Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Perbaikan Ekonomi Indonesia Diragukan dari Pajak Konsumsi

Warta Ekonomi, Pekanbaru -

Akademisi Unand Benny Dwika Leonanda menyatakan keraguannya jika pertumbuhan ekonomi Indonesia akan membaik di tangan Sri Mulyani antara lain yang diindikasi akan adanya penetapan pajak konsumsi diterapkan pemerintah.

"Penetapan pajak konsumsi merupakan objek pajak baru yang diyakini akan digali Sri Mulyani guna meningkatkan pendapatan negara dari sektor perpajakan," kata Benny dihubungi dari Riau, Jumat (29/7/2016).

Ia mengatakan itu terkait ditetapkannya Sri Mulyani sebagai menteri keuangan oleh Presiden Joko Widodo dalam kabinet kerja menggantikan Bambang Brodjonegoro.

Sri Mulyani Indrawati mantan menteri keuangan era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada 2005-2010.

Menurut Benny, keraguannya beralasan apalagi kebijakan penggalian pajak baru pernah digelar pada 2015, namun upaya meningkatkan pendapatan dari sektor pajak ini gagal tercapai.

Ia mengatakan, jika dilakukan juga memang akan susah karena masyarakat akan sedikit tergoncang dengan munculnya pajak konsumsi, misalnya membeli pakaian dikenakan pajak atau kenaikan nilai pajak menjadi 15, 20 atau 35 persen.

"Artinya akan terjadi perubahan nilai pajak yang harus dibayar rakyat Indonesia, serta memperbanyak penerimaan negara melalui perluasan objek pajak baru itu di masa datang, guna membayar hutang negara yang dipinjam melalui Bank Dunia itu," katanya.

Ia memandang bahwa "campur tangan" Bank Dunia kepada pemerintah negara-negara yang diberikan pinjaman bukan tanpa kritikan.

Sebab, katanya lagi, pinjaman-pinjaman yang diberikan pada tiap negara termasuk Indonesia diyakini akan mempengaruhi kebijakan Pemerintah Indonesia.

Kebijakan-kebijakan tersebut berhubungan dengan pasar bebas, privatisasi berbagai perusahaan negara dan deregulasi, yang cenderung lebih memihak pada kepentingan para kapitalis dan neoliberalis.

Sama halnya dari apa yang disampaikan oleh Sri Mulyani satu hari sebelum diangkat menjadi Menteri Keuangan RI di kampus UI oleh Presiden Jokowi, Selasa 27 Juli 2016, bahwa negara-negara berkembang dua tahun terakhir bertahan menjadi mesin pertumbuhan ekonomi dunia, mengangkat pertumbuhan eknomi negara-negara maju yang tengah mengalami resesi.

"Namun hal tersebut tidak akan bertahan lama lagi, karena ekonomi negara-negara berkembang termasuk Indonesia juga sedang mengalami perlambatan dan cendrung stagnan," katanya.

Ia mengadopsi pendapat Sri Mulyani yang menggunakan istilah "perfect storm" (badai yang sempurna) untuk menggambarkan kondisi eknomi dunia saat ini yakni badai krisis ekonomi yang maha dasyat yang berkemungkinan menghantam perekenomian Indonesia dan negara-negara berkembang lainnya.

Sementara itu, menurut dia, pengangkatan Sri Mulyani tidak terlepas dari kemampuannya dalam mengendalikan ekonomi Indonesia ketika dihadang krisis ekonomi dunia pada 2008.

"Akan tetapi, keberhasilan Sri Mulyani mengatasi krisis dan menyelamatkan Indonesia dari krisis ekonomi dunia bukannya tidak ada masalah. Sebagai menteri keuangan saat itu Sri Mulyani bertanggung jawab agar bank-bank di dalam negeri tidak berguguran seperti bank-bank Amerika Serikat saat itu," katanya.

Dia mengambil keputusan untuk mem-bailout bank Century yang mengalami kesulitan keuangan yang akhirnya membengkak sampai Rp6,7 triliun.

Namun kini, menurut Benny, kondisi perekonomian dunia saat ini berbeda dengan kondisi krisis ekonomi 2007-2008 yang lalu. Indonesia dalam kondisi pemulihan krisis ekonomi tahun 1997-1998.

Dampak Brexit (nasionlasime Inggris Raya) dinilai juga menyeret krisis ekonomi Eropa dan dunia lebih dalam. Bank Dunia memangkas proyeksi pertumbuhan global menjadi 2,4 persen dari pada prakiraan Januari pada angka 2,9 persen.

"Langkah ini diambil akibat melambatnya pertumbuhan di negara-negara maju, harga komoditas yang tetap rendah, lemahnya perdagangan global, dan arus modal yang berkurang. Lebih rendah ketimbang prediksi IMF sebesar 3,1 persen," katanya.

Pengangkatan Sri Mulyani Indrawati, katanya, tidak lepas dari campur tangan Bank Dunia. Bagaimanapun Bank Dunia diketahui sebagai kreditor terbesar kedua Indonesia dengan jumlah pinjaman sebesar Rp218,66 triliun akhir April 2016.

Akhir Mei 2016 pinjaman ke Bank Dunia pun ditambah sebesar 400 juta dolar AS (Rp5,26 triliun) untuk mendanai reformasi kebijakan fiskal RI.

"Artinya akan terjadi perubahan nilai pajak yang harus dibayar rakyat Indonesia pada masa akan datang," katanya. (Ant)

Baca Juga: Tegas! Bule Inggris Eks Napi Narkoba Diusir dari Bali

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Vicky Fadil

Tag Terkait:

Advertisement

Bagikan Artikel: