Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Amnesti Pajak dan Kepercayaan Rakyat

Warta Ekonomi, Medan -

Amnesti pajak dan kepercayaan rakyat. Dua frasa yang berbeda tetapi mungkin akan memiliki kaitan erat dengan kesuksesan program yang baru dijalankan Presiden Jokowi itu.

Kepercayaan rakyat? Mungkin kalimat pendek itu terlalu berlebihan. Namun, mungkin juga tidak ada salahnya karena keberhasilan program amnesti pajak sangat tergantung pada kepercayaan rakyat.

Pemikiran itu didasari dari pendapat dari sosial media terkait dengan UU Amnesti Pajak (Tax Amnesty) yang baru disahkan dan disosialisasikan langsung Presiden Jokowi.

Mungkin karena belum memahami isi dan tujuan UU itu beberapa nitizen menilai amnesti pajak justru akan menjerat masyarakat kecil, terutama pelaku UMKM.

Banyak yang menduga, masyarakat kecil dan pelaku UMKM akan berbondong-bondong melaporkan aset dan usahanya. Setelah itu, akan menjadi "lalapan" petugas pajak. Begitu dilaporkan aset dan usahanya, nilai pajak pun akan melonjak.

Lalu, pengusaha besar masih bisa seenaknya menyimpan uang di luar negeri dan tetap aman dari pajak karena asetnya tidak diketahui.

Sebuah pemikiran yang tentu saja tidak salah diungkapkan sebagai rakyat. Namun, sekejam itukah pemimpin kita? Wajar Ragu Keraguan yang melanda masyarakat, terutama wajib pajak. mengenai program pengampunan pajak yang dilakukan merupakan masih dapat dianggap wajar.

Menurut pengamat sosial politik dari Universitas Islam Negeri (UIN) Sumatera Utara Dr. Ansari Yamamah, keraguan itu muncul karena program tersebut masih baru dan berkaitan dengan pengeluaran masyarakat.

Namun, keraguan dapat diatasi jika aparatur pemerintah yang menjadi operator pengampunan pajak dapat menjalankan program tersebut dengan benar dan tegas.

Langkah awal, pemerintah perlu terus menyosialisasikan program tersebut, baik terkait manfaat yang didapatkan maupun sanksi yang akan diberlakukan.

Pemerintah harus dapat menerapkan sanksi yang tegas dan tidak pandang bulu jika menemukan adanya wajib pajak yang tidak patuh dengan program yang dijalankan.

"Jadi, sanksi yang ada bukan sekadar 'gertak sambal'. Kalau pemerintah tegas, rakyat pasti taat," katanya.

Setelah itu, pemerintah harus dapat membuktikan bahwa dana yang terkumpul dari program pengampunan pajak tersebut benar-benar untuk mendukung peningkatan kesejahteraan rakyat.

Misalnya, pembangunan infrastruktur, kemudahan, dan peningkatan kualitas layanan kesehatan, serta berbagai program yang berkaitan langsung dengan kehidupan masyarakat.

Jika cara-cara itu yang dilakukan pemerintah, keraguan yang muncul selama ini justru akan berujung pada kepercayaan yang kuat atas berbagai program berikutnya.

"Jadi, tidak masalah kalau rakyat ragu saat ini. Dengan ketegasan dan keseriusan pemerintah, keraguan itu akan berbuah kepercayaan tinggi," ujar alumnus Leiden University Belanda tersebut.

Mendesak Pada tanggal 21 Juli 2016, Presiden Jokowi menyosialisasikan langsung amnesti pajak di Kota Medan yang dihadiri lebih dari 3.000 pengusaha dan wajib yang ada di Pulau Sumatera. Kegiatan itu merupakan sosialisasi kedua setelah dilaksanakan pada tanggal 15 Juli di Surabaya.

Di hadapan para wajib pajak itu, Presiden menyatakan pemberlakuan amnesti pajak juga sangat mendesak karena momentumnya sudah tepat dan tidak tertinggal oleh kebijakan negara lain.

Semua negara saat ini sedang berlomba untuk mendapatkan dana besar dalam membiayai pembangunan di negara masing-masing.

Jika tidak segera memanfaatkan UU Amnesti Pajak yang baru disahkan, dikhawatirkan Indonesia akan terlambat untuk menghimpun dana yang relatif cukup banyak berada di luar negeri.

Kalau amnesti pajak tersebut tidak segera diberlakukan, atau justru ditetapkan setelah Juli 2016, dikhawatirkan pengelolaannya akan sangat sulit.

Untuk memberikan jaminan hukum dan perlindungan bagi pengusaha dan wajib pajak, pemerintah telah menyiapkan payung hukum berupa UU.

Payung hukum tersebut bukan sekadar berupa peraturan presiden (perpes) yang mungkin bakal dipersoalkan di kemudian hari. "Kita 'kejar-kejaran' dengan negara lain," katanya.

Manfaat lain, diyakini akan terjadinya penguatan nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing setelah banyak dana masuk dengan pemberlakuan amnesti pajak tersebut.

Kondisi itu juga akan memperkuat cadangan devisa negara yang pasti akan bertambah, terutama dengan masuknya dana milik pengusaha Indonesia yang berada di luar negeri.

Presiden menjelaskan jika amnesti pajak itu dapat menyebabkan pengusaha terbebas dari sanksi administrasi, pembebasan sanksi pidana perpajakan, serta penghentian pemeriksaan dan penyidikan tindak pidana perpajakan.

Syaratnya, pengusaha dan wajib pajak perlu mengungkap harta tersembunyi, tetapi tidak sedang beperkara atau menjalani hukum pidana perpajakan, repatriasi aset ke dalam negeri, dan membayar uang tebusan.

"Uang tebusannya sangat rendah, yang kita inginkan hanya uangnya masuk untuk dipakai dalam pembangunan," katanya.

Presiden menjamin pemerintah akan memudahkan wajib pajak tersebut dengan menyiapkan 18 bank yang bisa menerima dana tersebut dalam bentuk deposito, tabungan, atau giro.

Pemilik dana tersebut juga dapat menggunakan uangnya untuk bergabung dengan BUMN dalam membangun berbagai infrastrukur, seperti tol atau pembangkit listrik.

Rahasia Meski mendesak, Presiden menjamin bahwa data yang didapatkan amnesti pajak bersifat rahasia sehingga kalangan pengusaha dan wajib pajak di Tanah Air tidak perlu merasa khawatir.

Data yang diberikan wajib pajak tersebut akan disimpan dengan baik dan tidak akan digunakan untuk tujuan lain.

Presiden juga mengingatkan jajaran Ditjen Pajak menjaga kerahasiaan data wajib pajak tersebut dan tidak disalahgunakan.

Sesuai dengan isi UU Amnesti Pajak, petugas pajak akan mendapatkan sanksi yang tegas, termasuk hukuman penjara, jika membocorkan informasi yang disampaikan dalam amnesti pajak.

Sambil mengulang jenis saknsi yang akan diberikan, petugas pajak yang membocorkan atau menyalahgunakan data tersebut bisa dikenai pidana 5 tahun penjara.

Selain rahasia, pihak tertentu juga tidak dapat dan tidak diizinkan untuk meminta data yang disampaikan wajib pajak tersebut.

Di hadapan Kapolri Jenderal Polisi Tito Karnavian, Gubernur BI Agus Martowardojo, Ketua Dewan Komisaris OJK Muliaman Hadad, Bambang Brodjonegoro yang kala itu masih menjabat Menteri Keuangan, Presiden juga menyebutkan data amnesti pajak tersebut tidak bisa dijadikan dasar penyelidikan secara hukum.

Ketentuan itu telah ditandatangani bersama antara Polri, Kejaksaan Agung, dan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).

Awasi langsung Untuk memastikan kesuksesan program amnesti pajak, termasuk menjamin kerahasiaannya, Presiden Jokowi berjanji akan mengawasi secara langsung pemberlakuannya agar berjalan sesuai dengan harapan dan tidak disalahgunakan.

Oleh karena itu, Presiden akan membentuk satgas khusus untuk melakukan pengawasan tersebut. Satgas tersebut akan melaporkan langsung kepada dirinya meski Kementerian Keuangan juga membuat tim untuk mengawasi pemberlakuan amnesti pajak.

Presiden sangat berkeinginan pelaksanaan amnesti pajak tersebut berhasil sehingga kementerian terkait diminta untuk "all out".

Presiden Joko Widodo mengaku serius terhadap amnesti pajak karena menyadari manfaatnya yang besar bagi perekonomian dan kemajuan bangsa Indonesia.

Oleh karena itu, kalangan pengusaha dan wajib pajak di Tanah Air diharapkan dapat memanfaatkan kebijakan amnesti pajak tersebut yang diperkirakan tidak akan diperpanjang atau diberlakukan lagi.

"Ini adalah kesempatan terakhir. Setelah ini, mungkin tidak akan ada amnesti pajak lagi," katanya.

Nah, Presiden sendiri telah menjamin kerahasiaannya dan akan memberikan sanksi jika data wajib pajak tersebut disalahgunakan. Masih ragu? (Ant)

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Sucipto

Tag Terkait:

Advertisement

Bagikan Artikel: