Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Ahok Yakin Bisa Terapkan Diskresi ke Pengembang

Warta Ekonomi, Jakarta -

Gubernur Basuki Tjahaja Purnama yakin dapat menggunakan diskresi untuk meminta kontribusi pengembang reklamasi di awal meski Raperda tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Utara (Pantura) Jakarta (RTRKSP) belum disepakati.

"Tambahan kontribusi bisa di awal karena kebijakan itu melekat ke kami untuk melakukan diskresi," kata Ahok di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat, Senin (25/7/2016).

Ahok menjadi saksi dalam kasus suap mantan Presiden Direktur PT Agung Podomoro Land Ariesman Widjaja dan pegawainya Trinanda Prihantoro yang didakwa menyuap anggota DPRD DKI Jakarta dari fraksi Partai Gerindra Mohamad Sanusi sebesar Rp2 miliar agar mengubah pasal yang mengatur kontribusi tambahan dalam Raperda tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Utara (Pantura) Jakarta (RTRKSP) dari tadinya 15 persen menjadi 15 persen dari 5 persen kontribusi.

"Diskresi kan kalau keadaan tidak normal?" tanya jaksa penuntut umum Haeruddin.

"Tidak juga, ini mendesak karena satu pihak masih diberikan izin dan saya tidak ingin mereka tidak jelas kontribusnya sekaligus mengatur ruang daratan. Kalau tidak ada perjanjian menata ruang daratan pantai kita dikadalin. Makanya izin harus diberikan lengkap kalau tidak diberikan izin, saya bisa digugat karena menghambat mereka," jawab Ahok.

Agung Podomoro telah melakukan 10 pembangunan kontribusi tambahan, antara lain: Rusunawa Daan Mogot, pengadaan furniture Rusun Pinus Elok dan Cakung Barat, Jalan Inspeksi Kali Ciliwung, Jalan Inspeksi Kali Mookevart I dan Mookevart II, jalan Inspeksi Kali Tubagus Angke, jalan Inspeksi Kali Item Kemayoran, jalan Inspeksi Kali Apuran I dan Apuran II, jalan Inspeksi Kali Sekretaris, pembangunan Tiang PJU jalan Inspeksi Kali Ciliwung, serta pembersihan dan persiapan lahan Kali Jodo.

Pembangunan 10 fasilias itu terjadi sebelum APL melakukan pembangunan di pulau G meski belum ada raperda yang mengesahkan besaran kontribusi tambahan yang harus diberikan perusahaan penerima izin pelaksanaan dan izin prinsip.

"Jadi apa urgensinya mengusulkan Raperda dengan pengenaan kewajiban, kontribusi dan tambahan kontribusi kalau tidak perlu ada raperda dan sudah bisa paker diskresi?" tanya jaksa Haeruddin.

"Supaya menguatkan diskresi yang kita ambil. Kita ingin supaya dikuatkan dalam raperda. Perjanjian kami ini ada perda tahun 1995 lalu keluar izin untuk perusahaan Manggala Karya Yudha tahun 1997 lalu pada pelanggaran perjanjiannya tidak bisa ditagih. Makanya kami melakukan diskresi selama tidak menguntungkan pihak swasta saja dan diperkuat UU 30/2014 tentang diskresi itu apa, begitu jelas di dalam UU itu," jawab Ahok.

"Berulang kali menyatakan bahwa dasar reklamasi itu Keppres 52/1995 padahal Keppres itu sudah mengalami perubahan berdasarkan Keppre 54/2008, apakah saudara tahu tentang itu?" tanya jaksa.

"Sudah tahu tapi tidak mencabut hak gubernur tentang memberikan izin. Pemberian izin berdasarkan Keppres perubahan tidak dibatalkan, yang dibatalkan Keppres baru sepanjang penataan ruang bukan izin. Hasil tafsiran itu yang membuat saya dan bagian hukum dan Bappeda mau paraf untuk memberikan izin. Tidak mungkin saya berani tanda tangan tanpa menanyakan, dan ini sudah disampaikan di depan presiden," jawab Ahok.

Dalam perkara ini, Ariesman dan Trinanda didakwa berdasarkan pasal 5 ayat 1 huruf a atau pasal 13 UU No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Atas UU No. 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 jo pasal 64 ayat 1 KUHP.

Pasal tersebut berisi tentang memberi atau menjanjikan sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dengan maksud supaya pegawai negeri atau penyelenggara negara tersebut berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya dengan ancaman pidana paling singkat 1 tahun dan lama 5 tahun ditambah denda paling sedikit Rp50 juta dan paling banyak Rp250 juta. (Ant)

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Sucipto

Advertisement

Bagikan Artikel: