Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Akademisi Nilai Aneh Jika Holding Energi Sebatas Pertamina Caplok PGN

Warta Ekonomi, Jakarta -

Pemerintah melalui Kementerian BUMN berencana untuk menyatukan, PT Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk (PGAS) dengan PT Pertamina (Persero). Nantinya PGN akan menjadi anak usaha Pertamina. Namun, rencana tersebut harus ditunda.

Pasalnya, para pemegang saham publik PGN harus mengetahui rencana tersebut dengan jelas. Selain itu, pemerintah harus menyampaikan rencana holding energi kepada publik agar tidak ada yang dirugikan. Dalam hal ini, Profesor dari Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Gajah Mada (UGM) Yogyakarta, Tri Widodo memaparkan beberapa alasan harus ditundanya rencana akusisi PGN oleh Pertamina.

"Saya setuju sekali BUMN Migas di Indonesia harus kuat untuk selesaikan carut marut energi di Indonesia. Tapi kalau bicara holding energy kenapa mengapa caranya Pertamina akuisisi PGN? Ini agak rancu dan aneh," kata peneliti di bidang energi ini saat dihubungi di Jakarta, Jumat (22/7/2016).

Jika bicara soal Holding Energi, Dewan Energi Nasional (DEN) sangat concern. Karena, menurutnya, penyusunan holding tujuannya baik.

"Namun ketika bicara PGN dan Pertamina saja, inilah yang jadi masalah. Akuisisi ini saya tidak setuju karena hanya melalui selembar kertas RPP (Rancangan Peraturan Pemerintah). Pertamina tak bisa disalahkan, PGN juga. Tapi Kementerian BUMN yang harus menjelaskan secara rinci," kata dia.

Tri mengatakan, pembentukan holding melalui Inbreng saham PGN ke Pertamina akan memunculkan tata kelola kurang baik dari sisi praktik pasar modalnya. Artinya, menurut Tri pemerintah bisa semena-mena kepada perusahaan BUMN yang sudah berstatus terbuka.

"Kalau kita baca di media 56 persen saham PGN dikuasai pemerintah dan sisanya dikuasai pemegang saham publik. Dengan hanya RPP, di situ pengalihan saham PGN secara otomatis jadi anak usaha Pertamina. Ini tidak sehat. Mekanisme yang betul adalah, pemegang saham minoritas dan publik harus diutamakan dan dilindungi. PGN sudah lama didukung pemegang saham publik," imbuh Tri.

Menurutnya, hal yang baik dilakukan pemerintah selaku pemegang saham mayoritas adalah dengan PGN menyelenggarakan RUPS. RUPS ini agendanya apakah setuju atau tidak ada perpindahan kepemilikan.

"Karena berdasarkan  UU tentang pasar modal. Apapun informasi fakta material harus diketahui publik. Jangan sampai ada gugatan ke depannya," kata dia.

Menurutnya, jika memang setuju tidak ada masalah dan jika ada yang tidak setuju maka pemerintah haruslah melakukan buyback dulu saham PGN. "Nah, ini biayanya besar bisa mencapai Rp 28 triliun menurut perhitungan saya," ungkapnya.

Intinya adalah pemerintah melalui Kementerian BUMN haruslah menunda dan bahkan membatalkan rencana yang tidak jelas ini. Kalaupun ingin membentuk holding energi, menurut Tri, haruslah menghargai segala masukan stakeholders termasuk DEN.

"Ungkap secara rinci kepada publik, jangan melalui RPP yang tiba-tiba," tutupnya.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Annisa Nurfitri
Editor: Cahyo Prayogo

Advertisement

Bagikan Artikel: