Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Amnesti Pajak Perlu Peraturan Mengenai Insentif

Warta Ekonomi, Jakarta -

Direktur Institute for Development of Economic and Finance (Indef) Enny Sri Hartati berpendapat perlu aturan pelaksanaan baru mengenai Undang-Undang amnesti pajak yang mengatur insentif peserta kebijakan sebagai asas keadilan.

"Perlu ada desain dari peraturan Menteri Keuangan terkait insentif, misalnya dana masuk yang langsung diinvestasikan di sektor riil, apa yang bisa digaransi dan diberikan jaminan oleh pemerintah," kata Enny dalam diskusi bertema "Menangkap Peluang Banjir Dana Asing" di Jakarta, Senin (25/7/2016).

Petunjuk operasional tersebut merupakan panduan yang diharapkan dapat memberikan arah jelas bagaimana dana benar-benar berguna untuk pembiayaan pembangunan.

"Misalnya, dalam UU amnesti minimal diikat tiga tahun. Kalau hanya itu saja dan tidak ada larangan instrumen berpindah-pindah, maka khawatir dana hanya berpindah dari kertas satu ke kertas yang lain," kata Enny.

Dana amnesti pajak berguna mendukung program prioritas pemerintah, misalnya mengejar ketertinggalan pembangunan infrastruktur. Terkait hal tersebut, publik tentu akan mempertanyakan asas keadilan dari kebijakan amnesti pajak.

"Ampunan tentu tidak adil. Pihak yang selama ini tidak patuh membayar pajak kita rela mengampuni. Jangan sampai ketidakadilan ditimpali ketidakadilan dengan insentif suku bunga, deviden, dan lain-lain," kata Enny.

Dia juga menegaskan bahwa dana hasil amnesti pajak harus berkontribusi terhadap pembiayaan pembangunan, terutama di sektor riil yang menciptakan lapangan kerja dan meningkatkan produktivitas nasional.

"Ada asas resiprokal, ada ampunan tapi juga berkontribusi. Ini yang disebut rekonsiliasi," ucap Enny.

Basis Data Enny mengatakan pemerintah juga perlu menggaransi bahwa bukan uang tebusan yang utama dalam amnesti pajak tetapi bagaimana 'profiling' terhadap kegiatan bisnis dan usaha peserta amnesti pajak sehingga memungkinkan perluasan basis data obyek pajak.

"Kalau deklarasi basisnya hanya aset tanpa 'profiling', maka bagaimana basis data dapat digunakan untuk perluasan basis data," kata Enny.

Kepala Bidang Analisis Ekonomi Internasional dan Hubungan Investor Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Dalyono mengakui bahwa tidak adanya 'profiling' dalam kebijakan amnesti pajak akan berpengaruh pada tujuan memperluas basis data wajib pajak.

Dia meyakinkan bahwa Direktorat Jenderal Pajak akan memanfaatkan amnesti pajak untuk memperluas basis data.

"Setelah tiga tahun, mereka bisa saja membawa keluar dana, tetapi data sudah ada di DJP dan komit untuk membayar pajak," kata Dalyono.

Terkait amnesti pajak, Kementerian Keuangan telah menerbitkan aturan pelaksanaan UU Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak yang dituangkan dalam dua peraturan dan satu keputusan Menkeu.

Dua peraturan tersebut adalah Peraturan Menkeu Nomor 118/PMK.03/2016 tentang pelaksanaan UU Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak dan Peraturan Menkeu Nomor 119/PMK.08/2016 tentang tata cara pengalihan harta wajib pajak dalam wilayah NKRI dan penempatan pada instrumen investasi di pasar keuangan. (Ant)

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Sucipto

Tag Terkait:

Advertisement

Bagikan Artikel: