Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

2016 BI Prediksi Ekonomi Tumbuh 5,09 Persen

Warta Ekonomi, Jakarta -

Bank Indonesia memprediksi ekonomi Indonesia akan tumbuh 5,09 persen sepanjang tahun ini, terangkat dengan laju pertumbuhan pada triwulan ketiga sebesar 5,2 persen setelah pada Triwulan II hampir stagnan di 4,94 persen.

Pada triwulan pertama atau periode Januari s.d. Maret 2016, ekonomi Indonesia yang tergambarkan dari pembentukkan produk domestik bruto tumbuh 4,92 persen. Angka itu menurun jika dibandingkan dengan Triwulan IV 2015. Namun, lebih baik jika dibandingkan pada triwulan pertama 2015.

Gubernur BI Agus Martowardojo di Jakarta, Jumat (29/7/2016), menekankan proyeksi 5,09 persen tersebut belum memperhtiungkan andil dari kebijakan amnesti pajak yang bergulir sejak Juli hingga 31 Maret 2016.

Menurut dia, amnesti pajak akan mendorong pertumbuhan ekonomi dari aspek investasi karena mengalir ke sektor riil sekaligus memperbaiki pendapatan untuk modal belanja pemerintah.

"Kita harapkan ini efektif, bawa dana dalam bentuk tebusan yang nanti akan meningkatkan penerimaan negara," katanya.

Jika amnesti pajak berhasil, lanjut Agus, dampak ekonomi yang berlipat akan terasa pada tahun 2017.

Ia mengingatkan limpahan likuiditas karena dana repatriasi harus disikapi dengan membentuk prioritas agar dana tersebut menjadi investasi ke sektor riil. Pasalnya, jika hanya mengendap di perbankan, dampak dari amnesti pajak tidak akan optimal.

"BI harus menjaga agar dana yang tersedia di tengah masyarakat jangan berlebihan. Kalau berlebihan, justru akan bisa menimbulkan tekanan inflasi, ini berat bagi ekonomi kita," ujarnya.

Limpahan dana repatriasi juga membuat BI makin percaya diri dapat menjaga defisit neraca transaksi berjalan di rentang yang aman pada tahun ini karena kontribusi positif dari transaksi modal dan finansial.

Otoritas moneter memprediksi defisit transaksi berjalan tahun ini sebesar 20 miliar dolar AS atau 2,2 persen dari PDB.

Jumlah itu meskipun lebih tinggi dibanding pada tahun 2014 yang sebesar 17 miliar dolar AS, kata Agus, masih berada di rentang yang aman. Defisit masih terjadi karena impor barang modal dan kebutuhan pendanaan untuk memenuhi target pembangunan, terutama pembangunan infrastruktur.

Namun, lanjut Agus, dana repatriasi bisa menjadi titik balik agar neraca transaksi berjalan tidak lagi mencatatkan defisit.

"Kalau nanti ada repatriasi dana itu akan memperbaiki transaksi modal dan finansial tetapi arahnya kita harus yang namanya transaksi berjalan harus diarahkan menjadi surplus. Tidak seharusnya Indonesia impor lebih besar daripada ekspor atau dana yang keluar lebih besar dari dana yang kita terima," ujarnya. (Ant)

Baca Juga: Pria Buleleng Diringkus usai Curi Tabung Gas-Barang Elektronik

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Vicky Fadil

Tag Terkait:

Advertisement

Bagikan Artikel: