Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

BI Minta Cabang Bank Asing Ikuti GMRA

Warta Ekonomi, Jakarta -

Bank Indonesia mendorong seluruh kantor cabang bank asing (KCBA) untuk menyepakati Global Master Repurchase Agreement (GMRA) agar bisa lebih aktif bertransaksi repo antarbank.

Dengan aktif bertransaksi repo, cabang bank asing dapat lebih berkontribusi untuk memperdalam pasar keuangan domestik, Kepala Departemen Pengembangan Pendalaman Pasar Keuangan BI Nanang Hendarsah di Jakarta, Kamis (25/8/2016).

"Diharapkan bank asing lainnya, selain enam yang tanda tangan hari ini, untuk kontribusi terhadap pendalaman pasar keuangan," katanya.

Repo atau "Repurchase Agreements" merupakan transaksi yang dapat digunakan oleh perbankan untuk memperoleh likuiditas dengan agunan surat berharga.

Saat ini, sudah terdapat enam kantor cabang bank asing yang mengikuti GMRA yakni Bank of Tokyo-Mitsubishi UFJ, Bank Mizuho Indonesia, JP Morgan, ANZ, DBS Bank, dan Standard Chartered.

Mereka menyepakati GMRA dengan empat bank domestik yakni Bank Mandiri, Bank Central Asia, Bank Negara Indonesia, dan Bank Rakyat Indonesia.

Nanang mengatakan setelah enam bank tersebut, beberapa bank asing sudah menyatakan minat untuk teken GMRA, namun belum terealisasi.

Dalam beberapa waktu ke depan, The Hongkong and Shanghai Banking Corporation (HSBC), kata Nanang, sudah menyatakan minatnya dan akan menyepakti GMRA.

"Ada beberapa yang akan teken selanjutnya, HSBC dalam waktu dekat tahun ini akan teken GMRA," ujar dia.

Nanang mengatakan memang bank asing kerap membutuhkan proses dan waktu yang cukup lama untuk sepakat dalam GMRA.

Hal itu karena bank asing di Indonesia tentu harus mengikuti standar dan ketentuan yang diberlakukan perusahaan induk di negara asal.

"Enam bank asing yang hari ini sepakat GMRA saja melalui proses yang sangat panjang. Tapi ini menjadi momentum yang sangat kuat," ujar dia.

Deputi Gubernur Senior BI Mirza Adityaswara mengatakan bank sentral ingin membuat transaksi repo antarbank lebih aktif, agar likuiditas berlebih perbankan dapat dimanfaatkan oleh bank lain.

Selama ini banyak bank lebih menyalurkan kelebihan likuiditasnya untuk disimpan di Sertifikat Bank Indonesia.

"Pasar uang Indonesia ini masih belum 'match', antara yang punya kelebihan likuiditas jangka pendek, dengan yang membutuhkan likudiitas jangka pendek, sehingga yang memiliki kelebihan likuiditas jangka pendek menempatkan kembali ke penyedia likuiditas yakni Bank Sentral, sebetulnya kan tidak perlu," ujar Mirza.

Mirza mengatakan saat ini kelebihin likuiditas jangka pendek perbankan mencapai Rp350 triliun.

Dengan likuiditas sebanyak itu, seharusnya bank menginvestasikannya melalui surat berharga. Lalu kemudian, surat berharga tersebut dapat dijadikan kolateral untuk transaksi repo antarbank.

Dengan begitu, bank tidak perlu menyimpan kelebihan likuiditasnya di fasilitas BI, hanya untuk semata-mata mendapatkan bunga simpanan.

"Penyedia likuiditas kok dikasih likuiditas, yang perlu itu bank yang ada di pasar, alangkah baiknya likuiditas itu diberikan dengan surat berharga lain," ujarnya.

Saat ini, kata Mirza, sudah ada 71 bank yang menandatangani GMRA. Namun yang baru aktif melakukan transaksi hanya 27 bank.

Masih minimnya transaksi repo antarbank juga terlihat dari nilai transaksi yang masih Rp1,5 triliun per hari. Sedangkan nilai transaksi di Pasar Uang Antar Bank (tanpa agunan) sudah mencapai Rp14 triliun.

BI menargetkan transaksi repo antarbank dapat mencapai Rp5 triliun. (Ant)

Baca Juga: Imigrasi Depak WN Turki dari Bali gegara Sembunyikan Buronan

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Sucipto

Advertisement

Bagikan Artikel: