yang dilakukan oleh masing-masing partai politik," kata Rizal.

Sementara itu, berdasarkan audit BPK terkait penyimpangan dana hibah dan bansos tahun 2014, jumlah penyimpangannya mencapai Rp1,05 triliun. Dana hibah dan bansos lebih mudah digunakan oleh pejabat daerah, mengingat sistem pertanggungjawabannya sangat tergantung kepada pihak yang membutuhkan berdasarkan usulan pejabat di bawah kepala daerah atas "pengajuan publik".

Penggunaan kedua jenis anggaran tersebut meningkat menjelang dan pada saat pelaksaan pemilihan langsung kepala daerah (pilkada) dan berkurang penggunaannya setelah pilkada.

BPK sendiri mendorong dibentuknya panitia nasional perumusan pembiayaan partai politik dengan melibatkan pihak pemerintah (Kementerian Dalam Negeri dan Kementerian Hukum dan HAM), pihak lembaga swadaya masyarakat, partai politik, dan akademisi. Rizal menyatakan BPK siap menjadi fasilitator.

"BPK ini kan tugasnya memeriksa. Kita punya data, supaya data itu tidak tidur, itu kita angkat. Tentulah pemerintah dan DPR yang harus ambil inisiatif, kalau ia ingin amandemen UU Partai Politik bisa. Kalau kita diminta datanya kita siap, kita fasilitator saja," ujar Rizal. (Ant)

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Cahyo Prayogo

Advertisement

Bagikan Artikel: